PWMU.CO – Sebagai konsultan internasional, Khoirul Anam SPd MPsi tidak pernah ditanya ijazahnya apa. Ia justru selalu mendapat pertanyaan ‘kamu bisa apa’. Anam—sapaan akrabnya—berkesempatan memberi motivasi kepada 91 guru dan karyawan di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Jalan Amuntai 01 GKB Gresik, Jumat (31/5/19).
Dalam pembinaan bertajuk “Strengthening Teacher’s Personality to Improve Learning Quality in 4.0 Era” itu, Anam menyampaikan materi “Guru Hebat, Murid Dahsyat”. Peserta pembinaan ini berasal dari lima lembaga pendidikan di Kecamatan Manyar, yaitu Play Group Tunas Aisyiyah Perumahan Pongangan Indah (PPI), TK Aisyiyah 36 PPI, SDMM, MI Muhammadiyah 1 Gumeno, dan MI Muhammadiyah 2 Karangrejo.
“Sekarang kalau Ustadz dan Ustadzah saya tanya, saya gak peduli ijazahnya apa ya. Ustadz dan ustadzah bisa apa untuk Muhammadiyah?” ujar Senior Teacher Continuing Professional Development (CPD) Advicer untuk Kemendikbud dan Kemenag, di bawah Kementerian Luar Negeri Australia itu.
Menurutnya, apa yang bisa para guru berikan untuk Muhammadiyah itu lebih berharga dari pada menunjukkan satu lembar ijazah. “Ditentang-tenteng ngalor ngidul (dibawa ke manaa-mana) ternyata apa yang ada di ijazah tidak mencerminkan siapa dirinya,” kata dia.
Yang lebih parah lagi dan sering saya kritik, kata Anam, gelarnya tinggi tapi tidak ada kontribusi sedikit pun terhadap kebaikan umat ini, itu justru malapetaka. “Jadi ke mana-mana itu lebih suka gelarnya disebut tinggi-tinggi, padahal sama sekali dalamnya itu kosong,” tegasnya.
Anam mengatakan, orang seperti itu tidak ada visi dalam hidupnya untuk memperbaiki generasi ini. “Tidak ada misi bagaimana untuk mengubah nasib generasi yang akan datang. Itu jauh lebih parah,” ungkap ayah tiga anak itu.
Pria asal Sidoarjo itu mengingatkan, jangan pernah menuntut orang lain untuk menghargai diri kita. “Hargailah diri kita sendiri dulu. Pantaskan diri kita untuk dihargai. Saya yakin orang lain akan menghargai,” tuturnya.
Tak kalah pentingnya, lanjut Anam, jangan menuntut kebesaran tempat kita untuk membesarkan diri kita. “Besarkan diri kita dulu, sehingga siapa pun melihat kita menjadi orang besar,” pesannya.
Melihat kondisi Indonesia saat ini, pria yang saat ini tinggal di Pamulang, Tangerang Selatan itu menuturkan, silakan presidennya siapa saja, tapi sebagai orang yang ada di madrasah atau sekolah, kita harus memiliki keyakinan. “Sudahlah, apa pun yang terjadi di negeri sekarang ini, yang penting sekolah kita terbaik dan anak-anak harus mendapatkan sekolah yang terbaik,” kata dia.
Sekolah terbaik itu, kata Anam, cirinya adalah gurunya terbaik. Ia pun bercerita pengalamannya mencari sekolah terbaik bagi anak-anaknya saat harus pindah ke Pamulang karena kerja di Jakarta. “Saya tuh keliling. Banyak sekolah mahal, banyak sekolah menurut orang baik,” ujarnya.
Bagi Anam, memilih sekolah terbaik cukup sederhana. Ia hanya perlu datang ke ruang guru dan ngobrol sedikit saja. “Saya sudah godheg-godheg (geleng kepala). Gak, anak saya ndak akan saya sekolahkan sini. Saya datang lagi ke sekolah lain, gak cocok,” ungkapnya.
Bahkan, ia datang ke sekolah lain yang mahal. “Sebetulnya kalau saya bilang, bukan sekolah kita yang mahal, tapi sekolah lain yang terlalu murah,” ujarnya. Menurutnya, sekolah mahal itu bisa dibuktikan kalau memang berkualitas. “Itung-itungannya jelas itu,” ungkapnya.
Ia akhirnya bersyukur saat datang ke sekolah Muhammadiyah di Pamulang. “Alhamdulillah langsung cocok. Walaupun waktu itu saya gak tahu bahwa ada Muhammadiyah yang baik di sana,” ujarnya senang.
Motonya, kata Anam, siapa pun presidennya, anak-anak harus pergi ke sekolah yang terbaik. “Jangan pernah goyah sekolah ini oleh apapun kondisi yang ada di luar sana,” tuturnya. “Itu poinnya.” (Anik/Vita)
Discussion about this post