PWMU.CO – Beberapa hari ini Walikota Surabaya, Bu Tri Rismaharini, sempat disibukkan oleh anak-anak sekolah yang bolos. Bahkan ditangkap oleh Satpol PP. Saya perlu membuat catatan pendek soal ini.
Pertama, membolos bukan sepenuhnya kesalahan murid. Prinsip edukatifnya: tidak ada murid yang salah; yang salah adalah orangtuanya, gurunya, dan birokrasinya.
Kedua, dari 10 murid, kira-kira hanya dua anak yang cocok dengan belajar ala sekolah. Padahal delapan anak ini cerdas, tidak pemalas, tidak nakal. Hanya cara belajar mereka ini berbeda dengan dua anak tadi. Sekolah adalah penjara bagi kedelapan anak ini. Juga membosankan.
Mereka lebih suka belajar di luar sekolah: klub silat, sekolah sepakbola, sanggar seni, atau bahkan naik gunung dan menyelam di laut. Outbounding. Lalu belajar ketrampilan sambil bekerja membantu orang tuanya mencari nafkah. Banyak riset menunjukkan sekolah hanya bermanfaat bagi anak dari keluarga mampu. Hanya sedikit anak miskin yang berhasil melalui belajar model persekolahan.
Ketiga, banyak sekolah hanya tempat guru mengajar tapi bukan tempat murid belajar. Belajar tidak pernah mensyaratkan formalisme persekolahan yang rumit dan birokratik.
Kegiatan belajar hanya empat kegiatan pokok: membaca, praktik, menulis, dan berbicara. Jadi yang penting adalah memberi kesempatan belajar, bukan cuma kesempatan bersekolah. Wajib Belajar, bukan wajib bersekolah. (*)
Gunung Anyar, 7 Januari 2019
Kolom oleh Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS Surabaya.
Discussion about this post