
PWMU.CO — Malam itu, langit Porong membentang luas tanpa sekat. Angin malam berembus pelan menyapa deret round table yang tertata rapi di atas lapangan SMP Muhammadiyah 4 Boarding School Porong.
Di sinilah, bukan di gedung megah, bukan di aula ber-AC lulusan Angkatan ke-56 dilepas dengan elegan dalam balutan konsep fine dining terbuka yang intim dan hangat bersama keluarga.
Purnawiyata malam itu mengusung tema penuh makna: “Fly Beyond the Blue Sky: Graduates of Hope and Purpose.” Tapi lebih dari sekadar tema, suasana yang tercipta benar-benar mewujudkan harapan itu.
Di akhir acara, para lulusan sendiri membawa piring saji untuk menyuguhkan makan malam kepada ayah dan bunda mereka. Sebuah gestur sederhana tapi sangat menyentuh pengganti kata “terima kasih” yang tak pernah cukup terucap.
Acara yang digelar di Mudipat Porong Sport Square ini dihadiri tokoh-tokoh penting mulai dari Wakil Ketua PDM Sidoarjo Dr Taufichurrahman MPd, Majelis Dikdasmen PDM Sidoarjo, Misbach MPd, Ketua PCM Porong, Ustadz Rakhmat Ghozi, Kepala Polsek Porong, serta jajaran Muhammadiyah dan Aisyiyah Porong.
Angkatan Ke-56, Angkatan Pertama Santri MBS Porong
Tak hanya menjadi momen purnawiyata, malam ini juga menandai sejarah, bahwa beberapa siswa yang lulus, mereka juga merupakan angkatan pertama program pesantren Muhammadiyah Boarding School Porong. Sebuah fase awal dari cita-cita besar membangun pesantren modern berbasis nilai dan peradaban.
Kepala sekolah sekaligus Kepala Pengasuhan Santri, Rozaq Akbar, menyampaikan sambutan penuh rasa syukur dan haru.
“Ini bukan hanya pelepasan, ini persembahan hati. Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh guru, karyawan, dan panitia. Kalian tidak hanya menjalankan tugas, kalian mencurahkan hati untuk menciptakan malam yang tak akan dilupakan anak-anak kita. Terima kasih telah mengubah acara ini menjadi momen yang hidup,” ucapnya.
Dalam pidatonya yang disampaikan dengan penuh kehangatan, ia menyampaikan:
“Tiga tahun bersama kalian adalah perjalanan penuh warna, penuh tawa, perjuangan, doa, dan pembelajaran. Hari ini, saya tidak berbicara sebagai guru, tapi sebagai orang yang justru banyak belajar dari kalian,” ujarnya di hadapan para siswa dan wali murid.
Rozaq Akbar mengungkapkan betapa murid-muridnya justru menjadi penjaga bagi dirinya sendiri dalam meniti jalan kebaikan. Ia menuturkan momen-momen sederhana seperti ketika melihat para siswa duduk mengaji, berdzikir, dan berpuasa, yang justru menjadi cermin dan pengingat baginya sebagai pendidik.
“Bukan saya yang menjaga murid, tapi kalianlah yang menjaga saya tetap dalam jalur kebaikan,” ungkapnya. “Dzikir kalian adalah nasihat, kebaikan kalian adalah tamparan lembut untuk saya. Kalian membimbing saya, diam-diam, tapi nyata.”
Rozaq juga menyampaikan pesan spiritual yang mendalam tentang makna kebahagiaan sejati:
“Bahagia adalah ketika kamu berani mengatur dirimu untuk tidak mengatur Allah. Bahagia adalah ketika kamu berdamai dengan takdirmu.Allah menyebut Nabi Musa dengan namanya. Tapi Nabi Muhammad disebut dengan ‘abdun’, seorang hamba. Maka kebahagiaan sejati adalah ketika kita menjadi hamba yang taat.”
Kepada para wali murid, ia menyampaikan terima kasih atas kepercayaan, doa, dan kesabaran mereka selama mendampingi proses pendidikan anak-anak.
Menutup sambutannya, ia memberikan pesan yang membekas:
“Selamat melangkah. Selamat menjemput masa depan. Langit bukan batasmu, tapi awal dari terbangmu. Jam’an marhuman, tafarruqan maksuman. Semoga kebersamaan ini dirahmati, dan perpisahan ini dijaga dari keburukan.”
Kesederhanaan yang Menyentuh, Keakraban yang Menguatkan
Purnawiyata kali ini bukan sekadar formalitas. Tidak ada panggung tinggi, tidak ada protokol kaku. Hanya langit, lampu-lampu temaram, makanan hangat, dan senyum yang mengembang dari meja ke meja.
Wakil Ketua PDM Sidoarjo, Dr Taufichurrahman dalam sambutannya menyampaikan kesan yang mendalam:
“Dari lebih 40 lembaga pendidikan Muhammadiyah di Sidoarjo, baru di sini saya melihat purnawiyata yang hangat dan merakyat, langsung di alam terbuka. Tiga tahun di sini adalah awal dari bekal kehidupan. Maka lanjutkanlah pendidikan setinggi-tingginya.”
Sementara Ketua PCM Porong, Ustadz Rakhmat Ghozi, menegaskan bahwa akhlak sebagai kader Muhammadiyah harus tetap dijaga ke mana pun anak-anak ini melangkah.
Tangis Haru, Tawa Sahabat, dan Jejak Abadi
Sebuah video singkat ditayangkan, menampilkan potongan perjalanan tiga tahun yang penuh cerita: dari hari pertama masuk dengan seragam biru-putih, hingga hari perpisahan ini. Narasi video ditutup dengan kalimat penuh haru:
“Ini bukan benar-benar akhir, tapi akhir dari awal perjalanan baru. Jika suatu hari takdir mempertemukan kita kembali, jangan lupakan aku, temanmu, yang pernah tumbuh bersamamu di bawah langit biru sekolah ini.”
Tawa dan tangis mengalir bergantian. Ada yang menunduk, ada yang berpelukan. Malam itu terasa tak ingin berakhir.
Bukan Hanya Sekolah, Tapi Rumah Kedua
Pesantren modern seperti MBS Porong bukan hanya tempat belajar. Ia adalah rumah kedua. Tempat di mana anak belajar bertanggung jawab, hidup mandiri, mencintai ilmu, dan membumikan adab. Nilai ukhuwah, ta’awun, serta kemandirian tak diajarkan lewat teori, tapi lewat hidup itu sendiri.
Dan malam itu, dengan cahaya bulan sebagai saksi, mereka dilepas bukan sebagai siswa biasa, tapi sebagai kader harapan, yang akan terbang lebih tinggi dari langit biru, membawa bekal iman, adab, dan cinta yang mereka dapat dari rumah kedua mereka: Pesantren Muhammadiyah Porong.
Acara purnawiyata tersebut bukan hanya menjadi penanda akhir masa sekolah bagi para siswa, namun juga menjadi momen reflektif dan emosional yang menyatukan hati para pendidik, orang tua, dan siswa dalam satu cita: melahirkan generasi qurrota a’yun yang berakhlak, berilmu, dan membawa manfaat. (*)
Penulis Rozaq Akbar Editor M Tanwirul Huda