PWMU.CO – Warga Surabaya, pasti tahu Jembatan Merah, Monumen Kapal Selam, Tugu Pahlawan, atau Jembatan Suramadu. Tapi Surabaya punya destiansi baru yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Yakni, Titik Nol.
Apa Titik Nol itu? Sebuah titik yang dipergunakan kali pertama untuk mengukur jarak kota satu dengan kota lainnya. Surabaya memiliki Titik Nol di halaman Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan Surabaya. Monumen tersebut Jumat (28/12/18) malam diresmikan oleh Gubernur Jatim Soekarwo alias Pakde Karwo.
Titik Nol awalnya hanya sebuah bangunan berbentuk 0. Namun, tidak banyak yang tahu keberadaanya sebab berada di antara rerimbunan pohon di halaman kantor gubernur.
Namun menjelang pergantian tahun sekaligus menjelang masa akhir jabatannya, Pakde Karwo menyulap monument tersebut dengan bangunan cukup megah.
Titik Nol tetap ada, namun karena kini dilengkapi dengan tugu yang menelan dana Rp 6,5 miliar, akhirnya dijuluki Ornamen Tugu Parasamya Purnakarya Nugraha.
Tugu tersebut menjadi simbol pencapaian Jawa Timur yang telah berhasil meraih penghargaan sebanyak tiga kali, atau yang terbanyak dalam sejarah diantara provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
“Pemerintah pusat memberikan Parasamya Purnakarya Nugraha sebagai penghargaan kepada institusi pemerintah atau organisasi yang menunjukkan karya tertinggi pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara holistik dan lengkap selama tiga tahun berturut-turut. Jawa Timur meraih penghargaan ini pada Tahun 1974, 2014, dan 2017,” kata Pakde Karwo.
Pakde Karwo menjelaskan, ornamen tugu ini menggambarkan secara indah rentetan kesenian budaya yang mencerminkan perjalanan sejarah. “Tari Gandrung Banyuwangi menggambarkan semangat perjuangan masyarakat setempat yang saat itu memberikan hiburan untuk bangsa penjajah, setelah itu dilawan dan diusir dari Bumi Blambangan,” jelasnya.
Kemudian, imbuh gubernur kelahiran Madiun ini, ornamen Tari Remo yang menggambarkan penyambutan kepada penjajah, yang kemudian dilakukan penyerangan terhadap mereka. Lalu ornamen Reog Ponorogo yang mencerminkan perlawanan terhadap ketidakadilan, serta ornamen Karapan Sapi asal Madura yang memiliki nilai sejarah olahraga dan kesenian khas masyarakat Madura.
“Khusus ornamen Karapan Sapi ini mengandung pesan, yaitu kepada masyarakat Jatim, khususnya para generasi milenial, untuk berlari seperti karapan. Dimana Karapan adalah simbolik cepatnya pembangunan di era sekarang, dimana siapa yang cepat, dialah yang menang, bukan yang besar yang menang, tapi yang cepat,” terangnya.
Dalam sambutannya, seniman sekaligus penggarap Tugu Parasamya, I Nyoman Nuarta mengatakan, pihaknya bersyukur mampu menyelesaikan pembangunan tugu ini dalam waktu relatif singkat, yakni hanya 2,5 bulan. Tantangannya adalah menggabungkan karakter-karakter yang berbeda-beda dari berbagai daerah di Jatim.
“Seperti Karapan Sapi dari Madura, yang merupakan olahraga yang cepat, kemudian Tari Gandrung yang lemah lembut, dan Tari Barong yang masing-masing berbeda karakternya. Ini kita coba satukan untuk menjadi rangkaian komposisi yang bagus, memang tidak mudah. Tapi syukurlah kami bisa menuntaskan karya seni ini dalam 2,5 bulan lebih cepat dari target awal yang 4-5 bulan,” katanya. (CI)
Discussion about this post