PWMU.CO-Rabu (3/4/2019) calon siswa baru SMP Muhammadiyah 4 Tanggul (SMP Muhata) Jember berkumpul di sekolah. Mereka datang bersama orangtuanya. Sudah ada 65 siswa baru yang mendaftar hingga awal April ini.
Hari itu ada penjelasan Kepala Sekolah Suwandi Al Husaini SKomI di kampus Mahad Tahfidul Quran Bambu Kuning. Juga hadir dalam pertemuan ini Pimpinan Cabang Muhammmadiyah Tanggul dan Bendahara Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jember Ir H Ali Maksum.
Suwandi Al Husaini menjelaskan, tahun pelajaran 2019/2020 sekolah ini menawarkan sistem asrama. Siswa perempuan tinggal di Mahad Tahfidul Quran. Siswa pria menginap di Muhammadiyah Boarding School (MBS) di Desa Patemon.
”Cita-cita besar PCM Tanggul mempunyai pesantren Tahfidhul Quran. Membekali generasi Islam dengan Alquran. Melindungi mereka dari dampak negatif HP. Sekaligus menyiapkan kader-kader persyarikatan yang tangguh,” jelasnya.
Dia menambahkan, sekolah sudah merancang model asrama ideal yang bisa diterapkan di Tanggul. ”Penyempurnaan terus dilakukan dengan mengadopsi model pesantren lain sehingga mendapatkan bentuk yang pas,” tambahnya.
Hari itu calon siswa mengukur baju seragam. Ada enam seragam yang akan diterima siswa baru. Seragam Hizbul Wathan, IPM, putih biru, batik Muhammadiyah, jaket almamater, dan baju olah raga.
Usai pertemuan di kelas, wali murid diajak naik bus sekolah, minibus, dan mobil pribadi pimpinan. Rombongan wali murid diajak city tour sambil meninjau lokasi MBS dan sekolah lama.
”Ibu-ibu sekarang kita keliling kota sambil melihat MBS,” ujar Wakasek Kurikulum Humaiyah yang bertindak sebagai tour leader. ”Saya akan menerangkan rute bus sekolah. Sehingga rumah siswa baru yang dilewati jalur ini tinggal menunggu di jalan,” ujarnya.
Dia menerangkan, siswa yang rumahnya di Desa Kramat Sukoharjo dan Patemon, kawasan gunung, juga disediakan mobil antar antar jemput minibus L 300. ”Kalau menggunakan bus ini insya Allah tidak bisa naik,” seloroh Humaiyah disambut tawa penumpangnya.
Di tengah perjalanan, ada wali murid yang tampak berkaca-kaca seperti menahan haru.
”Ada apa, Ibu?” tanya Humaiyah.
Dengan mengusap air mata wali murid Dewi Wardah itu menjawab, ”Saya gak pernah diginiin, Bu.”
”Maksud diginian, bagaimana ya? ”
”Selama menyekolahkan anak-anak, gak pernah saya diajak jalan-jalan naik bus. Disenangkan seperti ini,” jawabnya masih dengan berkaca-kaca. (Humaiyah)
Discussion about this post