
Atase militer Pakorn Suttiluk, kiri, bersalaman dengan Wakil Ketua PWM Nadjib hamid.
PWMU.CO-Acara Rihlah Dakwah PWM Jatim ke kota Yala, Thailand selatan, ternyata mendapat pengawasan pemerintah setempat. Saat seminar internasional di Yala Rajabhat University, Sabtu (3/3/2018) siang, ada peserta paro baya yang serius menyimak paparan pembicara.
Saat sesi tanya jawab pun dia ikut bertanya. Dia memperkenalkan namanya Pakorn Suttiluk. ”Saya harap Muhammadiyah terus mendukung perdamaian di Thailand, dan memberikan solusi terbaik untuk masyarakat,” katanya.
Berita Terkait: Di Thailand, Peserta Rihlah Dakwah serasa di Kampung Sendiri
Usai acara, kontributor PWMU.CO mendekati dan menyapa. Dia menyambut dengan ramah. Ternyata Pakorn orang militer berpangkat kolonel. Sekarang bertugas sebagai atase militer di Kedubes Thailand di Jakarta. ”Saya ke Thailand ditugaskan khusus untuk mengawal dan memastikan tidak terjadi apa-apa saat berkunjung ke sini karena daerah ini rawan konflik,” ujar Pakorn dalam bahasa Indonesia.
Dia bercerita, sudah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pengelola kampus Universitas Rajabhat dan keamanan setempat Yala. ”Saya di sini sampai acara selesai. Saya harus tahu semua aktivitas Muhammadiyah selama di Thailand. Setelah itu saya balik lagi ke Jakarta,” tambah diplomat yang bertugas di Jakarta sejak 2006.
Dia meminta jangan mendengarkan isu-isu yang berkembang mengenai wilayah selatan ini. Menurut dia, sengaja disebarkan oleh pihak yang menginginkan Thailand konflik terus.
Pengawasan ketat kunjungan ke wilayah selatan yang dikenal sebagai daerah muslim Melayu ini tampak saat pemeriksaan imigrasi lewat jalur darat di perbatasan Malaysia-Thailand di kawasan Betong. Jarak Yala-Betong ditempuh 7 jam naik bus yang berjalan ngebut. Sangat jarang mobil lewat. Sekali dua kali truk mengangkut kayu hasil hutan lewat.
Di daerah Betong, pos penjagaan terdapat hampir setiap 1 km. Bus harus melewat jalan secara zigzag melewati barikade. Saat dihitung ada 20 lebih pos penjagaan. Ada yang permanen dan darurat. Di setiap pos dilindungi tumpukan karung pasir seperti siap perang. Atap pos dari terpal atau seng dilengkapi jaring hijau militer untuk kamuflase. Di setiap pos dijaga 5-7 tentara dengan senjata laras panjang.
Kami merasakan situasi siaga itu. Wilayah ini memang masih bergolak meskipun di kota-kota kehidupan normal. Karena itulah di wilayah selatan Patani ini penjagaan ekstra ketat untuk menjaga keamanan.
Selepas registrasi paspor di Betong, Thailand, bus berjalan lagi. Berjarak 300 meter sudah memasuki wilayah Malaysia. Di perbatasan ini suasananya lebih rileks. Kantor imigrasi Malaysia hanya dijaga sejumlah pasukan Relawan 4-5 orang berseragam doreng mirip tentara.
Selama menunggu giliran registrasi bisa bincang-bincang dengan Relawan ini sekadar say hallo. Relawan perbatasan Malaysia ini pun tersenyum sambil mengarahkan kami untuk antre. Setelah semua penumpang naik bus siap berangkat, Relawan itu melambaikan tangan tanda selamat jalan. (Izzudin)
Discussion about this post