PWMU.C0 – Muhammadiyah bisa berkembang pesat sampai abad kedua ini tak lepas dari ajaran filantropisme alias kedermawanan yang dipraktikkan para pimpinan, kader, warga, dan simpatisannya.
Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim Dr Biyanto menyampaikan hal itu dalam Pengajian Umum Ahad Pagi Fajar Al Falah di Baron, Nganjuk, Ahad (26/11/17). Acara yang dilaksanakan di Masjid Al-Falah, Baron itu dirangkai dengan kegiatan Milad Muhammadiyah ke-105.
Dalam ceramah bertema filantropi atau kedermawanan, Biyanto mengajak lebih dari 300 jamaah untuk menyukuri anugerah Allah SWT atas perkembangan Muhammadiyah hingga memasuki abad kedua.
“Yang membanggakan, Muhammadiyah tidak pernah tergoda untuk menjadi partai politik,” ujar Biyanto.
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya ini juga menegaskan bahwa Muhammadiyah konsisten menekuni perjuangan melalui jalur kultural.
Di samping di tingkat nasional, jejak Muhammadiyah kini juga merambah ke kancah internasional. “Kini Muhammadiyah bahkan memiliki perwakilan pimpinan di luar negeri. Tidak kurang, Muhammadiyah kini memiliki Pimpinan Cabang Istimewa (PCIM) di 16 negara,” urainya.
Biyanto memaparkan karakter Muhammadiyah itu adalah suka memberi. Bagi aktivis Muhammadiyah, ujarnya, tiada hari tanpa memberi. “Memberi bisa bermacam-macam, misalnya dengan harta, tenaga, dan pikiran. Bahkan simbol Muhammadiyah, matahari bersinar sejatinya menyiratkan pentingnya ajaran memberi.
Dalam Muhammadiyah, ujar Biyanto, ajaran memberi banyak dipraktikkan melalui kegiatan amal usaha bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan unit-unit ekonomi. Ajaran filantropi juga diwujudkan melalui kebiasaan aktivis Muhammadiyah yang suka berderma.
Dikatakan Biyanto bahwa di manapun Muhammdiyah hadir selalu mengabdi dan memberi. Dari budaya memberi itu, Muhammadiyah bisa mendirikan banyak amal usaha.
Biyanto menjelaskan bahwa filantropi itu menekankan pentingnya memberi untuk membantu sesama tanpa melihat agama, suku, dan budaya. “Jadi, dalam bahasa Nganjuk, filantropi itu adalah kebiasaan nyan-nyoh alias luman,” seloroh Biyanto yang disambut tawa hadirin.
Dengan spirit memberi, Muhammadiyah pada usia abad kedua ini dipercaya begitu banyak umat. Melalui budaya memberi, eksistensi Muhammadiyah selalu dirindukan umat.
Biyanto juga mengutip firman Allah SWT dalam Surat al-Baqarah ayat 261.
Ayat itu memberikan perumpamaan orang yang menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah layaknya orang menanam benih. Dari satu benih tumbuh menjadi tujuh ratus benih. Itu berarti orang yang rajin memberi, harta kekayaannya akan ditambah Allah.
“Tidak ada cerita, orang yang rajin memberi lalu berubah menjadi jatuh miskin. Yang terjadi justru sebaliknya, harta orang yang rajin memberi akan dilipatkgandakan,” tegas dia.
Menurut Biyanto, Muhammadiyah menjadi besar dan terus bertahan hingga kini salah satunya karena aktivisnya rajin memberi. (MN)
Discussion about this post