PWMU.CO – Membatik, sekilas terlihat mudah. Tinggal mencelupkan canting dalam cairan malam, lalu menggoreskan di kain putih sesuai bentuk yang diinginkan. Tetapi setelah dicoba, ternyata tidak mudah. Hal ini dirasakan Georgiana Illeana Marian, bule asal Rumania saat praktik membatik bersama siswa kelas V di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Selasa (21/8/18).
Awalnya, siswa kelas V membuat batik sederhana dipandu guru prakarya Indah Nur Rahmawati SPsi. “Mereka saya beri motif batik yang berbeda-beda untuk dihias dengan krayon. Pilih warna yang tua atau gelap,” ujarnya.
Setelah semua motif berisi warna, lanjut Indah, tutup dasar menggunakan cat warna atau cat air yang digoreskan dengan kuas. “Pilih warna yang terang atau muda untuk mewarnai dasar agar mendapat hasil yang bagus. Tunggu sampai kering. Batik sederhana telah selesai dibuat,” jelasnya.
Meski cara ini terlihat sederhana, namun ada kendala-kendala yang dihadapi. “Jika warna krayon tipis, ketika ditutup dasar menggunakan cat air, maka warna krayon tidak mau timbul,” jelas Indah yang juga sebagai Penanggung Jawab Bimbingan Konseling di SDMM.
Ia juga membimbing Georgie—sapaan akrab Georgiana Illeana Marian—membuat batik dengan cara tradisional, yakni ngeblat atau membuat pola batik dan nyanting. “Sayang sekali stock pewarnanya tidak ada di toko, jadi tidak bisa sampai selesai praktiknya,” ujar Indah.
Indah telah menyiapkan beberapa bahan dan alat, seperti kursi dan tongkat sebagai gawangan, wajan kecil untuk mencairkan malam (lilin untuk membatik), anglo (stove) yakni kompor kecil dari besi sebagai alat pemanas malam, canting, kain putih, beberapa gambar motif batik, pensil untuk ngeblat motif batik ke kain, dan koran sebagai alas saat mencanting.
Meski demikian, Georgie membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk ngeblat dan nyanting. “This is my first experience and this is very entertaining,” ucapnya. Bagi dia, ini adalah pengalaman pertamanya dan sangat menghibur.
Baru pertama memegang canting, Georgie mengaku cukup kesulitan dan sedikit lelah. Apalagi sebelumnya, dia harus mengeblat pola batik yang dipilihnya ke kain putih. Ia terlihat sangat tekun dan fokus membatik. “It’s quite difficult and feels a little tired,” ungkapnya sambil memijat tangannya.
Georgie mengakui kagum dengan pembatik Indonesia setelah ia merasakan sulitnya membatik dengan canting. Terbukti saat mencanting, hasil miliknya kurang rapi karena ada malam yang melebar di beberapa bagian. “But I am satisfied that I can practice making batik with traditional tools. This is really impressive,” katanya sambil tersenyum. Ia puas dan senang karena dapat membatik dengan alat tradisional (canting).
Saking senangnya, Georgie mencoba lagi ngeblat motif lain, dan mencantingnya dengan cairan malam panas. “I want to try again,” ucapnya sambil mengambil kertas motif lain.
“I will bring it to Romania,” ungkapnya senang akan membawa hasil mencantingnya ke Rumania. (Vita)
Discussion about this post