PWMU.CO – Muhammadiyah sejak awal meletakkan pondasi pergerakannya pada dakwah wa tajdid—tajdid tetapi bagian dari dakwah.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr H Haedar Nashir MSi dalam ceramah di Tabligh Akbar Muhammadiyah Gresik, Ahad (20/1/19).
Haedar mengatakan, surat Ali Imran ayat 104 itu sudah seperti instrumental dalam diri kita. “Instrumental itu ya seperti instrumen. Hal-hal yang teknis karena sudah rutin bahkan sering dibaca,” ujarnya.
Menurut Haedar, Kiai Dahlan menjadikan ayat ini inspirasi dalam dakwah karena kandungannya luar biasa dinamis. “Agar setiap orang itu menjadi umat yang bukan sekadar orang biasa, tetapi umat yang ternyata dia punya kemampuan akal, pikiran, dan nurani lalu dia menjadi subyek, menjadi aktor yang berbuat,” jelasnya.
Tugas kita di Muhammadiyah ini, kata Haedar, sesuangguhnya mulia tapi berat. “Karena kita harus menjadi pelaku dakwah, mengajak pada Islam, mengajak pada segala macam kebaikan di muka bumi ini, kemudian mencegah dari yang munkar,” ungkapnya.
Haedar menegaskan, amar makruf nahi munkar itu sama susahnya, jadi jangan membanding-bandingkan. “Jadi kalau nahi munkar itu lebih susah ketimbang amar makruf, sama saja. Itu bersifat kualitatif,” kata dia.
Di saat tertentu, lanjutnya, amar makruf yang mungkin parsial lebih mudah, tapi ketika nahi munkar yang struktural lebih susah. “Tapi bisa juga dibalik. Ketika nahi munkarnya hal yang kecil, melarang orang buang sampah di sembarangan itu kan mudah. Tapi ketika amar makruf yang bersifat struktural, menegakkan kebaikan dalam sistem ketatanegaraan misalkan, itu kan tidak gampang,” papar Haedar.
Ia menegaskan, tugas warga Muhammadiyah membangun itu. “Hanya orang-orang yang punya kesadaran ilmu, kesadaran iman, dan kesadaran rasional yang mampu menggerakkan itu,” tuturnya.
Bahkan kalau menurut Djindar Tamimi—kiai di Muhammadiyah yang sangat mengerti seluk beluk tafsir Muhammadiyah—kata Haedar, inilah yang merupakan perintah dari Kiai Dahlan untuk mendirikan organisasi, karena berbuat dakwah itu tidak bisa sendirian. “Maka lahirlah Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang bersyirkah dari semua elemen dan menyatu menjadi satu kesatuan untuk berbuat,” jelasnya.
Haedar mengatakan, inilah yang menjadi pondasi jamiyah kita. “Maka kalau pekerjaan kita sendiri-sendiri itu berat, ketika kita bergabung dalam organisasi menjadi ringan. Itu poinnya,” ujarnya.
Dan setelah kita berorganisasi, tambahnya, baru dibuat kaidah-kaidah organisasi yang mengikat kita menjadi kekuatan kolektif yang tersistem. “Itu yang menjadi inspirasi kita untuk hidup dan selalu bergerak,” kata dia.
Haedar menuturkan, tujuan akhirnya adalah menjadi orang-orang yang beruntung. “Maka seluruh yang kita kerjakan ini insyaallah membawa pada amal saleh dan pahala kita di yaumul akhir. Dan itulah etos Muhammadiyah,” pesannya. “Maka jangan sampai etos ini luruh.” (Vita)
Discussion about this post