Oleh : Imam Yudhianto SSH SE SPd MM – Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah Magetan dan Ketua Komisi Nasional Pendidikan Kabupaten Magetan
PWMU.CO – Saat ini, generasi muda kita tengah menghadapi tantangan moral yang kompleks dan multidimensional di tengah hiruk-pikuk zaman yang terus melaju dalam arus disrupsi.
Kerusakan moral tidak lagi menjadi isu lokal, tetapi telah menjadi fenomena global yang terstruktur, sistemik, dan masif. Muhammadiyah, sebagai salah satu lokomotif gerakan Islam yang berlandaskan pembaruan, memiliki tanggung jawab sejarah untuk mengambil peran strategis dalam menyelamatkan generasi ini dari kehancuran. Ini bukan sekadar panggilan moral, tetapi juga amanah ilahi yang harus diwujudkan secara konkret.
Krisis ini tidak muncul begitu saja. Konspirasi global yang menyasar mental dan spiritual generasi muda adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Narkoba, judi online, dan permainan elektronik yang melalaikan menjadi senjata utama dalam melemahkan karakter, memutuskan hubungan dengan agama, dan menjauhkan mereka dari masjid.
Generasi Z, Alfa, dan Beta terus terpapar narasi destruktif yang menormalisasi perilaku menyimpang seperti seks bebas, LGBT, dan ajaran sesat. Serangan terhadap para panutan agama melalui framing buruk di media massa adalah strategi sistemik untuk meruntuhkan kepercayaan mereka terhadap otoritas moral dan keagamaan.
Allah SWT telah mengingatkan kita dalam firman-Nya, “Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqarah: 168).
Sayangnya, generasi muda kita terus terseret dalam jebakan ini. Mereka terjebak dalam dunia yang penuh dengan tipu daya dan telah mengaburkan batas antara yang haq dan batil. Dalam konteks ini, Muhammadiyah harus melangkah lebih jauh dari sekadar diskursus moral di ranah wacana, dibutuhkan langkah-langkah strategis yang nyata, relevan, dan menyentuh akar permasalahan.
Langkah pertama adalah mengidentifikasi akar masalah dengan pendekatan multidisipliner. Dalam perspektif keilmuan Muhammadiyah, pendidikan adalah kunci transformasi. Buya Hamka pernah mengatakan, “Kejahatan akan menang jika orang-orang baik tidak melakukan apa-apa.”
Pendidikan tidak cukup hanya membekali ilmu pengetahuan, tetapi harus mampu menanamkan nilai-nilai spiritual dan moral yang kokoh. Kurikulum berbasis Islam harus diintegrasikan dengan teknologi, sehingga generasi muda tidak hanya memahami agama secara tekstual, tetapi juga dapat menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan digital mereka.
Akan tetapi, pendidikan formal saja tidak cukup. Muhammadiyah harus membangun ekosistem yang mendukung penguatan moral dan spiritual. Masjid harus dihidupkan kembali sebagai pusat peradaban, bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual.
Masjid-masjid Muhammadiyah harus bertransformasi menjadi ruang kreatif yang dapat menarik minat generasi muda, seperti melalui penyelenggaraan diskusi interaktif, pelatihan keterampilan berbasis syariah, dan platform digital yang membangun kesadaran kritis.
Selain itu, Muhammadiyah harus memberikan perhatian serius terhadap isu ekonomi. Generasi muda yang hendak memulai karier atau bisnis menghadapi hambatan besar berupa minimnya lapangan pekerjaan dan sulitnya akses terhadap modal. Ini adalah tantangan nyata yang membutuhkan solusi konkret.
Muhammadiyah dapat mengambil peran dengan menciptakan program pemberdayaan ekonomi berbasis syariah, seperti inkubator bisnis Islami, pembiayaan mikro berbasis zakat, dan pelatihan kewirausahaan. Dengan langkah ini, Muhammadiyah tidak hanya membantu generasi muda keluar dari jerat kesulitan ekonomi, tetapi juga membangun kemandirian yang berlandaskan nilai-nilai Islam.
Dampak dari pelemahan mental dan spiritual generasi muda ini tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan. Generasi yang lemah iman dan moral akan menjadi beban sosial, bukan agen perubahan.
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhari). Dalam hal ini, Muhammadiyah harus menjadi pemimpin yang mampu membimbing umat menuju jalan yang benar.
Tantangan besar ini juga membutuhkan kerja sama lintas sektor karena Muhammadiyah tidak dapat bekerja sendiri. Diperlukan sinergi antara organisasi, pemerintah, dan masyarakat dalam menghadapi krisis ini. Muhammadiyah harus menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai elemen bangsa untuk menciptakan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Harapannya di masa depan dapat terbentuk generasi muda yang tangguh, berakhlak mulia, dan memiliki daya saing global. Generasi ini juga diharapkan tidak hanya mampu menghadapi tantangan zaman, tetapi juga menjadi pelopor perubahan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Sebagaimana yang dikatakan oleh KH. Ahmad Dahlan, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.” Pesan ini menegaskan bahwa perjuangan Muhammadiyah adalah perjuangan untuk umat, bukan untuk kepentingan individu atau golongan.
Muhammadiyah harus terus menjadi pelita di tengah gelapnya zaman, membawa cahaya perubahan yang hakiki. Dengan strategi yang tepat, komitmen yang kuat, dan keikhlasan dalam berjuang, Muhammadiyah dapat menjadi motor penggerak revolusi moral yang dibutuhkan oleh bangsa kita. Ini adalah tugas sejarah yang tidak boleh diabaikan. Maka, mari bergerak bersama untuk menyelamatkan generasi muda, membangun masa depan yang lebih baik, dan mengembalikan kejayaan Islam sebagai rahmat bagi semesta. (*)
Editor Ni’matul Faizah