PWMU.CO-Ada pemandangan yang tak biasa di PAUD Aisyiyah Kramat Sukoharjo Tanggul Jember. Semua siswa membawa bingkisan yang ditaruh dalam kresek berwarna hitam, Senin (24/9/2018). Dengan berwajah riang dan tersenyum manis memasuki halaman sekolah, para siswa bersiap-siap berkunjung ke rumah Fatah, salah satu teman yang ayahnya baru beberapa bulan meninggal.
“Aku bawa kue Bunda,” kata Jihan dengan suara kecilnya yang melengking. Bu Guru membalasnya dengan mengangguk.
“Aku bawa bawa roti dan mainan Bunda,” kata Febi tak kalah nyaringnya. Bu guru tersenyum sambil mengacungkan kedua jempolnya.
“Ayo, baris dua-dua, saling berpegangan tangan, hati–hati jalan licin karena kemarin hujan deras,” nasehat Ramya, salah satu guru.
Dengan berjalan tertib, mereka menyusuri jalan desa yang baru diperbaiki. Udara pagi masih terasa bersih dan segar menyelimuti sepanjang jalan. Daerah yang terletak di lereng pegunungan Argopuro itu memang menyediakan pemandangan indah dan udara yang sejuk. Sebagian besar penduduk desa berbahasa Madura dan bekerja sebagai buruh di PTP Zeelandia atau bekerja di ladang dan hutan.
“Nah binatang apa itu? lucunya,” kata bu Guru ketika melewati jalan setapak dan di sebelah kirinya terdapat kandang kambing.
“Embik, Bunda,” kata Amri dengan logat Madura dan suara yang keras.
“Wah.. bahasa Indonesianya Kambing Mas Amri bukan embik,” jelas Bu guru. Teman yang mendengarpun ikut tertawa.
“Ayo ucapkan salam Nak bersama –sama,” perintah bu guru.
Ibunda Fatah,Sri Utiyah keluar menyambut tamu–tamu mungil ini. Sambil menunggu menyiapkan hidangan sederhana dan teh hangat, dipandu salah seorang guru, para siswa menghafal beberapa surat pendek sekaligus menghitung banyak ayatnya.
“Saya senang, Bu. Anak–anak main ke rumah kami yang sederhana ini. Fatah ditinggal ayahnya beberapa bulan lalu. Tapi saya berusaha memberikan kasih sayang sebagai ibu juga sebagai bapak. Dan alhamdulillah Fatah tidak begitu merasa kehilangan. Dia tetap ceria seperti anak yang lainnya,” kata Sri Utiyah (Humaiyah)
Discussion about this post