PWMU.CO – Setelah tiga puluh tahun terputus kontak, hubungan guru dan murid Ini tersambung kembali di even Pawai Ta’aruf dalam rangka Milad ke-112 Muhammadiyah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Paciran di Sidokelar, Paciran, Lamongan, Jawa Timur, Kamis (28/11/2024).
Ustadz Sholihin Abdullah biasa dipanggil adalah guru lulusan Gontor yang mengajar di Pondok Pesantren Al-Ishlah Sendangagung di era tahun 1990an, ustadz asli Doto Sidokelar ini dikenal semangat dan lantang saat mengajar mata pelajaran mahfudlat dan tafsir Alquran 30 tahun yang lalu.
Demikian kenang salah satu muridnya, Gondo Waloyo yang merasa bahagia saat ketemu gurunya yang sempat terputus kontak dan kini tersambung kembali secara tidak terencana di tengah perjalanan Pawai Ta’aruf di Sidokelar ini.
“Assalamualaikum ustadz, kaifa halukum, (ustadz apa kabar)?,” Tanya Gondo yang sedang tugas liputan berita Milad, “wa alaikumus salam inni fi khairin,(saya dalam keadaan baik)” jawab guru yang kini ngajar di Mts Muhammadiyah 08 Sidokelar ini.
“Ustadz ini awet muda sekali, wajah dan tampilan ala Gontornya masih tetap terjaga tidak berubah (baju atau kaos tetap dimasukkan) meskipun sudah 30 tahun hilang kontak, padahal jarak Sendangagung dan Sidokelar hanya 10an kilometer jaraknya,”ucap Gondo mengawali perbincangan.
“Saya merasa dihargai saat ketemu, bersyukur sekian tahun lama tak ketemu begitu santun muridku masih ingat gurunya dengan tutur katanya yang sopan lagi ramah saat menyapa,” sambung pria kelahiran 11 Maret 1967 ini.
“Tahun 1990 saya bersama ustadz Hifni di Al-Ishlah, saya difasilitasi makan pagi, siang, dan malam, tidur selalu barengan dengan ustadz Imron Rodli, kadang ustadz Qohar dan Pak Mansur. Bila Ramadhan tiba, ada juga Kiai Dawam Saleh dan ustadz Ahmad Tohir, selalu saya ingat ketika masak mie instan bersama mereka di SMP,” kenang Kepala MtsM 08 Sidokelar tahun 2007-2010 ini.
“Saya salut dalam kepemimpinan jenengan di OPPI, sebagai Ketua OPPI jenengan dan teman lainnya luar biasa tertibnya, ada Husnun, Nurul Huda, Mudzakir, Ali Shodikin dan Didik Wibowo, itu anak-anak terdisiplin walaupun fasilitas masih terbatas,” kenang guru mahfudlat di MA Al-Ishlah era 1990 ini.
Di ujung pertemuan dua insan, guru dan murid ini diakhiri dengan saling tukar nomer handphone dan keduanya berharap tetap terjalin hubungan silaturrahim meski jarak usia terpaut 6 tahun tetapi suasana akrabnya seperti teman sebaya, hal ini karena sang guru dikenal supel dan low profile sejak dulu. (*)
Penulis Gondo Waloyo Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan