PWMU.CO – Orang tua harus jadi suri teladan bagi anak-anaknya. Jangan sampai kalau bicara isuk kedele, awan tempe, sore menjes, bengi mencret (pagi kedelai siang tempe, sore tempe menjes, malam mencret).
Kalimat berisi petuah itu bukan malah membuat jamaah tertunduk takzim, tapi malah riang ketawa. Loh kok?
Bagaimana tak tertawa? Petuah yang separohnya menggunakan bahasa Jawa itu tidak diucapkan oleh lidah Jawa. Maka terasa lucu saat mendengarkannya.
Adalah Prof Dr Thohir Luth MA yang menyampaikan itu. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim periode 2010-2015 itu memang bukan orang asli Jawa. Dia kelahiran Flores NTT.
Meski sudah lama tinggal di Malang, Jawa Timur, tapi gaya bicara Floresnya tidak bisa menipu, ketika melafalkan kata-kata berbahasa Jawa. Kagok, kaku, dan aneh bunyi vokalnya.
Di luar soal dialek itu, seperti biasa, saat berceramah Pak Thohir—begitu biasa dia disapa—sanget enerjik. Semangatnya berapi-api.
Berbicara di hadapan ratusan hadirin yang memenuhi Masjid At Taqwa di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Jalan KH Kholil Gresik, Ahad (26/11/17), Pak Thohir mengupas habis kondisi generasi—yang kini terkenal dengan sebutan jaman now.
Dalam pengajian yang diadakan Pimpinan Cabang Muhamadiyah Kota Gresik itu, Pak Thohir mengingatkan tentang dua karakter generasi yang memprihatinkan, sebagaimana disinyalir dalam surat Maryam ayat 59.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,” ucap Pak Thohir membacakan terjemah ayat tersebut.
Untuk mengantisipasi datangnya generasi seperti itu dosen Universitas Brawijaya Malang yang kini menjadi Wakil Ketua PWM Jatim itu mengajak orang tua untuk peduli pada keluarga, berkomunikasi secara intensif, memberi suri teladan yang baik, dan mendoakan mereka. (Lilik Isnawati)
Discussion about this post