PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyoroti kebebasan yang dimiliki media sosial (medsos). Menurutnya medsos yang sangat bebas memungkinkan setiap orang bisa memproduksi informasi apa saja dan kapan saja.
“Kalau pada media arus utama kontrol dilakukan oleh redaksi dan seperangkat undang-undang yang mengaturnya, media sosial hampir tidak ada. Setiap orang bisa membuat konten apa pun yang diinginkan,” ujarnya.
Haedar menyampaikan hal itu dalam Forum Dialog dan Literasi Media Sosial di Hotel Grage, Bengkulu, Kamis (14/2) sore. Seminar diadakan dalam rangka Pra Tanwir Muhammadiyah yang akan berlangsung Jumat-Ahad (15-17/2/19).
“Di media sosial fakta dikalahkan opini. Yang salah bisa jadi seolah benar, sehingga tidak jarang membuat para pembuat kebijakan maupun politisi menjadikan media sosial sebagai alat agitasi dan propaganda,” kata Haedar.
Oleh karena itu Haedar menyampaikan perlunya menggelorakan literasi pencerahan sebagai pengamalan surat Iqra ayat pertama.
“Maka di forum tanwir ini kita juga akan menggunakan diksi literasi pencerahan. Diksi ini harus digelorakan, sebab cerah itu bagus dan Islam itu mencerahkan. Ayat pertama yang diturunkan Allah itu sangat mencerahkan,” tegasnya.
Menurut Haedar, Muhammadiyah harus bekerja sama dengan pemerintah melakukan gerakan literasi yang berkeadaban, menyehatkan, melawan informasi yang membodohkan.
“Kita lawan hasrat-hasrat alamiah dan primitif seperti kebencian, amarah. Naluri-naluri seperti ini ketika menemukan ruang maka seperti benih yang menyebar. Keburukan-keburukan itu lama kemalaan akan seolah menjadi benar,” katanya mengintakan.
Haedar menegaskan, mengajarkan cerdas dan kritis menjadi ciri ulil albab, yaitu orang yang memperoleh petunjuk dan cerdas pemikirannya. “Pada orang yang mendapat petunjuk memiliki kemampuan mengolah dan menyeleksi untuk mendiskusikan teks tanpa harus langsung mengeluarkan atau menyebarkan,” terang dia.
Fikih Informasi
Pada kesempatan tersebut diluncurkan buku Fikih Informasi yang dirumuskan Majelis Tarjih dan Tajdid bersama Majelis Pustaka dan Informasi dan diterbitkan Majalah Suara Muhammadiyah.
Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara yang ikut menjadi pembicara menyambut gembira dirumuskannya fikih informasi. Dia berharap buku Fikih Informasi tidak hanya untuk kalangan warga Muhammadiyah. “Harus disosialisakan kepada masyarakat luas. Muhammadiyah harus menjadi lokomatif menarik gerbong masyarakat untuk melek informasi yang sehat,” ujarnya.
Dia mengatakan, buku Fikih Informasi terbitan Muhammadiyah ini sangat membantunya untuk bicara ke mana-mana. “Saya sangat berterima kasih,” ucapnya.
Sementara itu pembicara lain, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang membidangi Majelis Pustaka dan Informasi Prof Dr Dadang Kahmad menyampaikan Fikih Informasi dibahas dalam fokus grup diskusi tahun 2016 yang diawali oleh Majelis Pustaka dan Informasi dan Majelis Tarjih dan Tajdid di Universitas Prof Dr Hamka di Jakarta.
Dengan Fikih Informasi, Muhammadiyah bisa memberikan panduan kepada masyarakat agar dapat menggunakan media sosial dengan lebih baik.
“Dakwah yang efektif ke depan itu melalui digital. Ini tantangan bagi Muhammadiyah. Kita harus memproduksi konten-konten ke medsos yang bisa diakses oleh anak-anak muda,” katanya.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Prof Dr Syamsul Anwar menyampaikan, perumusan Fikih Informasi ini merupakan jawaban terhadap perlunya tuntunan hidup di era informasi yang semua berubah dengan cepat karena derasnya aliran informasi.
Dalam pandangan Muhammadiyah, fikih bukan sekadar menetapkan hukum halal dan haram. Fikih memberikan landasan hukum sebagai tuntunan dalam menghadapi kehidupan sesuai tantangan zaman.
“Maka kita membuat tuntunan agama di bidang informasi. Masyarakat hidup di tengah dunia maya, maka Muhammadiyah harus hadir memberikan tuntunan. Muhammadiyah berpartisipasi membangun masyarakat maju dan berkeadaban,” jelasnya. (MN)
Discussion about this post