PWMU.CO-Salah satu bentuk ekonomi kerakyatan yang bisa dibangun di masyarakat adalah Baitul Maal wa Tamwil. Bentuknya koperasi tapi diatur secara syariah. Bisa dimulai dari kelompok pengajian yang diadakan PCM.
Hal itu disampaikan oleh Dr Warsidi, praktisi perbankan, saat memberikan wawasan ekonomi syariah dalam rapat kerja (raker) PCM Lakarsantri Surabaya bertempat di MIM 28, Jumat (17/8/2018). Rapat dihadiri oleh pengurus PCM, PCA, pimpinan majelis, Pimpinan Ranting, dan pimpinan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) 28.
Jamaah pengajian itu potensial untuk menjadi anggota BMT, kata Warsidi. Tinggal dibuat aturan dan tawaran produk yang menarik. Sumber dana BMT selain dari simpanan wajib dan simpanan pokok anggota, ujar dia, bisa bersumber dari zakat, infak dan wakaf.
”Pengelolaan dana zakat, infak dan wakaf ini tersendiri yang dipisahkan dari simpanan anggota,” ujar Warsidi yang lulusan doktor ekonomi syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unair.
Sumber uang infak dan wakaf yang mudah diperoleh, sambung dia, mengumpulkan uang receh dari masing-masing keluarga. Uang receh Rp 100, 200 atau 500 yang keleleran di rumah karena dianggap tidak ada harganya masukkan dalam umplung (kaleng) ketika sudah penuh serahkan ke BMT untuk dikelola menjadi bermanfaat bagi masyarakat.
”Ada kebiasaan pembeli di supermarket dan minimarket menyumbangkan uang kembalian receh. Uang receh itu saat terkumpul bisa mencapai miliaran setiap bulan. Itu terserah supermarketnya mau disumbangkan kepada siapa,” katanya. ”Jika diserahkan kepada BMT maka dapat diketahui pemanfaatan uang receh itu untuk apa saja,” tandasnya.
BMT, lanjut dia, beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk yang membantu masyarakat. Uang infak dan wakaf itu bisa disalurkan lewat produk pinjam uang tanpa bunga. ”Pinjam sejuta balik sejuta, pasti banyak orang tertarik,” katanya. ”Namun peminjam dianjurkan untuk berinfak sukarela agar dana itu juga berkembang,” katanya.
Lantas darimana keuntungan BMT? ”Lewat produk lain, misalnya jual beli atau disebut musyarakah,” ujar dia menjelaskan. Misalnya, ada nasabah butuh peralatan dapur, sembako, atau motor dilayani. Untuk peralatan dapur bisa kerja menghubungi pabriknya sehingga mendapat harga lebih rendah.
”Masyarakat tahunya mengenal produk perbankan ya mudharabah,” ujarnya. ”Ternyata hampir semua perbankan syariah hanya menganggarkan 15 persen untuk mudharabah,” sambungnya.
Mudharabah, katanya, aslinya bermakna bagi hasil. Peminjam utung hasilnya dibagi. Jika rugi, kerugiannya semestinya juga dibagi. ”Tapi mana ada perbankan yang mau rugi? Karena itu mudharabah di perbankan syariah tidak ada bagi rugi. Praktiknya sama dengan perbankan biasa, tapi alokasi dananya hanya 15 persen, ” ujarnya.
Karena itu nasabah bank syariah, kata dia, memanfaatkan produk musyarakah atau jual beli itu untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa.
Merespon pemaparan ini peserta Raker menyepakati memulai pembentukan BMT dari jamaah pengajian bulanan. ”Potensi anggota BMT sudah ada. Tinggal menyusun aturan main seperti besarnya simpanan pokok, simpanan wajib, dana infak wakaf serta tata cara peminjaman,” ujar Ketua Majelis Ekonomi Syaiful Anang. ”Insya Allah, akhir tahun ini sudah terbentuk BMT,” tandasnya. (sgp)
Discussion about this post