
PWMU.CO – Makan bersama itu biasa. Tapi makan bersama dalam rangkaian pembukaan kegiatan ujian kenaikan tingkat Tapak Suci Putra Muhammadiyah Pimpinan Daerah (Pimda) 025 Gresik ke-55 ini luar biasa.
Kegiatan yang berlangsung di Perguruan Muhammadiyah Bungah—17 kilometer arah utara dari Kota Gresik—Jumat (13/4/18) ini, diikuti oleh 314 pesilat dari 30 Unit atau Cabang Tapak Suci se-Kabupaten Gresik.
Yang unik soal makan itu, adalah: pertama, makan bersama dilakukan di tengah-tengah lapangan, yaitu di halaman SMK Muhammadiyah 1 Bungah.
Kedua, jika pada tahun sebelumnya menunya disiapkan oleh unit atau sekolah masing-masing, tapi kali ini tidak. Penyediaan logistik disentralisasi oleh panitia.
Setiap peserta maju satu persatu dengan tertib untuk mengambil jatah makan malam: mengambil satu bungkus nasi dan satu gelas air mineral.
Apapun lauknya, bagaimanapun kondisi nasinya, harus diterima dengan ikhlas oleh peserta. Itu sudah menjadi ketentuan panitia.
Ketiga, perubahan jadwal makan yang berubah. Semula diagendakan sesudah acara pembukaan. Tapi kemudian dibalik: makan dulu baru pembukaan.
Tak ayal, perubahan itu mengagetkan sebagian peserta. “Lho! Makan dulu?” tanya Haedar Abdullah, peserta dari MI Muhammadiyah 2 Karangrejo, Manyar.
“Enak makan dulu, biar tidak lapar.” celetuk Krisna, sapaan Krisna Andre Rismawan, rekannya satu sekolah.
Krisna awalnya hendak makan sendiri dengan bekal yang dibawa dari rumah. Tetapi karena intruksi panitia, maka ia harus taat untuk makan bersama dengan menu yang sudah tersedia.
Makan bersama pun dimulai. Dipimpin oleh salah satu peserta dengan membaca doa makan yang kemudian diikuti oleh seluruh peserta.
Keempat, waktu makan yang dibatasi. Di tengah-tengah peserta menikmati santapan makan, terdengar suara panitia, “Ayo cepat! Segera dimakan. Tidak boleh lama. Waktu kurang 5 menit.”
“Lho! kurang 5 menit?” kata Haedar kaget. “Makan kok dimeniti?” ujarnya lagi sambil bergegas menghabiskan nasi yang masih tersisa.
“Habis Mas Haedar?” tanya Musyrifah, Kepala MIM 2 Karangrejo, yang mendekatinya.
“Iya bu, habis. Enak” jawabnya, sekenanya. “Tapi cepat-cepatan.”
“Itu bukan cepat-cepatan. Tetapi kita dilatih untuk menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Dan sekarang ini bukan latihan tetapi ujian,” tegas Musyrifah.
Musyrifah sendir mengakui jika dia lebih senang karena panitia menyediakan bekal makan. “Agar lebih tertib dan efisien,” kata dia yang terkesan dengan keharusan makan bersama di lapangan itu.
Menurutnya, tradisi itu harus dipertahankan. “Memang tampak biasa dan sederhana. Tetapi mereka akan mengenang kebersamaan ini sampai dewasa. Duduk bersama dengan lauk, porsi, dan rasa yang sama,” ungkapnya. (MN)
Discussion about this post