Search
Menu
Mode Gelap

Kajian Pagi Smamita: Ketika Rasa Malu Hilang, Batas Moral Akan Runtuh

Kajian Pagi Smamita: Ketika Rasa Malu Hilang, Batas Moral Akan Runtuh
Ustadz M Khoirul Anwar, S.Ag., M.Pd. dalam kajian pagi Smamita. Foto: Nashiiruddin/PWMU.CO
pwmu.co -

Dalam upaya memperkuat nilai-nilai akhlak mulia, SMA Muhammadiyah 1 Taman (Smamita) menggelar kajian pagi bertema “Malu Itu Pelindung, Jika Ia Hilang Semua Batas Akan Runtuh.” Kegiatan ini berlangsung di Ruang Demokrasi pada Selasa (4/11/2025).

Kajian diikuti dengan antusias oleh seluruh guru dan karyawan. Bertindak sebagai pemateri, Ustadz M. Khoirul Anwar, S.Ag., M.Pd., menyampaikan bahwa rasa malu merupakan benteng iman yang menjaga seseorang dari perbuatan tercela.

“Melalui kajian ini, kami berharap seluruh peserta memahami bahwa malu bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan yang menjaga harga diri dan kemuliaan akhlak,” ujarnya.

Ia menjelaskan, rasa malu adalah salah satu akhlak mulia yang menjadi ciri utama orang beriman. Dalam Islam, malu bukan sekadar sifat, melainkan bagian dari iman itu sendiri. “Ketika rasa malu hilang dari diri seseorang, maka batas antara yang benar dan salah, antara yang pantas dan tidak pantas, perlahan akan runtuh,” tegasnya.

Ustadz Khoirul juga mengutip hadis Rasulullah Saw., “Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu.”

Menurutnya, malu dalam Islam bukan berarti lemah atau minder, melainkan kesadaran spiritual yang menahan seseorang dari perbuatan dosa, perkataan kotor, dan pelanggaran norma. Malu memiliki dua sisi: malu kepada Allah karena merasa selalu diawasi, dan malu kepada manusia karena menjaga kehormatan serta etika di hadapan sesama.

Ia menambahkan, tanda-tanda hilangnya rasa malu dapat terlihat ketika seseorang tidak lagi merasa bersalah saat melakukan dosa kecil, bangga menampakkan keburukan di media sosial, mengabaikan adab dalam berpakaian dan berbicara, hingga menormalisasi perilaku yang jelas dilarang agama. “Ketika rasa malu hilang, batas moral dan sosial pun runtuh,” katanya.

Iklan Landscape UM SURABAYA

Kehilangan rasa malu, lanjutnya, akan merusak generasi muda karena terbiasa dengan hal-hal yang tidak pantas hingga mengikis adab dan sopan santun, baik di rumah maupun di sekolah. Kondisi ini menjadi awal kehancuran moral bangsa, sebab tanpa rasa malu manusia akan mudah menerima kemungkaran.

“Rasa malu adalah benteng terakhir moral. Jika ia hilang, maka tak ada lagi yang menahan manusia dari kehancuran akhlak. Maka, peliharalah rasa malu sebagaimana kita menjaga iman, karena keduanya tidak dapat dipisahkan. Malu adalah perhiasan iman, sedangkan hilangnya malu adalah awal kehancuran manusia,” pesan Ustadz Khoirul.

Kegiatan kajian pagi ini juga menjadi momentum refleksi bagi seluruh warga sekolah untuk memperkuat nilai-nilai spiritual di tengah tantangan era digital. Dengan menumbuhkan rasa malu yang berlandaskan iman, diharapkan seluruh peserta mampu membentengi diri dari perilaku negatif dan menjadi generasi berkarakter unggul.

Di akhir kajian, pemateri mengajak seluruh peserta mendoakan para siswa yang sedang melaksanakan Tes Kemampuan Akademik di Laboratorium Komputer Smamita. (*)

Iklan Landscape Mim6tebluru

0 Tanggapan

Empty Comments