PWMU.CO-Mulai terkuak, ternyata di balik rahasia sukses para muballigh Madrasah Mu’alimin Muhammadiyah Yogyakarta yang hijrah ke Malaysia, tidak masuk ke ranah perbedaan madzhab. Mereka mengedepankan panggilan iman serta termotivasi kata hikmah ketua PP Muhammadiyah era perjuangan KH Djarnawi Hadi Kusumo. “Warga Muhammadiyah iku iso manjing ajur ajer datan kejur lan kejer,” kata hikmah KH Djarnawi Hadi Kusumo.
Maksudnya, warga dan simpatisan Muhammadiyah diharapkan bisa menyesuaikan diri demi mentransfer nilai aqidah Islam tanpa larut dengan kultur yang telah mengakar dalam sebuah komunitas manusia. Karena di Malaysia menerapkan madzhab Syafi’i, sedangkan disiplin ilmu di Muhammadiyah tanpa madzhab, maka harus memiliki jiwa besar, tidak menutup keyakinan penduduk asli, seperti para muballigh harus menjadi imam shalat subuh harus pakai qunut, padahal bertahun-tahun masalah qunut tidak dipraktikkan, namun setelah mempertimbangkan kepentingan lebih luas, yakni dakwah di negeri orang, maka hal ini dilakukan.
Petugas pendamping sekaligus pembimbing dari Madrasah Mualimaat Muhammadiyah Yogyakarta, ustadzah Zuvita Nandi Astika ketika dikonfirmasi via nomor whatsapp pribadinya mengatakan bahwa mengajarkan aqidah agama dari sumber Al-Quran dan Hadits, tidak langsung diambilkan dari sumber faham fikih akan membawa kemaslahatan banyak pihak. Para mubalighot, lanjut Zuvita, tidak masuk ke ranah perbedaan madzhab, karena berdakwah yang memperuncing perbedaan madzhab di negeri berbentuk kerajaan sangat sensitif, sehingga metoda transfer nilai ajaran Islam dengan metode Harfun, tahfidz, tahsin, dan bahasa arab sebagai bahasa pemersatu umat Islam menjadi pilihan terbaik.
Ustadzah asal Desa Mergayu kec Bandung Tulungagung Jatim inimenambahkan metoda Harfun adalah sebuah syistem belajar al Quran dengan memahamkan makna perkata, sehingga pada gilirannya peserta didik faham al Quran. Dengan faham makna, kata dia, diharapkan menjadi pendorong untuk menghafal, menelaah kandungan ayat-ayat al Quran, baik yang tersurat, terlebih ayat-ayat yang tersirat.
Menurut dia, meskipun bahasa Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, namun terdapat perbedaan, apalagi sasaran objek dakwah tertuju pada kemajemukan bangsa. Dikatakan, awalnya para mubalighot menemui kesulitan, tapi Allah Swt telah memberi ilham untuk jalan keluarnya. Termasuk memahami budaya dan etika serta kebiasaan orang-orang yang sekolah di sekolah Tahfidz al Ummah distrik Kajang negeri Selangor Malaysia. Itu juga yang menjadi tantangan bagi para muballighot untuk mencari solusi, yang belum pernah terbayang ketika belajar di Mualimaat Muhammadiyah Yogyakarta.
“Untunglah berbekal ketelatenan, dan modal do’a mohon petunjuk dari Allah Swt, satu persatu kesulitan bisa diurai,” kata Zuvita.
Diceritakan, salah seorang santrinya bernama Asfa Roudhony (16 tahun), ditempatkan di masjid Darussalam Puchong Malaysia. Asfa, kata dia, harus memiliki kesabaran ekstra karena mengajar al Quran di hadapan para nenek,.umur termuda 54 tahun, yang sedapat mungkin mendorong mereka agar menguasai bahasa arab, bahasa al Quran sebagai bahasa induk Islam, dan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
Sementara itu, petugas pendamping muballigh hijrah Internasional Mu’alimin, ustadz Husnan Wadi di tempat terpisah kepada kontributor PWMu.Co meminta agar kegiatan para muballighot juga diekspose karena peran mereka patut mendapatkan apresiasi. Mereka sangat percaya diri meski dua muballighot harus membina 100 orang santri di Pahang, 8 mubalighot bina beberapa majelis taklim, sedang 2 mubalighot ditugaskan membina di pondok Yatim Ruqoyyah, sedang seorang ditempatkan di pondok sungai Ramal Selangor
Dikatakan, mereka mengerjakan tugas ini dengan baik, tidak pernah mengeluh bahkan para muballighot mengawasi, sekaligus membina para penghafal al Quran, telah dilakukan secara baik penuh dedikasi, termasuk membimbing pelaksanaan berbuka bersama, sahur bersama, nyaris tanpa sekat antara muballighot dengan santri binaan mereka. “Mereka bagaikan keluarga yang terpisahkan oleh letak geografis, tetapi disatukan oleh Iman,” tuturnya. (Dahlansae NIKMAL abdu Pare)
Discussion about this post