PWMU.CO– Masih banyak umat Islam yang menepikan hadits sebagai bagian dari sumber hukum. Hal tersebut disampaikan Dr Zainuddin MZ Lc dalam Kajian Ahad Pagi di Masjid An Nur, Komplek Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo, Ahad (17/2/19).
Fenomena tersebut, menurut pengajar di Madinah, Arab Saudi itu, disebabkan karena masih adanya mindset yang salah dari umat Islam sendiri. “Sekarang saya mau tanya, mana yang didahulukan Alquran atau hadits? tanyanya pada jamaah yang hadir.
“Nah, iya kan,” tutur Zainuddin saat mendengar mayoritas jawaban para jamaah yang menyebut Alquran.
Padahal, menurut dia, Alquran dan hadits sama-sama berasal dari Allah. “Jika haditsnya dhaif maka yang didahulukan Alquran. Tapi, jika haditsnya shahih, maka bisa disandingkan, dikompromikan,” jelasnya.
Zainuddin khawatir, jika umat Islam masih menganggap hadits bukan sesuatu yang perlu dikaji. “Pelemahan- pelemahan itu banyak, terutama dari maraknya kajian Alquran, tapi di sisi lain malah menepikan hadits. Tidak mau mengkaji hadits,” bebernya. Padahal, sambungnya, Alquran banyak multitafsir jika tidak diiringi dengan penjelasan Rasulullah melalui hadits.
Zainuddin lalu memberikan contoh, fenomena yang akhir-akhir ini marak di beberapa daerah seperti di Nusa Tenggra Barat dan Gresik. Muncul fatwa kesetaraan gender dari ulama muda yang belajar di Timur Tengah, jika wanita itu setara dengan laki-laki dalam kewajiban shalat Jumat.
“Mereka menafsirkan surat Al Jumuah ayat 9, yaa ayyuhalladzina’amanu, yang berarti panggilan untuk semua umat yang beriman, baik untuk laki-laki maupun perempuan untuk kewajiban melaksanakan shalat Jumat,” ungkapnya.
Jika itu kemudian ditelan mentah-mentah, maka menurut Zainuddin, para takmir-takmir masjid harus siap-siap menambah ruang masjid bagi ibu-ibu, karena shalat Jumat sudah merupakan kewajiban bagi mereka.
“Padahal ada hadits dari Abu Daud dan Imam Hakim yang mengatakan, shalat Jumat itu wajib, kecuali pada hamba sahaya, wanita, anak-anak, dan orang sakit,” jelasnya.
Zainuddin MZ mengatakan, menurut sahabat yang meriwayatkan bernama Thariq bin Syihab, yang berasal dari kalangan sahabat termasuk ‘mursal shahabi’, haditsnya manqul dan shahih,” imbuhnya.
Zainuddin lalu mempertanyakan ayat Alquran yang diklaim oleh mereka yang mewajibkan wanita shalat Jumat. “Ayat pada surat Al Jumuah itu hanya perintah. Bukan kewajiban seperti puasa,” ujarnya lalu menyitir Al Baqarah ayat 183 yang mengandung kata kutiba ‘alaikumussyiyam.
Maka, lanjut Zainuddin, hadits mempunyai otoritas untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan itu. “Laki-laki dan perempuan punya hak kesetaraan gender. Tapi nilai kesetaraan itu bergantung pada Rasulullah yang mempunyai kewenangan,” ujarnya.
Dia lalu menyebut contoh, hukum shalat Jumat itu wajib bagi laki-laki sehat. Sementara sunah bagi perempuan. Juga bagi hamba sahaya yang belum merdeka. “Kalau diwajibkan bagi perempuan, bagaimana untuk ibu-ibu yang baru selesai nifas? Kan kasihan,” ungkap Zainuddin. (Darul)
Discussion about this post