Kajian Rutin SMS Pare Bertahan 30 Tahun, Inilah Rahasianya

Kajian SMS Pare Kediri telah bertahan 30 tahun. Melahirkan mubaligh muda dan pembangunan masjid PRM. (dok)
Kajian SMS Pare Kediri telah bertahan 30 tahun. Melahirkan mubaligh muda dan pembangunan masjid PRM. (dok)

PWMU.CO-Kajian rutin SMS (Senin Malam Selasa) yang diadakan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pare Kediri memasuki usia ke-30 dan melahirkan mubaligh muda.

“Kajian rutin SMS ini dimulai pada bulan Februari 1990. Semula namanya pengajian Ahad Malam Senin. Pengasuhnya Ustadz Sjar’i Muzammil  BA hingga sekarang,” kata Ir H Rochmadi MSi penggagas pengajian ini ditemui di rumahnya Kampung Inggris Jl. Anggrek Tulungrejo Pare, Ahad (26/1/2020).

Tahun 2012 namanya diubah menjadi kajian Senin Malam Selasa (SMS) atas usulan almarhum Gatot Brewok yang biasa menjadi pembawa acara. Perubahan hari untuk mengakomodasi kehadiran jamaah.  

Selain Rochmadi, perintis kajian lainnya adalah almarhum Drs Suparman, Drs Soeradji, Drs Soehari, Drs Poerbo Boesono, Drs Yunus Sunarto, dan Pak Zen. Para sabiquuna awwaluun ini ada yang pengusaha, kepala SD, guru, dan pelukis.

Rochmadi menjelaskan, tempat kajian berpindah-pindah dari masjid atau rumah jamaah berkeliling  ke PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) yang jumlah 14 ranting.

Melahir Mubaligh Muda

Ketika awal berdirinya Ketua PCM Pare dijabat H Thoha al-Azis. Tempat kajian pertama kali di rumah Rochmadi yang pernah menjabat direktur teknik PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Pemkab Kediri. Kajian di rumah ini selama dua tahun.

Setelah Masjid al-Muhsinin berdiri tahun 1992, kajian dialihkan ke masjid wakaf dari Muhsin yang berdiri dibangun di tengah Kampung Inggris.

”Kajian membahas akidah memakai Sahih Bukhori-Muslim dan kitab al-Lukluk wal Marjan. Jamaah beragam latar belakang. Ada sejumlah sarjana berlatar belakang disiplin ilmu berbeda dan beragam profesi tapi sama-sama ingin mengaji agama Islam,” tuturnya.

Rochmadi yang berasal dari Kudus Jawa Tengah menerangkan, pengasuh kajian dipilih muballigh bervisi pembaharu. Alasannya tahun 1990-an zaman pemerintahan Orde Baru, jamaah membutuhkan pemikiran segara untuk memandang ajaran Islam.

Di Pare ada banyak mubaligh akhirnya pilihan jatuh pada ustadz lulusan Ponpes Tebu Ireng Jombang dan Ponpes Bangil  Ustadz Sjar’i Muzammil BA. Pertimbangannya, materi kajian merujuk kitab kuning, menguasai hukum al-Quran dan hadits sahih.

Ustadz Sjar’i Muzammil (Suparlan/PWMU.CO)

Jumlah jamaah terus bertambah. Kajian SMS tanggal 27 Januari 2020 lalu yang berlangsung di Masjid Ruqoyyah Tawang dihadiri seratus orang lebih. Berasal dari PRM dan warga Puncu, Pagu, Plemahan, Kepung, Badas, dan lainnya.

Lebih menggembirakan dari kajian ini lahir mubaligh muda seperti Ustadz Yudo, Cucu Jumena, Shohibul Haman, Didik Tri Nur Wahyudi, Waliudin, Wibowo Harianto yang menjadi generasi baru juru dakwah Pare dan penerus kajian ini.

Kajian ini juga mendorong berdirinya masjid baru di PRM seperti Masjid al-Muhsinin, Masjid Nambaan, dan Masjid Ruqoyyah.

Komitmen dan Istiqomah

Salah satu jamaah Fahruddin Nor Faridz berpendapat, kajian ini bertahan sampai 30 tahun karena jamaah dan ustadznya komitmen dan istiqomah.

”Jamaah punya pikiran terbuka dan matang bisa melepaskan latar belakang pandangan politik, mazhab, khilafiyah, yang sering memicu perdebatan,” kata Fahruddin Nor yang pemilik kursus bahasa Inggris DEC (Dinaic English Course) Jl Flamboyan, Tulungrejo Pare.

Jamaah lainnya Sudiono berkomentar, kajian SMS bertahan cukup lama karena ustadznya menguasai kitab kuning, ahli tafsir dan hadits. ”Kajian ini berlangsung interaktif. Jamaah boleh langsung  menyela kalau ingin bertanya,” ujarnya.

Ustadznya mampu memberikan jawaban dan solusi berbagai masalah yang ditanyakan jamaah. Masalah itu seperti ibadah, akidah, dan muamalah. Bahkan tidak jarang pertanyaan di luar kontek kajia tetap dilayani.

”Keunggulan lainnya kajian SMS ini dikemas anjangsana bersilaturahim. Ini menambah semangat bagi jamaah,” ucapnya.  (*)

Penulis Suparlan Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version