
PWMU.CO – Di tengah lengang pekan efektif yang kerap dianggap akhir dari segala hiruk-pikuk pembelajaran, SD Muhammadiyah 1 dan 2 Taman (SD Mumtaz) justru mengisinya dengan sesuatu yang sangat bermakna. Bukan evaluasi, bukan remedial, bukan pula formalitas kegiatan penutup tahun—melainkan ruang reflektif dan penuh kasih untuk anak-anak istimewa lewat pembelajaran inklusif yang menyentuh hati dan mengasah kemampuan dasar secara psikologis maupun fisik.
Dalam pekan efektif fakultatif yang berlangsung sejak 11 Juni hingga akhir minggu ini, SD Mumtaz menyelenggarakan serangkaian kegiatan sensorik-motorik yang dirancang khusus untuk siswa inklusi. Para siswa dibagi menjadi kelompok kecil dan mengikuti dua sesi harian di dua ruang yang berbeda: aula dan ruang sumber.
Kegiatan yang dihadirkan mencakup pendekatan tactile, proprioception, auditory, hingga keterampilan bina diri—semuanya dikemas dalam suasana bermain yang menyenangkan dan suportif.
Di awal pekan, anak-anak diajak mengeksplorasi indera peraba melalui aktivitas membuat playdough. Mereka memijat, membentuk, dan menciptakan dari bahan sederhana yang lunak dan kenyal. Aktivitas ini bukan sekadar membuat karya tangan, tetapi juga terapi lembut untuk menstimulasi motorik halus dan menguatkan sensasi sentuhan.
Kegiatan Fisik

Berlanjut di hari-hari berikutnya, kegiatan fisik seperti gerakan dasar lompat kanan-kiri, maju-mundur, serta senam irama menjadi media untuk melatih keseimbangan, fleksibilitas, dan kesadaran tubuh. Ditambah dengan finger painting yang mengajak anak menyalurkan ekspresi lewat warna dan tekstur, anak-anak belajar mengenali dunia melalui gerakan dan rasa, bukan hanya kata dan angka.
Pekan ini ditutup dengan kegiatan bina diri yang sangat mendasar namun krusial: melipat dan mengancingkan baju. Di sini, siswa diajak memahami pentingnya kemandirian dan ketelitian dalam merawat diri. Setiap kancing yang berhasil dipasang menjadi simbol kemenangan kecil yang menumbuhkan rasa percaya diri yang besar.
Lebih dari sekadar pengisi waktu, rangkaian kegiatan ini juga merupakan bagian dari terapi klinis tambahan yang disusun khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus di SD Mumtaz. Aktivitas-aktivitas tersebut dirancang berdasarkan hasil observasi dan program intervensi yang telah disusun oleh tim layanan inklusi dan terapis sekolah. Terapi klinis ini menyasar peningkatan fungsi sensorik, regulasi emosi, hingga keterampilan adaptif siswa dalam menjalani keseharian.
Menurut Koordinator Inklusi SD Mumtaz Mey Linda Nur Khalizah Ssos, pekan ini adalah waktu yang sangat berharga untuk memperkuat pendekatan personal kepada anak-anak inklusi.
“Anak-anak ini memiliki kebutuhan dan cara belajar yang tidak bisa diseragamkan. Maka, kegiatan seperti ini hadir sebagai bentuk penghormatan terhadap keunikan mereka. Kami tidak mengajarkan mereka untuk mengejar ketertinggalan, tetapi membantu mereka menemukan cara belajar yang paling cocok dan paling bermakna,” tuturnya.
Kesan Emosional
Mey Linda juga menyampaikan bahwa kegiatan ini memberi kesan emosional yang kuat bagi para pendamping.
“Ada momen-momen yang tidak bisa dijelaskan dengan kata. Seperti ketika seorang anak akhirnya bisa memasang satu kancing sendiri, atau saat mereka tertawa lepas usai menyelesaikan bentuk dari playdough mereka. Itulah hadiah dari proses yang tulus,” tambahnya.
Lebih dari sekadar pengisi waktu, pekan efektif ini menjadi ruang tumbuh yang hening, hangat, dan penuh penguatan. SD Mumtaz sekali lagi menunjukkan bahwa inklusi bukan slogan—tetapi komitmen, perhatian, dan cinta yang dihadirkan dalam setiap sentuhan kegiatan.
Pekan efektif ini menjadi pekan reflektif. Bahwa pendidikan yang baik tidak hanya mencerdaskan pikiran, tetapi juga menyentuh batin, melatih empati, dan menjunjung tinggi setiap potensi, sekecil apa pun. (*)
Penulis Heni Dwi Utami Editor Amanat Solikah