PWMU.CO – Di tengah-tengah muktamarnya, Pemuda Muhammadiyah (PM) dituduh melakukan korupsi dana Kemah Pemuda Islam Kemenpora tahun 2017. Maka wajar kalau suasana muktamar jadi agak kaku dan galau. Apalagi terhembuskan bahwa sumber tuduhan dari internal PM berkaitan persaingan kandidat di muktamar.
Kesertaan PM dalam kegiatan itu ibarat orang disambat secara suka rela menegakkan rumah yang doyong. Setelah rumah tegak kembali, ada orang luar yang kasak-kusuk menuding PM mencuri belandar, usuk, dan kusen. Pokoknya yang dicuri itu hampir separuh komponen rumah. Itu pun masih ditambahi dipopok beletokan.
Namanya juga kasak-kusuk maka sumber informasinya juga tidak jelas. Katanya ini katanya itu, katanya kawan saudaranya adiknya teman … dan seterusnya mirip mencari ketiak ular. Sampai-sampai korban kasak-kusuk disuruh cari sendiri sumbernya. Ini sama saja orang sakit gudik, tidak ditolong tapi malah disuruh mencari kumannya.
Tuduhan demikian pasti membuat sakitnya tuh di sini. Apalagi persepsi publik lantas ter-framing secara ciamik sebagai kejahatan kelembagaan atau sejenis kejahatan korporasi. Ditambah, posisinya disandingkan dengan GP Ansor. PM melakukan korupsi, sementara untuk kegiatan yang sama GP Ansor bersih. Jadilah penggambaran kontras hitam-putih.
Sehingga masalahnya bukan sekadar Ketua Umum PP PM Dahniel Anzar Simanjuntak dan Ketua Panitia Ahmad Fanani tetapi lembaga PM. Yang disebut adalah uang Rp 2 M yang diserahkan kepada PM diduga dikorupsi hampir separuh. Maka bisa saja nanti seluruh aktivis PM yang terlibat kepanitiaan masuk dalam proses hukum. Walhasil, masuk akal kalau PM merasa sedang digorok karakternya.
Maka wajarlah kalau kemudian PM bingung, baper, ginjal-ginjal layaknya monyet kebakaran ekor. Spontan mengembalikan semua uangnya ke Kemenpora. Meskipun maksud mengembalikan ini baik, tetapi ditanggapi dengan framing bahwa itu petunjuk kuat bahwa PM melakukan korupsi. Dibumbui bahwa mengembalikan uang tidak menggugurkan proses hukum. Sekali lagi framing yang ciamik.
Apapun yang dilakukan PM pasti terkesan sudah disiapkan antisipasi balasannya. Jadi PM itu seperti sudah dimasukkan dalam prosesor cyber drone. Alat itu sejenis digital computer super canggih. Saya juga belum pernah melihatnya. Cuma yang saya dengar sikik-sikik alat itu bisa mengakses informasi sejak seawal-awalnya dan memprediksi sampai se akhir-akhirnya, memberi petunjuk langkah antisipasi dan kurasinya. Pokoknya kalau otak sekelas lulusan S3 saja lewat. Harus S3 plus plus plus yang bisa mengimbanginya. Konon kabarnya alat ini dipergunakan tim sukses pada Pilpres di Amerika tahun 2016. Juga dipergunakan di perang dagang Cina-AS.
Seserpih Selilit
PM hendaknya mengikuti anjuran Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqaddas, ikuti saja proses hukum. Dan aparat hukum harus bertindak adil. Titik tekannya hukum untuk mendapatkan keadilan dan kebaikan meskipun di tahun politik hal itu seperti mencari seserpih selilit di tengah gigi buaya.
Sembari mengikuti proses hukum, PM harus kembali kepada pijakan dasar yang tak bisa goyah yaitu Alquran dan Assunah. Mintalah solusi kepada Alquran dan Assunah. Sebab sekarang ini ada kecenderungan mengaku tokoh muslim, organisasi Islam tetapi semakin jauh dari risalah Alquran dan Assunah. Lebih mengandalkan kalkulasi teoritis-rasional, klenik irasional sehingga tanpa disadari masuk dalam konstruksi labirin yang panjang berliku dan semakin gelap. Sering merasa sudah selesai padahal sebenarnya masih dalam lorong lain yang masih dalam satu gugusan labirin.
Hendaknya PM meletakkan tuduhan ini pada bingkai ujian dari Allah. Alquran surat Muluk ayat 2 menegaskan, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Ujian tidak hanya bersifat individual tetapi bisa sebuah lembaga, kelompok, komunitas, organisasi.
Apa mungkin ukhuwah Muhajirin dan Anshar di Madinah bisa kokoh jika tidak diuji kolusi Yahudi, kaum munafikin pimpinan Abdullah bin Ubai dan kaum penyembah berhala? Apalah Rasulullah Muhammad bisa sangat kuat jika tidak diuji Abu Jahal, Abu Lahab dan kaum musyrikin Mekah? Apa Nabi Yusuf bisa tidak mengalami dimasukkan dalam sumur dan penjara?
Pedomannya jelas. Ketika diimpit musibah (ujian) maka harus sabar dan shalat untuk mendapat pertolongan Allah. (Albaqarah 153). Tetap sabar sambil mengikuti proses hukum. “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan terapkan cara meningkatkan iman dan takwa kepada Allah, supaya kamu beruntung.“ (Ali Imran 200). Istilah siaga di sini berkonteks mengikuti proses hukum).
Apalagi jika musibah itu merupakan perbuatan makar dari pihak lain, maka tidak ada jawaban yang lebih pas kecuali tawakal kepada Allah. Bagi mereka yang mengamalkan wirid Al Ma’tsurat, Wirid Latif pasti mafhum tentang dahsyatnya wirid: hasbiyallahu la ilaha illa huwa alaihi tawakkaltu wa huwa rabbbal ‘arsyil adhim.
Justru ketika sudah tawakal, inilah Allah akan turun tangan langsung dengan kemahakuasannya dan kemahapemaksanya (Al Qohhar Al Aljabbar). Wamakaru wamakarallah. Wallahu khoirul makirin. Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu saya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya (Ali Imran 54).
Civil Society
Jika sudah bertekad untuk menyerahkan urusan ini kepada Allah, maka kuncinya adalah hati yang bersih, sabar, dan ikhlas. Harus ikhlas bahwa semua ini terjadi atas izin Allah. Hilangkan perasaan jengkel, kesal, dan bete.
Hindari menuduh polisi telah menjadi alat politik. Jangan katakan polisi telah merekayasa kasus untuk kepentingan di luar hukum. Jangan menganggap polisi berbuat tidak adil. Mulailah membangun persepsi bahwa polisi berusaha menegakkan hukum dengan seadilnya dan sebenarnya.
Ketika kita berdoa memohon Allah memberi negara ini polisi yang bersih jujur dan adil, maka harus ditunjang pula dengan kepercayaan kepada polisi. Bagaimanapun setiap negara butuh polisi.
Kalau ternyata polisi memang merekayasa dalam bingkai kezaliman, itu menjadi urusan Allah. Dan doa pihak yang dizalimi itu makbul. Kalau sudah pasrah kepada Allah, maka Allah akan bertindak lebih keras. Jika semula mungkin hukumannya cukup ditabok, dengan dipasrahi maka bisa ditambah dijungkirkan, ditabok, didengkul plus diculek.
Tentu saja, juga harus mencari itibar atau pelajaran. Salah satunya, sebagai kekuatan civil society PM harus berhati-hati berkolaborasi dengan kekuasaan. Kalau berkolaborasi berarti tidak ada jarak lagi ibarat orang berpelukan sambil saling menggenggam dengan erat sehingga malah sulit bergerak.
Politik kekuasaan itu digdaya. Politik kekuasaan itu menggiurkan dengan tawaran rente ekonomi yang bercabang-ranting beranak-pinak. Rente ekonomi dari politik kekuasaan itu bisa diterima individual, kelompok, organisasi dan sebagainya. Tetapi, sekali rente tetap rente. Dikonsumsi siapapun tetap haram. Betatapun enaknya rente, secara substantif tetap nanah panas yang membakar lidah dan tenggorokan.
Karena saking digdayanya maka biasanya civil society yang akhirnya lemas tak berdaya. Jadi ewuh pakewuh ketika harus melakukan amar makruf nahi munkar. Sudah dari sono-nya civil society itu memang harus berjarak dengan politik negara (kekuasaan). ( *)
Kolom oleh Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo.
Discussion about this post