Presiden Perintahkan Menag Lawan Radikalisme, Din Syamsuddin di Lamongan: Saya Merasa Terusik

Din Syamsuddin di Karanggeneng Lamongan. (Hendra Hari Wahyudi/PWMU.CO)

PWMU.CO – Instruksi Presiden Joko Widodo kepada Menteri Agama Jenderal (Purn) TNI Fachrul Razi agar melawan radikalisme saat pelantikan Kabinet Indonesia Maju, mendapat tanggapan Prof Din Syamsuddin.

“Saya merasa terusik, jika radikalisme dikaitkan dengan agama, apalagi Islam,” kata Din Syamsuddin dalam Tabligh Akbar memperingati Milad Ke-107 Muhammadiyah yang digelar oleh Pimpinan Cabang Muhammadiyah Karanggeneng di SMA Muhammadiyah 5, Lamongan, Ahad (27/10/19).

Din menegaskan, radikalisme kalau menggunakan kekerasan jelas dan harus kita tolak. “(Tapi) Saya khawatir, kalau digunakan tidak secara proposional. Seolah yang radikal cuma keagamaan, padahal radikal tidak hanya ada di kalangan agama. Ada di politik, ekonomi, dan lainnya,” jelasnya.

Radikal ekonomi misalnya, terjadi jika masih terjadi kesenjangan sosial. Maka ekonomi kita radikal, karena yang sejahtera hanya segelintir orang.

“Di politik, kalau terjadi sikap otoriter, maka itu radikal politik. Penyimpangan terhadap Pancasila juga radikal, di antaranya tidak adanya keadilan sosial bagi kita semua dan masih banyak yang lainnya,” kata Din.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun 2005-2015 itu menjelaskan, bagi Muhammadiyah, Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah telah diputuskan dalam Muktamar Ke-47 Muhammadiyah di Makasar Tahun 2015.

Menurut Din, pada Pancasila terkandung nilai-nilai Islam di dalamnya. “Jadi tidak mungkin umat Islam mau mengganti dasar negara ini, apalagi umat Islam juga ikut merumuskan Pancasila,” ujarnya.

Pada dasarnya, sambungnya, radikal berasal dari kata radix yang berarti akar. Kita terhadap Pancasila harus radikal. Karena Pancasila itu sebagai akar, dasar, dari negara ini.

“Nah, Muhammadiyah itu loyal kepada negara. Jadi tidak perlu kita berteriak paling Pancasila, karena Pancasila sudah final dan menjadi kesepakatan kita bersama,” kata dia. (*)

Kontributor Hendra Hari Wahyudi. Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version