
PWMU.CO – “Sekolah ini seperti sebuah keluarga. Guru, siswa, wali murid, bahkan tamu pun ketika masuk ke sekolah ini terasa seperti keluarga,” ujar Ir Dodik Priyambada SAkt mengawali penyampaian materi pembinaan guru dan karyawan, Sabtu (18/8/18).
Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gresik tersebut mengungkapkan apa yang dirasakannya sejak awal bertamu ke SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik.
Di hadapan semua guru dan karyawan SDMM, Dodik—sapaannya—mengatakan, transfer of value (alih nilai) itu penting, tidak hanya transfer of knowledge (alih pengetahuan). “Nah, transfer of value seperti nilai-nilai kemanusiaan yang meliputi keramahan, kekeluargaan, itu saya baca tumbuh di sekolah ini,” ungkapnya.
Kepada peserta pembinaan, Dodik menanyakan, apa yang ada dalam pikiran kita ketika ada yang berbicara tentang Kentucky. “Ayam!” jawab sebagian besar peserta pembinaan disambut tawa beberapa peserta lainnya.
“Padahal, Kentucky itu nama salah satu negara bagian di Amerika,” ujar Dodik tersenyum.
Ia menjelaskan, itu adalah efek dari sebuah brand (merek) yang berhasil menjebol emosi intelektual kita. “Kita ingin dicitrakan seperti apa, itu harus kita bentuk. Pimpinan sekolah ikut mengarahkan,” jelas Dodik.
Pria kelahiran Nganjuk tersebut mengingatkan, sangat penting bagi sekolah untuk melakukan rejuvenasi (peremajaan/pembaharuan). “Ini merupakan proses untuk melahirkan kembali suatu layanan atau proses dengan melakukan perubahan yang sangat nyata, sehingga dapat menjadikan atau mengubah persepsi, citra, dan penilaian yang jauh lebih positif,” paparnya.
Dodik mengatakan, banyak yang melakukan rejuvenasi ketika sudah terpuruk, akhirnya membutuhkan energi yang sangat besar. “Karena itu, perbanyaklah sharing session (sesi berbagi) seperti ini,” tegas ayah dua anak tersebut.
Selain dapat menjaga kepercayaan masyarakat, lanjutnya, rejuvenasi sekolah juga sebagai langkah proaktif terhadap perubahan zaman yang memasuki era disruptif akibat dimulainya era industri 4.0. “Era disruptif ini sebagai masa dimana bermunculan banyak sekali inovasi–inovasi yang tidak terlihat, tidak disadari oleh organisasi mapan sehingga mengganggu jalannya aktivitas tatanan sistem lama atau bahkan menghancurkan sistem lama tersebut,” paparnya.
Rejuvenasi sekolah juga dapat menghilangkan kejenuhan dan krisis internal. “Ini bisa membuat sekolah melompat menuju tingkatan mutu yang lebih tinggi,” ujar Dodik.
Menurutnya, rejuvenasi lebih baik dilakukan saat sekolah sedang pada top performance (kinerja terbaiknya). “Hal ini karena saat itu sumber daya manusia sedang fresh (segar), sumber daya cukup, dan tersedianya waktu,” ungkapnya.
Sebaliknya, ketika rejuvenasi dilakukan saat sekolah terpuruk kinerjanya, itu adalah sebuah proyek krisis. “Karena saat itu sumber daya manusia sedang tertekan, sumber daya terbatas, dan waktu tidak panjang,” tegasnya.
Dodik menjelaskan, rejuvenasi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, mengganti yang sudah usang. “Baik itu sistem, sumber daya manusia, aset, dan sebagainya,” ujarnya.
Kedua, menambah yang kurang agar sesuai standar atau target.
Ketiga, menyehatkan atau memperbaiki yang sedang ‘sakit’ atau rusak. “Seperti aset, budaya, komunikasi, manajemen, dan sebagainya,” kata Dodik.
Keempat, berorientasi pada peningkatan dan pemantapan ‘kepercayaan’ masyarakat kepada sekolah. “Bisa menyasar jumlah siswa, citra (brand), dukungan, dan sebagainya,” ujarnya. (Vita)
Discussion about this post