Di Singapura Ada Sanksi Penjara bagi Orangtua Yang Tidak Menyekolahkan Anaknya

Muhammad Tarmizi bin Abdul Wahid  sedang presentasi. (Mul/PWMU.CO)

PWMU.CO – Para orangtua di Singapura yang abai pada pendidikan putra-putrinya siap-siap mendekam di balik jeruji besi. Sebab, ada sanksi hukuman penjara dari negara bagi orangtua yang tidak menyekolahkan anaknya di waktu yang ditentukan.

Demikian dikatakan Director of Irsyad Trust Limited Singapore Muhammad Tarmizi bin Abdul Wahid pada kuliah umum The 2nd Access – Academic Enligtening Session yang digelar SD Muhammadiiyah 4 Pucang Surabaya (Mudipat), di Auditorium Prof Din Syamsuddin TMB Lt. 4, Rabu (31/10/18) malam.

Acara tersebut diikuti seluruh guru dan karyawan Mudipat dan peserta tamu dari SDM 29 Surabaya dan SDM 2 Sidoarjo.

Tarmizi mengatakan, kualitas pendidikan di negera Singapura memang utama. Sebab Singapura konsen pada pembangunan sumber daya manusia.

Dia menjelaskan, di Singapura anak sekolah minimal usia enam tahun di level SD. Selanjutnya menempuh pindidikan selama empat atau lima tahun sebelum ke jenjang universitas.

“Selanjutnya (menempuh pendidikan) collage yang lebih mengarah kepada akademik atau poltek ke skill,” terangnya.

Diakui Tarmizi, sistem pendidikan Singapura secara umum berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan.

Budget education negara kami terbesar kedua dari negara. Visi pemerintah sangat jelas tentang pendidikan,” tuturnya.

Misalnya, di level SD visi pendidikan sudah tegas, untuk membedakan suatu yang baik dan buruk. Kemudian visi di level secondary yaitu siswa bisa berintergritas.

“Sedangkan di university mereka (mahasiswa) harus berani dan berkeyakinan tinggi menyuarakan pendapat,” ujar almunus Uiversitas Al-Azhar Kairo Mesir itu.

Menurutnya, Lee Kuan Yew-lah yang pertama kali menekankan pentingnya mengutamakan pendidikan di Singapura itu. Perdana Menteri Singapura (1959–1990) ini menekankan betapa pentingnya berdwibahasa dalam pembelajaran di sekolah.

“Di Singapura wajib menguasai dwibahasa. Berbahasa Inggris dan Tongue language-nya,” kata Tarmizi sambil menyarankan agar semua guru Mudipat menggunakan bahasa Inggris sejak datang ke sekolah hingga pukul 10.00.

Tarmizi juga bercerita jika di Singapura toko buku selalu ramai dan bukunya laris terjual. “Artinya minat baca warganya sangat tinggi. Karena pendidikan di sekolah dan di rumah berjalan beriringan. Di rumah orangtua mendukung pembelajaran,” terangnya.

Acara yang dibuka oleh Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya Dr M Ridwan MPd itu berlangsung berlangsung gayeng.

Narasumber cukup memukau para peserta. Di sesi dialog beberapa pertanyaan seputar kualitas pendidikan di Singapura dilontarkan peserta. (Erfin/Mul)

Exit mobile version