Ilustrasi gambar cabang dan ranting, sumber: Muhammadiyah
Nugroho Dwisatria Semesta – Mahasiswa
PWMU.CO – Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar dan tertua di Indonesia, yang didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 November 1912. Sebagai sebuah gerakan yang berfokus di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial budaya. Muhammadiyah hadir dengan tujuan utama untuk menciptakan masyarakat yang berkemajuan, yang dapat menikmati kebahagiaan lahir dan batin. Selama lebih dari satu abad, Muhammadiyah telah berhasil mengukir sejarah panjang di dalam membangun bangsa melalui dakwah, pendidikan, serta pelayanan sosial yang nyata. Salah satu pilar utama di dalam mempertahankan dan memperluas gerakan ini adalah peran dari cabang dan ranting yang menjadi ujung tombak di dalam menyebarkan semangat pencerahan Muhammadiyah ke berbagai pelosok negeri.
Cabang dan ranting mempunyai posisi yang sangat strategis di dalam struktur organisasi Muhammadiyah. Peran mereka tidak hanya sekedar perpanjangan tangan dari pusat, akan tetapi menjadi pelaksana secara langsung misi sosial dan dakwah Muhammadiyah pada tingkat akar rumput. Melalui cabang dan ranting inilah ajaran Islam yang mencerahkan sesuai dengan prinsip Muhammadiyah disebarkan, diterima, serta dijalankan oleh masyarakat luas. Sehingga, tak mengherankan jika cabang dan ranting seringkali disebut sebagai pengejawantahan semangat Muhammadiyah yang sesungguhnya. Peran sentral ini membuat Muhammadiyah membentuk Lembaga Pnegembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah (LPCRM) sebagai bentuk dari komitmen untuk memperkuat eksistensi cabang dan ranting di seluruh Indonesia.
Peran penting cabang dan ranting ini menurut Haedar Nashir, selaku Pimpinan Pusat Muhammadiyah kian penting, karena cabang dan ranting menjadi pengejawantahan dari spirit dan pergerakan awal muhammadiyah. Hal tersebut terbukti dengan hadirnya cabang dan ranting muhammadiyah di Papua, tepatnya di Merauke yang sudah hadir di sana sejak tahun 1926. Padahal pada saat itu untuk perpindahan orang kian sulit, dan tanah air masih berada dibawah penjajahan. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwasanya untuk perluasan gerakan muhammadiyah melekat di cabang dan ranting.
LCPRM mempunyai tiga misi utama yang menjadi fokus gerakan di dalam pengembangan cabang dan ranting. Pertama, mendorong pemekaran cabang dan ranting hingga 70% dari seluruh kecamatan dan 30% dari seluruh desa di Indonesia. Kedua, LPCRM berkomitmen di dalam memberdayakan kepengurusan cabang dan ranting melalui kolaborasi dengan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM). Ketiga, LPCRM mengupayakan pengaktifan kegiatan di tingkat cabang dan ranting untuk berkolaborasi dengan majelis dan lembaga lain di lingkungan Muhammadiyah, sehingga dapat tercipta sinergi yang lebih kuat di dalam mewujudkan visi organisasi.
Keberhasilan cabang dan ranting Muhammadiyah di dalam menjalankan misi pencerahan tidak bisa dilepaskan dari dukungan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang senantiasa menekankan pentingnya peran mereka. Haedar Nashir, selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat muhammadiyah peran menyatakan bahwa cabang dan ranting merupakan manifestasi dari spirit awal Muhammadiyah yang didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan. Hal tersebut terbukti dengan hadirnya cabang Muhammadiyah di Merauke, Papua sejak 1926 yang merupakan prestasi yang luar biasa, mengingat keterbatasan infrastruktur serta tantangan geografis di masa itu. Kehadiran cabang dan ranting pada wilayah-wilayah terpencil tersebut seperti bukti konkret bahwa Muhammadiyah tidak hanya bergerak di pusat-pusat kota, akan tetapi menjangkau daerah-daerah yang jauh dari akses layanan sosial dan keagamaan.
Namun, meski mempunyai peran yang strategis, cabang dan ranting Muhammadiyah kini menghadapi berbagai tantangan besar. Salah satu tantangan utama adalah penurunan jumlah jamaah Muhammadiyah. Berdasarkan survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan bahwa jumlah jamaah Muhammadiyah di tahun 2023 tercatat hanya 5,7%, mengalami penurunan yang signifik dari 9,4% di 2005. Di sisi lain, jumlah jamaah Nahdlatul Ulama (NU) justru meningkat tajam dari 27,5% di tahun 2005 menjadi 56,9% pada 2023. Penurunan dari jumlah ini berdampak secara langsung pada sulitnya proses regenerasi kepemimpinan di tingkat cabang dan ranting. Sumber daya manusia yang kian terbatas membuat pengelolaan organisasi di tingkat cabang dan ranting kian sulit.
Selain itu, cabang dan ranting menghadapi tantangan di dalam hal regenerasi kepemimpinan. Banyak pengurus dari cabang dan ranting telah berusia lanjut, sedangkan keterlibatan dari generasi muda masih minim. Kurangnya keterlibatan generasi muda ini disebabkan oleh minimnya program yang dapat menarik perhatian mereka. Ditambah lagi, perkembangan teknologi informasi dan globalisasi yang membuat sebagian besar anak muda cenderung lebih tertarik di organisasi yang lebih modern dan dinamis, sehingga Muhammadiyah di beberapa kalangan dianggap kurang relevan.
Meninjau dari hal tersebut, Muhammadiyah perlu untuk memperkuat kaderisasi dengan berfokus pada generasi muda melalui inovasi teknologi dan media sosial guna menarik minat mereka. Cabang dan ranting dapat memanfaatkan platform digital yang dapat memfasilitasi komunikasi dan mendorong partisipasi aktif di dalam kegiatan sosial keagamaan. Selain itu, melakukan pemberdayaan ekonomi melalui program kewirausahaan atau Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang akan membantu meningkatkan keterlibatan masyarakat serta menjadikan Muhammadiyah sebagai pusat pemberdayaan sosial ekonomi. Tak hanya itu, Muhammadiyah perlu melakukan kolaborasi dengan pihak luar termasuk pemerintah dan swasta guna mendukung program sosial yang lebih luas. Dengan langkah-langkah berupa inovasi, kaderisasi, dan kolaborasi diharapkan cabang dan ranting dapat terus menjadi ujung tombak gerakan pencerahan Muhammadiyah di era modern.
Editor Teguh Imami