
Sholihul Huda memberikan ceramah dalam Pengajian Ahad Pagi Fajar Mubarok, Nganjuk
PWMU.CO-Pengajian Ahad Pagi Fajar terus tumbuh dan rutin digelar di sejumlah tempat, tidak terkecuali juga di wilayah Nganjuk. Ahad (11/3/18), Majelis Tabligh PDM Nganjuk menggelar Pengajian Ahad Pagi Fajar Mubarok. Kegiatan bertemakan ““Aktualisasi Ideologi Tajdid” tersebut digelar dengan menghadirkan anggota Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Sholihul Huda.
Kehadiran Sholihul Huda rupanya menjadi magnet tersendiri. Ratusan jamaah berbondong-bondong datang memenuhi halaman SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk, tempat acara. Selain warga Muhammadiyah, jamaah yang hadir berasal dari karyawan AUM, Ortom, dan simpatisan Muhammadiyah se-Kabupaten Nganjuk. Kegiatan berlangsung sejak pukul 06.00 hingga 07.30 WIB.
Di hadapan ratusan jamaah, Shohibul Huda menegaskan bahwa Muhammadiyah dalam kiprahnya selama kurang lebih 105 tahun tetap konsisten di ranah dakwah, khususnya dalam kegiatan pemurnian akidah dan pembaharuan (tajdid).
Menurut Sholihul Huda, gerakan pemurnian dan pembaharuan atau yang lebih dikenal dengan tajdid sudah menjadi ciri khas Muhammadiyah. Bagi dia, ada banyak nilai yang bisa ditumbuhkan dalam tajdid “Tajdid menumbuhkan nilai baru. Dalam memaknai dan menjalankan idologi tajdid, kita dapat temukan banyak sekali nilai baru yang bisa kita ambil, saya akan membahas lima di antaranya,” kata Sholihul Huda dengan nada serius.
Pertama, jelas dia, tajdid mengharuskan untuk berpemikiran terbuka. Artinya, kata dia, ide bisa datang dari mana saja, tidak harus gagasan dari dirinya yang dibenarkan. Bisa jadi, lanjut dia, pemikiran dan ide datang dari orang lain dan itu jauh lebih benar. “Dan ide kita yang kurang tepat,” ucap dia.
Nilai kedua, tambah dia, tajdid memberikan semangat belajar tinggi. Sebagai orang yang mengamalkan tajdid, maka sudah sepatutnya orang tersebut menghasilkan tradisi keilmuan yang kuat. Kemampuan literasi dan rasa keingintahuannya atas ilmu terus meningkat dan tidak ada habisnya. Terus merasa tidak pernah cukup dengan ilmu yang dimiliki.
Ketiga, kata dia, nilai tajdid menumbuhkan sikap welas asih atau kepedulian dan itu menjadi ciri khasnya. “Ciri khas warga Muhammadiyah adalah welas asih, mengamalkan spirit al-Ma’un,” ucap dia.
Keempat, kata dia, sejatinya konsekwensi dari pengamalan tajdid adalah menghargai waktu. “Bagaimana bisa orang beriman menyia-nyiakan waktu? Teologi al-Ashr menjadi hal yang harus diperhatikan dalam aktualisasi tajdid. Sungguh rugi orang yang membuang-buang waktu,” tutur dia. Karena, lanjut dia, setiap waktu bagi Muslim adalah kesempatan untuk beribadah kepada Allah, sehingga sangat sayang ketika waktu terbuang hanya untuk hal yang sia-sia.
Dan nilai kelima, jelas dia, tajdid menumbuhkan karakter berdaya sanding (kerjasama), saling merangkul berjalan beriringan, bukan berdaya saing dan saling menjatuhkan. “Prinsip fastabiqul khoirot adalah bersama-sama dalam mencapai sebuah kebaikan, bukan dengan jalan saling menjatuhkan, tetapi saling berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan organisasi ini,” pungkasnya. (bagas)
Discussion about this post