PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr Haedar Nashir menyatakan Persyarikatan Muhammadiyah berkomitmen kuat untuk melakukan gerakan pencerahan atau tanwir pada abad kedua perjalanannya.
Komitmen itu ditegaskan oleh Haedar ketika menjadi keynote speaker dalam acara Sarasehan Kebangsaan Pra Tanwir Muhammadiyah di Theater Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dome, Kamis (7/2/19).
Haedar mengatakan, gerakan pencerahan merupakan praksis dari Islam berkemajuan yang orientasinya adalah membebaskan, memberdayakan, dan memajukan serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Juga untuk memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan lain yang bercorak struktural dan kultural.
“Gerakan pencerahan ini menampilkan wajah Islam yang mampu menjawab masalah kekeringan rohani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan,” terangnya.
Alumni IPM itu memaparkan, Muhammadiyah dalam gerakan pencerahannya juga berkomitmen untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi. Juga memuliakan martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi, kemajemukan, serta membangun pranata sosial yang utama.
Karena itu, lanjut dia, Muhammadiyah akan terus berupaya bergerak mengemban misi dakwah dan tajdid untuk menghadirkan Islam sebagai ajaran yang mengembangkan sikap tengahan (wasithiyah) guna membangun perdamaian.
“Nah, komitmen Muhammadiyah tersebut menunjukkan karakter gerakan Islam yang dinamis dan progresif dalam menjawab tantangan zaman, tanpa harus kehilangan identitas dan rujukan Islam yang autentik,” terangnya.
Haedar melanjutkan, dalam melakukan gerakan pencerahan, Muhammadiyah terus berikhtiar untuk mengembangkan strategi dari revitalisasi (penguatan kembali) ke transformasi (perubahan dinamis) untuk melahirkan amal usaha dan aksi-aksi sosial kemasyarakatan yang memihak kaum dhuafa maupun mustadhafin.
“Muhammadiyah juga berikhtiar untuk memperkuat civil society atau masyarakat madani bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa,” urainya.
Sebab, kata dia, Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang atau sikap welas asih terhadap sesama. Bahkan terhadap seisi alam semesta. “Ajaran mulia Islam tentang welas asih atau kasih sayang itu haruslah kita wujudkan dalam perilaku sehari-hari,” pintanya.
Sayangnya, kritik dia, dalam kenyataannya terjadi paradoks atau hal-hal yang tampak bertentangan antara nilai ajaran dengan perilaku pemeluknya. Di mana, Islam mengajarkan pemeluknya untuk adil dan ihsan, tapi para pemeluknya tidak jarang berbuat dzalim dan keburukan.
“Islam juga mengajarkan kasih sayang, ta’awun, dan ukhuwah, tapi pemeluknya berbuat permusuhan dengan sesama, bahkan dengan sesama seiman,” urainya.
Haedar mencontohkan, dalam narasi dan amalan orang Islam rajin shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya secara intensif misalnya tapi sikap dan tindakannya diwarnai amarah, kasar, buruk kata, kebencian, dan permusuhan.
“Islam hanya sebatas ilmu dan ajakan. Tapi tidak dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Paradoks beragama seperti itulah yang termasuk beragama yang tidak mencerahkan serta dimurkai Allah,” tandas sambil mengutip Alquran Surat Ash-Shaff Syat 3. (Aan)
Discussion about this post