
PWMU.CO – Pada Agustus 2024 lalu, kami mendapat kesempatan untuk mengunjungi negeri para mullah, yaitu Republik Islam Iran. Perjalanan ini membawa kami menjelajahi berbagai kota, termasuk ibu kota negara, Teheran. Pesawat mendarat di Bandara Internasional Imam Khomeini yang terletak di pinggiran kota Teheran. Kota ini berpenduduk sekitar 15 juta jiwa dengan penampilan wajah yang modern serta dinamis. Teheran bahkan mungkin terasa lebih ‘sekuler’ daripada kesan umum terhadap Iran yang dikenal dengan nilai-nilai keislamannya yang kuat.
Teheran adalah kota yang majemuk, tempat beragam komunitas hidup berdampingan. Di tengah padatnya kota Teheran, terdapat sekitar 15.000 warga penganut warga Yahudi, yang merupakan bagian dari total 25.000–35.000 populasi Yahudi di seluruh Iran. Selain Yahudi, terdapat pula komunitas Kristen, Zoroaster, dan kelompok agama minoritas lainnya.
Namun, situasi berubah drastis pada Jumat (13/6/2025), ketika Israel meluncurkan serangan rudal ke Iran. Menariknya, Asosiasi dan Komunitas Yahudi Iran justru menyampaikan belasungkawa atas gugurnya para komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (Islamic Revolutionary Guard Corps=IRGC) dan ilmuwan nuklir Iran. Mereka menyatakan “Kami yakin Iran adalah negara yang membanggakan dan terhormat. Kami juga meyakini bahwa Iran akan memberikan respons tegas yang membuat rezim Zionis menyesali tindakan memalukannya.”
Sejak Amerika Serikat melakukan embargo terhadap Iran pada tahun 1979, Iran secara perlahan namun pasti mulai mengembangkan kemandirian di berbagai sektor strategis, terutama di bidang pertahanan dan teknologi militer. Pada tahun 2012, Angkatan Darat Iran secara resmi melaporkan capaian penting dalam mewujudkan kemandirian dalam memproduksi peralatan militer. Keberhasilan ini tidak terlepas dari kontribusi besar para ilmuwan dan teknokrat Iran yang terus bekerja tanpa henti meski di tengah tekanan global. Iran bahkan tidak segan memamerkan berbagai prestasi militernya kepada dunia sebagai bentuk pernyataan bahwa negara tersebut telah mencapai kemajuan signifikan dalam industri persenjataan.
Kementerian Pertahanan Iran juga mengklaim telah memulai produksi meriam laser untuk sistem pertahanan udara, serta mengembangkan lebih dari 38.000 unit peralatan dan suku cadang militer secara mandiri. Pada Februari 2023, Iran melaporkan bahwa ekspor produk militernya telah meningkat tajam, seiring dengan keberhasilannya mencapai 93% swasembada kebutuhan militer dalam negeri. Tidak hanya itu, Iran bahkan telah mampu memproduksi sendiri serbuk aluminium yang digunakan sebagai bahan bakar rudal.
Di tengah tekanan dan embargo internasional yang berkepanjangan, Iran tidak pernah berhenti mengkonsolidasi diri. Alih-alih terpuruk, negara ini justru menjadikan keterbatasan sebagai pemicu kebangkitan dan kemandirian, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Para ilmuwan Iran serta universitas-universitas terkemuka di Iran memainkan peran strategis, tidak sekadar berada di atas “menara gading” akademik yang terpisah dari realitas sosial dan nasional. Mereka aktif terlibat dalam riset-riset aplikatif yang menyentuh langsung kepentingan rakyat dan negara.
Beberapa universitas di Iran bahkan telah mencapai kemajuan signifikan di berbagai bidang strategis. Bidang-bidang tersebut meliputi kedokteran, teknologi nuklir, kecerdasan buatan (AI), teknologi informasi, teknik rekayasa, bioteknologi, dan ketahanan pangan. Bidang-bidang ini merupakan pondasi penting bagi kemandirian bangsa di era modern, dan Iran terbukti mampu membangun kapasitas tersebut secara mandiri. Jika dengan telaah lebih dalam dan objektif, sebenarnya banyak dari universitas mereka yang telah memiliki reputasi internasional. Karya-karya riset dan pengembangan teknologi yang hasilnya telah mendpat pengakuan dunia dan berkontribusi nyata dalam ilmu pengetahuan global.
Sayangnya, pencapaian ini sering kali tertutupi oleh bias ideologis dan politis. Tidak jarang muncul stigmatisasi serta ungkapan peyoratif terhadap Iran, yang dengan melekatkannya secara sempit pada identitas mazhab Syiah. Hal ini menyebabkan banyak pihak menutup mata terhadap capaian ilmiah Iran hanya karena perbedaan pandangan mazhab atau geopolitik. Sebuah ironi dalam dunia yang mengaku menjunjung tinggi objektivitas dan kebebasan ilmiah.***
Editor Notonegoro