Bagaimana Sandiaga Uno Menjadi Triliuner?

Sandiaga Uno (tengah) berjalan kaki menuju kantor KPU. (Foto @sanduino)

Sandiaga Uno (tengah) berjalan kaki menuju kantor KPU. (foto @sandiuno)

PWMU.CO – Di antara kandidat presiden dan wakil presiden untuk Pilpres 2019, Sandiaga Uno adalah yang hartanya paling banyak. Ia adalah triliuner. Pertanyaannya, bagaimana ia memperoleh dan melipat ganadakan harganya?

Sandi adalah pendiri dan pemegang saham Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG). Di perusahaan yang dipimpinnya, sebelum akhirnya mundur untuk menjadi wakil gubernur, ia memiliki 754.115.429 lembar saham.  Total saham perusahaan sebesar adalah  2.712. 967.000 lembar. Dalam prosentase, saham Sandi adalah 27,7967 persen.

Sebagaimana pada neraca perusahaan, harga nominal saham adalah Rp 100 per lembar. Karena Sandi adalah pendiri perusahaan, pada saat pendirian ia menyetor Rp 100,- dikalikan jumlah lembar saham alias Rp 75.41.542.900,-.  Tujuh puluh lima milyar itulah modal yang telah disetornya untuk Saratoga.

Bagaimana angka Rp 75 Milyar itu kemudian menjadi berlipat ganda? Sandi bukan tipe pendiri perusahaan jadul yang paradigmanya “lebih baik menjadi kepala ikan kecil daripada sirip ikan besar”.

Sebuah paradigma yang mengakibatkan seorang pendiri perusahaan tidak pernah terbuka untuk masuknya orang lain sebagai pesaham baru. Paradigma yang membuat perusahaan hanya akan tumbuh dari laba dan utang. Akibatnya perusahaan tidak agresif dan tidak tumbuh pesat dalam pendapatan, laba, aset dan nilainya.

Sebaliknya, sebagai penguasaha alumni negeri Paman Sam, dia pasti paham betul bahwa di dunia bisnis itu “ikan kecil” akan dimakan oleh “ikan besar”. Maka prinsip bisnisnya pun menjadi “lebih baik menjadi sirip ikan besar daripada kepala ikan kecil”. Buat apa menjadi “kepala ikan kecil” kalau akhirnya hanya dimangsa “ikan besar”.

Sebagai gambaran, sebuah perusahaan mini market yang memiliki 10 gerai ketika kulakan barang tentu harganya akan kalah murah dengan Alfamart yang memiliki 13 ribu gerai. Jika kulakannya sudah kalah murah tentu di pasar mini market tersebut akan kalah margin dan kalah dalam kemampuan promo penjualan yaitu memberi diskon untuk pelanggannya.

Bukan itu saja, si kecil  juga akan kalah dalam perebutan SDM berkualitas. SDM berkualitas akan lebih tertarik bekerja di Alfamart karena jalur karirnya terjamin. Tiap hari rata-rata mendirikan 3 gerai dan karenanya dibutuhkan 3 kepala toko baru.

Laju promosi jabatan menjadi kepala toko jauh lebih kencang dari pada karyawan mini market dengan 10 gerai tadi. Kalah persaingan mencari SDM artinya adalah kalah dalam adu kekuatan bersaing.  Sumber keunggulan utama persaingan ada pada SDM yang berkualitas.

Atas dasar prinsip “lebih baik menjadi sirip ikan besar dari pada kepala ikan kecil” itulah maka perusahaan SRTG menerbitkan saham baru. Tahun 2013 perusahaan menerbitkan 430.883.000 lembar saham dan dilepas di pasar laku dengan harga Rp 5.500.

Artinya, setiap investor baru menyetor untuk 1 lembar saham sebesar Rp 100, ia juga menyetor Rp 5.400 sebagai agio saham. Dalam bahasa awam agio saham ini bisa dianalogikan sebagai “upeti” dari pemegang saham baru kepada perusahaan yang telah berjalan baik.

Agio saham ini kedudukannya adalah seperti laba ditahan. Tidak untuk diambil oleh siapa pun, termasuk pemegang saham lama. Dana hanya boleh digunakan sebagai modal ekspansi perusahaan. Karena setelah IPO masih menerbitkan saham baru lagi maka total agio saham posisi akhir 2017 adalah Rp 5.185 triliun. Nampak bahwa Saratoga lebih banyak dimodali dari “upeti” daripada modal yang disetor oleh pendirinya.

Bagi pemengang saham pendiri seperti Sandi, agio saham  dinikmatinya berupa kenaikan aset, omzet, dan laba perusahaan. Memang dari persentase kepemilikan akan menurun. Tapi bukan berarti jumlah lembar saham milik pemegang saham lama turun. Jumlah lembar saham milik Sandi tetap. Tapi harganya naik. Uang yang disetor Sandi sebesar Rp 75 miliar itu kini nilanya telah naik berkali kali lipat.

Hari ini, 100 persen saham SRTG nilainya adalah Rp 10.39 triliun. Dengan persentase kepimilikaan sebagaimana di atas, nilai harta Sandi adalah Rp 2.89 triliun. Nilai itulah yang menjadi porsi terbesar dari harta yang dilaporkan Sandi di KPU sebagai seorang calon wakil presiden.

Kita bisa belajar dari Sandi bagaimana melipatgandakan uang dengan cara halal. Dengan cara bisnis. Dengan cara korporatisasi. Dirikan perusahaan dengan modal yang kita punya. Perbesar perusahaan dengan mengajak orang lain bergabung melalui penerbitan saham baru. Jika kinerja perusahaan bagus, orang lain akan datang berbondong-bondong dengan membawa “upeti” nya. Perusahaan pun membesar dan nilai saham akan terus naik.

Bukan hanya itu. Jika perusahaan laba tiap tahun Anda bisa menerima dividen. Tahun ini Sandi menerima dividen sebesar Rp 32 per lembar saham. Dengan jumlah lembar sebagaimana di atas ia total menerima Rp 24 miliar.

Seger bukan? Maka, jadilah pemegang saham perusahaan yang tumbuh dengan terus-menerus menerbitkan saham baru. Itulah perusahaan yang melakukan korporatisasi. Memang Sandi “hanya” pegang 27.7967 persen saham. Ia hanyalah “sirip”. Tapi “sirip” ikan besar. Bukan “kepala” ikan kecil yagn hanya akan jadi mangsa ikan besar. (*)

Kolom oleh Iman Supriyono, CEO SNF Consulting, IG/TG/Twitter: @imansupri

Ditulis di kabin Citilink dalam penerbangan Makassar-Surabaya, 12 Agustus 2018.

Iman Supriyono (Istimewa/PWMU.CO)
Exit mobile version