
PWMU.CO-Keberadaan musholla Ad Dakwah di Jln. Botoputih I No 16 Surabaya memiliki arti tersendiri bagi Ustad M. Rofiq Munawi. Maklum, musholla tersebut pernah menjadi bagian dari sejarah panjang Ketua PCM Kenjeran ini. “Jadi, keberadaan mushalla ini sangata terasa betul di benak pikiran saya,” kenang Ustad Rofiq Munawi saat memberikan kultum shalat tarawih di musollah Ad Dakwah, Jumat (18/05/2018).
Dikatakan, mushalla Ad Dakwah yang dibangun pada 1983 mempunyai keterkaitan dengan nama masjid Ad Dakwah di Jl. Blauran Kidul sebagai cikal bakal Kampus FIAD (Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah). Pada era pertama, terang dia, FIAD masih menginduk Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) karena di Surabaya belum mempunyai perguruan tinggi atau universitas.
“Kebetulan Pak Shomad yang dikader untuk menggantikan Ustad. Abd. Rochim Nur, MA Ketua PWM Jawa Timur juga dosen Tafsir di IAIN Sunan Ampel (almarhum). Dulu Ustad Shomad tinggal di Botoputih kemudian ditugaskan untuk memakmurkan masjid Ad Dakwah Jl. Embong Malang Kampung Blauran Kidul (Kampus pertama FIAD UMS) Maka namanya musala kembar dengan masjid Ad Dakwah Blauran tersebut,” terang dia menceritakan.
Setelah lama berada di Jl. Blauran, FIAD pindah di Jl. Kapasan No 73-75, depan Pasar Kapasan Surabaya. Dalam perkembangannya, FIAD Menginduk Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabata, masuk pada Fakultas Usuludin jurusan Perbandingan Agama. Meskipun di dalam FIAD masih ada nuansa fakultas dakwahnya. IAIN Sunan Ampel sendiri kini berubah menjadi UINSA (Universutas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya) Jl. Ahamad Yani Surabaya.
Bangunan yang unik seperti bangunan klasik dan tidak seperti mushala pada umumnya karena juga ber AC. Terlihat seperti rumah singgah dua lantai yang berdampingan dengan rumah warga. Panjangnya sekitar 4×10 meter persegi. Di dalam juga terdapat tulisan nama Rofiq Munawi yang berada di mushalla lantai dua. Rofiq mengaku ingatannya masih segar terkait dengan bentuk relief di dalamnya. Selain mubaligh, Rofiq juga dikenal sebagai juri kaligrafi tersebut.
Di lantai dasar tempat jamaah putri dan tempat wudlu. Sedangkan lantai atas untuk jamaah putra. Memang terlihat anggun dan berbeda. Tak biasa jamaah putri ditempatkan di bawah. “Di sini saya punya sejarah panjang karena saya juga pernah menjadi kepala SD Muhammadiyah 10 Kapasan tahun 1997-2006,”tutur dia. (Nashiir)
Discussion about this post