PWMU.CO-Kekuasaan dan politik harus dikembalikan pada teologi. Sebab kekuasaan itu milik Allah dan harus berbasis pada teologi. Jika berbasis pada teologi maka akan abadi.
Konsep politik kekuasaan itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur Dr HM Saad Ibrahim dalam acara Diskusi Publik dan Tasyakuran Milad PWMU.CO ke-2 yang bertempat di Aula KH Mas Mansur PWM Jawa Timur, Ahad (25/3/2018).
Dosen Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maliki) Malang memberi contoh bagaimana Hindu di India bisa bertahan karena mereka mengembalikan kekuasaan pada teologi. Begitu juga Budha, Konghuchu bisa bertahan karena berpegang pada teologi.
“Maka Muhammadiyah otomatis juga berbasis pada teologi. Sekarang sudah bertahan seratus tahun lebih dan sampai kiamat nanti, Muhammadiyah akan tetap ada,” ungkapnya disambut tepuk tangan hadirin.
Berbicara tentang partisipasi publik, Saad cenderung sepakat dengan pemilihan pemimpin lewat perwakilan seperti DPR/DPRD. Hal itu terungkap dari pendapatnya, masyarakat yang tidak memahami pemerintahan tidak usah ikut memilih.
Sebaiknya, sambung dia, pemilihan itu diserahkan atau dipercayakan pada masyarakat intelektual yang paham program calon untuk memilih pemimpin. “Karena para intelektual inilah yang paham mana yang pantas menjadi pemimpin,” katanya.
Dia memberi contoh bagaimana kepemimpinan Khulafaur Rasyidin yang hanya dipilih oleh beberapa orang saja tapi mampu memegang amanah dan menjalankan pemerintahan dengan baik. Pemilihan masa Umar bin Khathab menjelang wafat dengan membentuk kelompok kecil. Umar menunjuk enam orang formatur untuk memilih khalifah penggantinya lantas tim formatur itu memilih Utsman bin Affan.
Abu Bakar Assiddiq menjadi khalifah pertama setelah wafat Rasulullah juga dipilih dan dibaiat oleh beberapa orang saja yang di Saqifah Bani Sa’idah. “Dan Abu Bakar menunjukkan sebagai pemimpin umat Islam yang baik,” tegas Saad.
Saad menambahkan bahwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah memberikan intruksi kepadanya agar mendelegasikan kader terbaik Muhammadiyah Jawa Timur untuk masuk dalam tataran politik. Silakan ikut berpartisipasi, baik maju mencalonkan anggota legislatif, anggota DPD, atau anggota DPR. Namun dia juga berpesan jika ada kader Muhammadiyah yang masuk politik harus berhati-hati.
“Sistem demokrasi dan kekuasaan di negara kita ini masih belum baik. Seringkali orang yang baik masuk sistem yang tidak baik, maka jadi hilang. Kader Muhammadiyah jangan sampai seperti itu,” tegasnya.
Dia bercerita, pernah telepon Mas Nur Cholis Huda bertanya, Mas, apa sampeyan mau maju jadi calon legislatif? Dia jawab tidak. Terus menelepon Mas Nadjib Hamid, jawabannya sama-sama tidak mau. ”Kemudian saya menghubungi kader Muhammadiyah di Bojonegoro, dia ini orang baik, jawabannya juga tidak mau,” katanya.
Kiai Saad melanjutkan, Muhammadiyah banyak memiliki kader yang baik namun masih enggan turun menjadi peserta pemilu. Seharusnya turut waktunya para kader terbaik memberikan pemikirannya untuk kemaslahatan bangsa. (Nely Izzatul, Mulyanto, Anang)
Discussion about this post