
PWMU.CO – Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik Nanang Sutedja menegaskan perlusnya pimpinan menerapkan lima level Knowledge Management Models ala Karl M Wiig dalam pengelolaaan sekolah di era revolusi 4.0.
Hal tersebut dia sampaikan dalam Knowledge Management Sharing yang dilaksanakan di Sinergi Room SMP Muhamamdiyah 12 GKB, Sabtu, (5/1/19). Kegiatan diikuti peserta dari sekolah Muhammadiyah GKB, yaitu SDM 1 GKB, SDM 2 GKB, SMPM 12 GKB, dan SMAM 10 GKB.
Menurut Nanang, mengelola pengetahuan yang menjadi aset intelektual pegawai sangat penting karena merupakan bank data dari segala pengetahuan dalam sebuah organisasi, termasuk di sekolah.
“Sekolah inovator kunci utamanya ada di human resource, sehingga bila pengetahuan dari SDM (sumber daya manusia) ini dikelola dengan baik maka akan menghasilkan kreativitas dan inovasi tanpa batas bagi kemajuan sebuah sekolah,” ungkapnya.
Mengutip Karl M. Wiig (1993), Nanang menjelaskan level Knowledge Management Models. Pertama novice, seseorang dengan tingkat kesadaran pengetahuan yang rendah dalam menjalankan aktivitas.
“Pegawai dengan tingkatan novice menjalankan aktivitasnya dengan apa adanya dan kadang tidak bernilai karena tidak dibekali dengan ilmu yang cukup,” ujarnya.
Level kedua, beginner, seseorang dengan memiliki pengetahuan yang cukup. Namun tidak tahu cara menggunakannya. Level ketiga competence (kompetensi), seseorang memiliki pengetahuan yang banyak, tapi proses penggunaanya terbatas.
Nanang mengatakan, seorang guru paham tentang model dan strategi pembelajaran Paikem Gembrot misalnya. Namun bila jarang diaplikasikan maka tidak akan terasah dengan baik dan tidak memberikan value atau nilai bagi diri guru dan siswanya.
“Seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan expert dan master-lah yang sangat dibutuhkan di era informasi saat ini, sehingga sekolah harus memanagemeni dengan baik pengetahuan pegawainya sehingga naik ke tingkat expert dan master,” ujar dia.
Seseorang dengan tingkat pengetahuan expert (level keempat), sambungnya, akan mampu menyimpan dengan baik pengetahuan dalam fikirannya dan tahu di mana pengetahuan tersebut dapat diterapkan.
Level kelima dari knowledge management models adalah master. Seseorang ini, jelas Nanang, mampu menginternalisasi pengetahuan di otak bawah sadarnya (unconsious) sehingga mampu secara mendalam mengaplikasikan pengetahuannya hingga memperoleh prestasi spesifik.
“Seorang pemimpin sekolah harus memiliki knowledge management models pada level expert dan master di bidangnya sehingga akan dapat menghasilkan ide kreatifitas, menjadi role (contoh) model bagi anggota di bawahnya,” pesan Nanang
Nanang menekankan, akan banyak keuntungan yang diperoleh bila sebuah organisasi mampu mengelola pengetahuan SDM-nya dengan baik .” Selain dapat menetapkan proses kerja yang akan dijalankan di organisasi, membuat strategi keunggulan kompetitif yang berkelanjutan juga dapat mendesain dan sekaligus memarketkan produk (services) bagi sebuah organisasi dengan lebih bermutu,” terangnya.
Sharing session ini mendapat respon positif dari para peserta. “Materi yang disampaikan sangat menarik, dapat membuka wawasan kita sebagai leader (pemimpin). Pengetahuan itu aset yang berharga bagi sekolah sehingga butuh untuk di-refresh dan di-update terus menerus,” ungkap Ulyatun Ni’mah SPd, Waka Marketing SMA Muhammadiyah 10 GKB Gresik yang menjadi salah satu peserta kegiatan tersebut. (Anis Shofatun)
Discussion about this post