PWMU.CO – Pemutaran video tentang tiga pemain profesional sepak bola Jepang yang dilawan 100 anak klub sepak bola yang baru belajar, begitu menghidupkan suasana pembinaan guru dan karyawan di SD Muhammadiyah Manyar (SDMM) Gresik, Jalan Amuntai 01 GKB Gresik, Jumat (31/5/19).
Video kocak namun penuh makna itu disampaikan Senior Teacher Continuing Professional Development (CPD) Advicer untuk Kemendikbud dan Kemenag, di bawah Kementerian Luar Negeri Australia Khoirul Anam SPd MPsi dalam pembinaan bertajuk “Strengthening Teacher’s Personality to Improve Learning Quality in 4.0 Era”.
Adapun peserta pembinaan ini sejumlah 91 orang yang berasal dari lima lembaga pendidikan di Kecamatan Manyar, yaitu Play Group Tunas Aisyiyah Perumahan Pongangan Indah (PPI), TK Aisyiyah 36 PPI, SDMM, MI Muhammadiyah 1 Gumeno, dan MI Muhammadiyah 2 Karangrejo.
Dari video tersebut, tampak tiga pemain profesional itu bisa mengalahkan 100 anak klub sepak bola yang baru belajar. Anam mengaku terinspirasi video itu ketika melihat kondisi terakhir saat ini yang seolah-olah pergumulan antara benar dan salah. “Kalau kita merasa benar, jangan khawatir walaupun sedikit. Hasil bisa jadi tidak sekarang, tapi kita tetap berjuang, karena suatu saat pasti yang kompeten itu akan menghasilkan sesuatu,” jelasnya.
Selain itu, lanjut Anam, video tersebut juga mengajarkan strategi yang muncul setelah seseorang itu berkompeten. “Kenapa yang kecil-kecil itu tidak punya strategi? Lah gak kompeten kok disuruh strategi gimana?” ujarnya. Ia kemudian menganalogikan dengan seorang guru. “Jenengan misalkan, guru matematika. Loh menguasai matematika aja gak bisa kok disuruh cara mengajar yang baik,” sindirnya.
Menurutnya, kita semua harus tahu bedanya inti dan strategi. Apa yang terjadi saat ini, kata Anam, orang masih suka salah dalam melihat sebetulnya inti persoalannya apa. “Saya mau tanya, Ustadz dan Ustadzah pernah gak Jenengan itu dites? Bukan disupervisi ya, dites,” tanyanya kepada peserta.
Ia mengatakan, pihaknya saat ini sedang mengembangkan Assessment for Teacher Improvement (ATI). “Karena itu siapkanlah. Jenengan itu kalau sudah menjadi guru, jangan setengah-setengah. Diniati jadi guru, diniati mengabdi,” tuturnya.
Pria kelahiran Sidoarjo, 15 Maret 1972 itu menegaskan, di luar sana banyak orang yang sebenarnya ingin mendapatkan kesempatan seperti Ustadz dan Ustadzah, tapi peluangnya itu belum ada. “Apapun peran kita saat ini. Guru kelas, wali kelas, kepala sekolah, tata usaha, apapun itu, diniati saja,” tegasnya. Ia mengingatkan, kita jangan mengharapkan akan dapat apa dari ini semua. “Sudahlah, perbaiki diri dulu. Nanti insyaallah yang lain itu akan ikut,” ujarnya meyakinkan.
Jika dikaitkan dari video tadi, lanjutnya, kita hendaknya berpikir bagaimana sekolah-sekolah kita itu menjadi seperti yang tiga pemain profesional itu. “Yang seperti anak kecil banyak itu, wong nendang saja masih salah semua. Jenengan saja jika saya ibaratkan anak kecil tadi, membuat tes saja belum standar kok,” ujarnya menyadarkan peserta.
Ayah tiga anak itu berharap, suatu saat lima sekolah ini bisa mencoba membuat peta sendiri tentang kompetensi gurunya. “Bisa dibuat grafik. Bandingkan guru-guru kita di lima sekolah ini. Ini untuk diri kita sendiri dan orang lain tidak tahu,” ujarnya menginspirasi. (Vita)
Discussion about this post