• Redaksi
  • Iklan
  • JarMed
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
Advertisement
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
No Result
View All Result
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim
No Result
View All Result
Pwmu.co | Portal Berkemajuan
No Result
View All Result

Tawarkan Konsep Khilafah Perenial, Begini Penjelasan Lengkap Din Syamsuddin

Selasa 2 April 2019 | 09:40
in Headline, Opini
0
87
SHARES
89
VIEWS
Prof Din Syamsuddin. (Prima/PWMU.CO)

PWMU.CO – Agaknya ada kesalahpahaman atau paham salah dari satu-dua orang terhadap pikiran yang saya sampaikan sebelumnya tentang khalifah dan khilafah. Mungkin karena terlalu singkat atau karena bahasanya sulit dipahami.

Saya sebenarnya bermaksud mengajukan gagasan bahwa realisasi tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardh (wakil Tuhan di bumi) sebagaimana disebut dalam Alquran adalah terwujudnya (kekuasaan Allah di bumi).

Manusia sebagai khalifah Allah (wakil Allah) mengemban amanat mewujudkan— yang saya sebut sebagai Khilafah Perenial. Ini adalah misi suci yang harus diemban baik secara individual maupun secara kolektif.

Khilafah Perenial ini perlu menjelma dalam Khilafah Kultural atau Sivilisisional, yang tiada lain adalah suatu Sistem Tamaddun/Sistem Peradaban berdasarkan nilai-nilai Allah yang diwakili—untuk tidak mengatakan Sistem Peradaban Islam.

Pikiran ini sudah sering saya sampaikan ketika menjadi pembicara di forum internasional dengan istilah The Alternative Civilization. Tariq Ramadhan menyebutnya dalam bahasa Arab sebagai al-Badil al-Tsaqafi.

Pikiran ini diajukan untuk memberi respons terhadap fenomena peradaban dunia yang mengalami kerusakan serius baik dalam bentuk “gangguan besar” (great disruption) atau “kerusakan dunia yang bersifat akumulatif (accummulative global damages/fasad al-‘alam al-mutarakim).

Di tingkat global ada semacam konsensus bagi adanya Tata Dunia Baru (New World Order). Dalam pembicaraan di kalangan cendekiawan Muslim dunia disepakati perlu adanya jawaban Dunia Islam terhadap problematika dunia tersebut. Mahathir Muhammad pada 2010 mengadakan konperensi internasional di Kuala Lumpur dengan tema Toward a New World Order.

Dengan obsesi Pesan Bogor 2018 tentang Wasatiyyat Islam dan Pancasila sebagai Jalan Tengah Islami, pada Agustus 2018 saya adakan The Seventh World Forum dengan tema The Middle Path for the World Civilization (Jalan Tengah sebagai Solusi Peradaban Dunia) yang melahirkan Pesan Jakarta.

Kemudian, Wawasan Jalan Tengah (wasathiyyat Islam), ditambah dengan watak Islam sebagai din al-rahmah wa al-salamah dengan Wawasan Kasih Mondial (rahmatan li al-‘alamin/mondial peace and mercy) dan Islam sebagai din al-hadharah (agama peradaban berkemajuan) saya kristalkan menjadi gagasan tentang Khilafah Kultural-Sivilisisional.

Saya memilih konsep khilafah karena itu merupakan akar dari penciptaan dan dasar dari eksistensi manusia. Tentu dasar eksistensi ini berpangkal pada prinsip Tauhid, dalam pengertian kemenyatuan penciptaan atau unity of creation, sebagai faktor ontologis/fondasi metafisik.

Saya mempertimbangkan konsep Khilafah Perenial sebagai faktor instrumental/faktor epistemologis. Realisasi Khilafah Perenial meniscayakan adanya faktor aksiologis/fondasi etik berupa ishlah atau orientasi kerja kebaikan dan kemaslahatan dalam bentuk amal saleh kebudayaan dan peradaban. Ishlah, dapat diartikan pembangunan/perbaikan/rekonstruksi/restorasi, perlu bermuara pada perdaban saleh.

Baca Juga:  Pelantikan IPM Dihadiri Din Syamsuddin, Begini Kesannya

Ayat tentang khalifatullah fi al-ardh dalam Alquran didahului oleh ayat tentang perintah agar manusia melakukan ishlah (menjadi min al-mushlihin). Sampai di sini, saya mengajukan sistematika baru ajaran Islam dalam kerangka filosofis ontologi, epistemologi, dan aksiologi menjadi: Tauhid —> Khilafah —> Ishlah.

Namun yang terakhir memikiki tridimensi yakni kasih-sayang (rahmah), jalan tengah (wasathiyyah), dan berkemajuan (hadharah). Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut sebuah Peradaban Baru/Tata Dunia Baru (New World Order/New World System) dapat diwujudkan.

Inilah yg saya ajukan sebagai Khilafah Kultural-Sivilisisional. Khilafah dalam pengertian ini dapat dipahami sebagai respons terhadap al-Madinat al-Munawwarah atau peradaban yang mencerahkan (enlightening civilization) yang dibangun Muhammad SAW.

Pada tingkat tertentu, tamaddun seperti itu dikembangkan oleh al-Khilafat al-Rasyidah yaitu empat Sahabat Nabi, yang sebenarnya dari awal ingin disebut sebagai Khalifat Rasulillah. Dari titik ini konsep khilafah yang berhubungan dengan sistem kekuasaan bermula.

Dari titik ini pula banyak ulama/fukaha, khususnya dari kalangan Ahlussunnah Waljamaah melakukan teoritisasi tentang khilafah sebagai ajaran Islam dan mengaitkannya dengan kenabian seperti Al-Mawardi menyebutnya sebagai khilafat al-nubuwwah, bahkan ada yang mengaitkannya dengan ketuhanan (khalifah sebagai bayang-bayang Tuhan di bumi/zhillullah fi al-ardh).

Al-Ghazali dalam buku berbahasa Persia menyejajarkan khalifah/pemimpin politik dengan nabi: Nabi dapat wahyu, pemimpin politik dapat Farr-i Izady.

Din Syamsuddin: Mengangkat Isu Khilafah pada Pilpres Membangkitkan Luka Lama

Sebenarnya konsep khilafah adalah tipikal Sunni (berdasarkan pada syura dan baiah), yang berbeda dengan konsep Syiah yaitu imamah (berdasarkan walayah dan ishmah).

Dimensi Ilahi pada konsep khilafah ini ditolak oleh Ibnu Khaldun. Dalam Muqaddimah, Ibnu Khaldun menilai al-Khilafat al-Rasyidah merupakan kekuasaan keagamaan (al-sulthat al-diniyyah), namun setelahnya berubah menjadi kekuasaan keduniaan (al-sulthat al-madaniyyah).

Khilafah historis yang pernah ada setelah al-khilafat al-rasyidah telah bertransformasi menjadi kerajaan (istilah Ibnu Khaldun: fi inqilab al-khilafah ila al-mulk), dan para orientalis seperti Gibb dan Hudgson menganggapnya sebagai revivalisasi patrimonialisme Arab.

Pada era modern, kritik terhadap revivalisasi khilafat historis datang dari sejumlah ulama/cendekiawan Muslim antara lain Muhammad Imarah, Dhiya al-Din Rais, dan sebelumnya ‘Ali ‘Abd al-Raziq. Yang terakhir, dalam karyanya Al-Islam wa Ushul al-Ahkam yang ditulis sebagai tanggapan terhadap karya Rasyid Ridha yang berjudul Al-Imamah wa al-Khilafatul ‘Uzhma, bahkan secara tegas menyatakan bahwa Islam tidak menentukan sistem negara atau pemerintahan, tapi diserahkan kepada kaum Muslimin untuk menentukannya berdasarkan kaidah hukum, logika politik, dan pengalaman bangsa-bangsa.

Baca Juga:  KH Hasyim Muzadi di Mata Din Syamsuddin

Oleh karena itu, konsep khilafah politik sebagai bentuk revivalisasi khilafah historis yang diajukan oleh sementara ulama setelah likuwidasi khilafah di Turki pada 1924, seperti pada gagasan Rasyid Ridha (Al-imamah wa al-khilafat al-‘uzma), Abul Kalam Azad (The Caliphate Movement), atau Al-Nabhani dengan Hizbut Tahrir, pada hemat saya, bersifat reduksionis (tahfidh al-ma’ani).

Gagasan mereka tentang Khilafah Politik ini memang dapat dipahami dalam konteks logika situasi politik di Dunia Islam pada paruhan pertama abad ke-20. Gagasan-gagasan itu perlu dihargai sebagai ijtihad yang mungkin relevan dengan masanya. Namun, pada masa pasca kolonialisme dengan terbentuknya Negara Bangsa (Nation State), dan negeri-negeri Muslim membentuk sistem pemerintahan masing-masing, maka Khilafah Politik tidak diperlukan lagi.

Untuk Indonesia tercinta, pada 17 Agustus 2010 saya menyampaikan Taushiyah Kebangsaan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan judul “Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah” (Negara Kesepakatan dan Kesaksian).

Setahun kemudian Ketua MPR Taufik Kiemas (alm) meminta saya menyampaikan pidato pada Peringatan Hari Pancasila 1 Juni. Saya sampaikan judul serupa dengan tambahan frasa “Baituna Jannatuna” (Rumah Kita, Surga Kita).

Pikiran darul ‘ahdi was syahadah merupakan tanggapan terhadap konsep dalam pemikiran politik Islam klasik yang mengenal istilah Dar al-Silm atau Dar al-Islam (Negara Islam), Dar al-Kufr atau Dar al-Harb (Negara Kafir yang bisa diperangi), Dar al-Sulh (Negara Damai), dan lain sebagainya.

Alhamdulillah gagasan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah menjadi Keputusan Muktamar Muhammadiyah di Makassar Tahun 2015. Sebagai konsekwensi logis dari ketetapan hati kita terhadap Negara Pancasila adalah implementasi Pancasila itu sendiri dalam setiap aspek kehidupan bangsa.

Di sinilah masalahnya: kehidupan nasional mengalami distorsi, deviasi, dan disorientasi dari nilai-nilai dasar Pancasila, khususnya dalam sistem politik dan sistem ekonomi. Pancasila terlalu banyak diperkatakan tapi kurang diperbuatkan. Kelemahan bangsa dalam mengamalkan Pancasila membuka celah bagi munculnya paham atau ideologi-ideologi lain. Ideologi-ideologi ini akan subur berkembang jika Pancasila gagal diamalkan secara sejati dan nyata.

Dalam konteks itulah, saya tidak setuju dengan cara kita menghadapi kemunculan ideologi non, bahkan, anti-Pancasila yang lebih mengedepankan kekuasaan, bukan dialogis persuasif. Ideologi berada dalam pikiran manusia, tidak akan mudah hilang dengan membunuhnya, apalagi jika “pembunuhannya” menampilkan ketidakadilan, dan faktor lingkungan diabaikan.

Sebagai pemangku amanat di organisasi kemasyarakatan Islam, saya prihatin dan sensitif terhadap cara kita mengatasi masalah yang berhubungan dengan Islam dan umat Islam, seperti masalah terorisme, jamaah, khilafah, dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Ini Klarifikasi Din Syamsuddin soal Alasan Mundur dari Utusan Khusus Presiden yang Viral

Pemerintah cenderung melakukan generalisasi yang berakibat pada distorsi image Islam. Isu-isu tadi berhubungan dengan ajaran atau konsep Islam. Dan kelompok Islam yg melakukannya sebenarnya memperjuangkan apa yang bisa disebut sebagai self claimed Islamic doctrine (doktrin yang diklaim secara sepihak), karena bukan arus utama pemikiran umat Islam. Maka seyogyanya perlu ada kehati-hatian, agar tidak mendistorsi ajaran-ajaran mulia tadi.

Dalam menjaga keutuhan umat dan mencegah konflik internal yang jika terjadi akan mengganggu stabilitas nasional, organisasi/lembaga Islam perlu menjadi “mediating and moderating force” (kekuatan penengah dan pemersatu). Itulah orientasi Muhammadiyah, atau MUI, dan lain-lain yang memilih menjadi tenda besar (al-khaimat al-kubro) bagi semua elemen umat.

Seperti motto Pondok Modern Gontor, “Berada di atas dan untuk semua golongan”, orientasi kepemimpinan ini cenderung mengayomi setiap dan segenap elemen, walau tidak bersetuju dengan paham yang dikembangkannya. Dialog intraumat seagama ini lebih utama dan pertama sebelum dilakukan dialog antarumat berbeda agama (ukhuwah Islamiyah sebelum ukhuwah wathaniyyah).

Pilihan ini tidak mudah, karena rentan ditolak oleh pihak yang berlawanan, dan rentan dianggap ambivalen. Anggapan itu sah saja, tapi selama diniatkan untuk kemaslahatan maka tidak perlu berhenti di tengah jalan.

Dalam latar demikianlah, khususnya gagasan khilafah Kultural-Sivilisisional tadi—bahwa khilafah tidak hanya bercorak politis—saya merasa terusik dengan pengungkapan wacana polarisasi ideologis. Polarisasi demikian, terutama dalam nada generalisasi pejoratif dikaitkan dengan Pancasila. Polarisasi demikian potensial mendorong perpecahan di tubuh bangsa.

Dengan kerendahan hati saya menunggu kritik terhadap substansi pikiran di atas. Tanggapan mengenai pribadi dan mengandung sinisme tentu tidak perlu saya ditanggapi. Ada tanggapan yang menganggap saya pendukung khilafah politik, padahal seperti dijelaskan panjang di atas, saya mengajukan gagasan khilafah baru, sambil ingin merekonstruksi konsep khilafah yang terreduksi dan terdistorsi.

Jelasnya, posisi pikiran yang saya ajukan: Khilafah adalah ajaran Islam yang mulia dan memiliki keluasan dan kedalaman makna. Khilafah Politik merupakan reduksi terhadap kedalaman dan kemuliaan tadi. Khilafah perenial yang Qurani perlu dijelmakan oleh manusia (lintas agama dan bangsa) menjadi Khilafah Kultural-Sivilisisional, yaitu Tata Dunia Baru (World Order) untuk menggantikan Sistem Dunia (World System) yg sekuler dan membuat kerusakan dunia yang bersifat akumulatif. (*)

Opini oleh Prof Dr Din Syamsuddin MA, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ditulis dalam perjalanan dari Zurich menuju Lindau, Jerman menghadiri Sidang Religions for Peace Internasional.

Ini Jawaban Din Syamsuddin atas Konsep Khilafah-Khalifah yang Dapat Kritik Keras

Tags: Din Syamsuddin
Share35SendTweet22

Related Posts

Syekh Ali Jaber Wafat, Ini Kesan Din Syamsuddin
Kabar

Syekh Ali Jaber Wafat, Ini Kesan Din Syamsuddin

Kamis 14 Januari 2021 | 13:15
7.4k
Presidium KAMI: Indonesia dalam Bahaya
Kabar

Presidium KAMI: Indonesia dalam Bahaya

Selasa 12 Januari 2021 | 14:06
9.8k
Kabar

Kisah Perjodohan Din Syamsuddin dengan Cucu Pendiri Pondok Gontor

Minggu 3 Januari 2021 | 19:11
7.7k
Soal Corona Ketua Dewan Pertimbangan MUI Prof M. Din Syamsuddin meminta pemerintah jujur dengan mengatakan apa adanya kejadian yang sebenarnya terjadi.
Headline

Abdul Mu’ti Tolak Jabatan Wamendikbud, Ini Tanggapan Din Syamsuddin

Kamis 24 Desember 2020 | 14:26
5.1k
Mati ibarat Diwisuda, Gelarnya Almarhum
Kabar

Mati ibarat Diwisuda, Gelarnya Almarhum

Jumat 18 Desember 2020 | 11:29
499
Din Syamsuddin: bunga setoran haji sebaiknya diberikan kepada jamaah. (foto dokumentasi pwmu.co)
Kabar

Presidium KAMI Desak Presiden Bentuk Tim Independen Pencari Fakta

Selasa 8 Desember 2020 | 08:13
2.3k
Next Post
Haedar Nashir: Warga Muhammadiyah Jangan Bermental Pinggiran Hadapi Pemilu 2019

Haedar Nashir: Warga Muhammadiyah Jangan Bermental Pinggiran Hadapi Pemilu 2019

Diklat IPM Ini Serasa Ajang Reuni

Diklat IPM Ini Serasa Ajang Reuni

Ingin Sukses Bisnis Online? Ikuti Tips Pengusaha Muda Ini

Ingin Sukses Bisnis Online? Ikuti Tips Pengusaha Muda Ini

Promosikan Caleg Kader Muhammadiyah di Sela Pengajian

Promosikan Caleg Kader Muhammadiyah di Sela Pengajian

Baru Tiga Tahun Berdiri, Fakultas Kedokteran UMSurabaya Terakreditasi B

Baru Tiga Tahun Berdiri, Fakultas Kedokteran UMSurabaya Terakreditasi B

Discussion about this post

Ngaji Hadist

Musibah, Cara Allah Menghapus Dosa
Ngaji Hadits

Musibah, Cara Allah Menghapus Dosa

Jumat 22 Januari 2021 | 09:06
281

Potret udara soal kerusakan kantor Gubernur Sulawesi Barat yang diguncang gempa (Foto dok CT Arsa sumber detik.com) Musibah, Cara Allah...

Read more
Wafatnya Ulama, Cara Allah Mencabut Ilmu
Ngaji Hadits

Wafatnya Ulama, Cara Allah Mencabut Ilmu

Jumat 15 Januari 2021 | 11:14
794

Wafatnya Ulama, Cara Allah Mencabut Ilmu. Syekh Ali Jaber salah satu ulama Indonesia yang telah wafat (Foto detik.com) Wafatnya Ulama,...

Read more
Semua Penyakit Ada Obatnya
Ngaji Hadits

Semua Penyakit Ada Obatnya

Jumat 8 Januari 2021 | 09:43
229

Semua Penyakit Ada Obatnya (ilustras freepik.com) Semua Penyakit Ada Obatnya ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami...

Read more
Larangan Mencela Waktu
Ngaji Hadits

Larangan Mencela Waktu

Jumat 1 Januari 2021 | 09:43
394

Larangan Mencela Waktu (ilustrasi ilounge.com) Larangan Mencela Waktu ditulis oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, Pengasuh Kajian Tafsir al-Quran Yayasan Ma’had Islami (Yamais), Masjid...

Read more

Berita Terkini

Curahan Hati pun Bisa Jadi Modal Menulis Opini

Curahan Hati pun Bisa Jadi Modal Menulis Opini

Sabtu 23 Januari 2021 | 18:12
Harapan Smamsatu di Milad Ke-6 Smamio

Harapan Smamsatu di Milad Ke-6 Smamio

Sabtu 23 Januari 2021 | 15:26
Ini Momen Interaksi Siswa Berlian School dengan Al-Quran

Ini Momen Interaksi Siswa Berlian School dengan Al-Quran

Sabtu 23 Januari 2021 | 14:28
Muhammadiyah Jangan Tenggelam di Tengah Perubahan Cepat Ini

Muhammadiyah Jangan Tenggelam di Tengah Perubahan Cepat Ini

Sabtu 23 Januari 2021 | 13:52
9 Syarat Pemimpin Muhammadiyah

9 Syarat Pemimpin Muhammadiyah

Sabtu 23 Januari 2021 | 13:32
Masjid At-Taubah Surabaya Peduli Bencana

Masjid At-Taubah Surabaya Peduli Bencana

Sabtu 23 Januari 2021 | 12:25
Monopoli politikus

Monopoli Politikus Kuasai Hak Rakyat

Sabtu 23 Januari 2021 | 11:58
Menunggu Madam Bansos

Menunggu Madam Bansos Diungkap KPK

Sabtu 23 Januari 2021 | 09:53
Relawan MDMC

Relawan MDMC Tembus Desa Terisolasi Serahkan Bantuan Gempa Mamuju

Sabtu 23 Januari 2021 | 09:50
Salihi Saleh

Salihi Saleh, Bendahara PWM Sulbar Meninggal Menyusul Istrinya

Sabtu 23 Januari 2021 | 09:09

Berita Populer Hari Ini

  • Resmikan Sekolah Riset Smamio Gresik, Ini Harapan Haedar Nashir

    Resmikan Sekolah Riset Smamio Gresik, Ini Harapan Haedar Nashir

    6325 shares
    Share 2530 Tweet 1581
  • TVMu Jatim Stasiun Mugeb Gresik Diresmikan

    5593 shares
    Share 2237 Tweet 1398
  • Anggota DPR RI Resmikan PLTS Smamio

    5105 shares
    Share 2042 Tweet 1276
  • Ideologi Muhammadiyah Tergantung Ulama Tarjih

    8507 shares
    Share 3403 Tweet 2127
  • Smamio Campus Tour Virtual Libatkan Alumni di 30 PT Favorit

    4464 shares
    Share 1786 Tweet 1116
  • Salihi Saleh, Bendahara PWM Sulbar Meninggal Menyusul Istrinya

    3306 shares
    Share 1322 Tweet 827
  • Ikhtiar Medis dan Teologis Bebas Covid

    3205 shares
    Share 1282 Tweet 801
  • Tekad Smamio Menjadi Sekolah Kreatif tanpa Batas

    3166 shares
    Share 1266 Tweet 792
  • Banjir Kalimantan akibat Eksploitasi Alam yang Sembrono

    5346 shares
    Share 2138 Tweet 1337
  • Milad Ke-6, Smamio Resmikan 3 Ikon Sekolah

    2520 shares
    Share 1008 Tweet 630
Pwmu.co | Portal Berkemajuan

pwmu.co Portal Berita dakwah berkemajuan di bawah naungan PT. Surya Kreatindo Mediatama.

Hubungi Kami

WA : 0858-5961-4001
Email :pwmujatim@gmail.com

Follow Us

  • Dewan Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Info Iklan

© Pwmu.co - PT. Surya Kreatindo Mediatama

No Result
View All Result
  • Home
  • Kabar
  • Kajian
  • Kolom
  • Featured
  • Khutbah
  • Musafir
  • Canda
  • Index
  • MCCC Jatim

© Pwmu.co - PT. Surya Kreatindo Mediatama