Pemuda dan Empat Tipe Manusia

Pemuda dan empat tipe manusia terungkap saat malam inaugurasi Fortasi 2K20 SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo, Jumat (17/7/2020).
Sherly Annavita Rahmi mengupas Pemuda dan empat tipe manusia (Ernam/PWMU.CO)

PWMU.CO – Pemuda dan empat tipe manusia terungkap saat malam inaugurasi Fortasi 2K20 SMA Muhammadiyah 2 (Smamda) Sidoarjo, secara daring, Jumat (17/7/2020).

Hal itu diungkapkan oleh salah satu Influenzee Indonesia Sherly Annavita. Dia mengatakan, berbicara tentang pemuda adalah berbicara tentang masa depan.

Menurutnya, sedikit ilmu yang dimiliki, belum banyak pengalaman yang ditimba, kurang luas wacana yang ditawarkan, bukan menjadi masalah, karena pemuda menawarkan masa depan.

“Bukan saat ini saja pemuda menjadi sorotan tapi sejak 1400 tahun lalu sudah disampaikan oleh Sayyidina Ali, sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus kholifah yang ke-empat. “Syubbanul yaum rijalul ghad. Rijalul yaum imanul ghad. Kata ini diadaptasi oleh para filosof, students to day, leaders tomorrow,” tambah perempuan asal Aceh ini.

Anak itu Masa Depan

Anak muda, lanjutnya, adalah masa depan. Memanfaatkan kesempatan untuk mencapai kesuksesan, karena rumus sukses adalah kesempatan ditambah kesiapan. Teman-teman sudah memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan, tinggal seberapa kesiapan yang dimiliki.

“Seperti kata Malcolm X, masa depan adalah milik mereka yang siap. Menarik bahwa sukses hinggap kepada mereka yang siap. Ibarat matahari, pemuda adalah matahari pagi yang bergerak menuju siang, kemudian senja, lalu malam,” papar dara berjilbab ini.

“Apa yang sudah dipersiapkan sekarang itulah akan menentukan sukses, sebelum masuk usia senja,” lanjutnya.

Tipe Manusia

Menurut Sherly ada empat tipe manusia, yaitu pesimis, realistis, optimis, dan progresif. Pertama tipe manusia pesimis. Tipe manusia yang memandang segala sesuatu dengan ‘ah’. Bagaimana melihat sepuluh lima belas tahun ke depan dengan ah.

“Ah itu yang pintar-pintar saja, saya nanti saja. Happy happy saja dulu, TikTok-an dulu, masa depan urusan belakangan,” sergah lulusan Universitas Paramadina ini.

Tipe kedua, sambungnya, adalah tipe realistis. Memandang semuanya sesuai kondisi yang ada. Tiga kata yang menghancurkan orang tipe realistis adalah ‘apa kata orang’. Ia selalu dibentuk oleh kata orang dan oleh lingkungan.

“Ketiga adalah tipe optimis, yakni orang yang selalu memandang dengan sudut pandang positif. Hidup di masa pandemi tidak membuat berkecil hati tapi justru melahirkan para pemenang,” jelasnya.

“Seribu orang berkata ini impossible, tidak mungkin, tapi saya akan membuktikan. Seribu orang berkata you are crazy, gila, tapi saya yang akan menunjukkan,” imbuh lulusan Hukum dan Bisnis Swinburne University, Melbourne, Australia ini.

Tipe keempat adalah tipe progresif. Optimis saja tidak cukup, tapi harus progresif. Di tangan orang progresif selalu muncul ide-ide baru, cara-cara baru. Hanya dua hal yang akan lahir dari orang progresif yaitu perubahan dan pembaharuan.

“Tidak ada alasan bagi anak muda untuk menjadi orang realistis apalagi pesimis. Posisi yang pantas minimal optimis. Nah pelan-pelan mari meningkatkan diri menjadi progresif,” tegas Sherly.

Terus berubah, karena orang yang tidak berubah pelan-pelan akan tertinggal, dan akhirnya mati. Menurut Bob Sadino ada lima takut yang menghinggapi anak muda. Yaitu takut gagal, takut dikritik, takut apa kata orang, takut berubah, dan takut meninggalkan zona nyaman.

Standar Baik

Standar baik manusia dibedakan menjadi empat. Pertama baik, good. Orang baik itu tapi tidak cukup, harus meningkat ke standar kedua yaitu lebih baik, better. Jika kesuksesan bisa didapat dari kesempatan ditambah kesiapan, maka tidak cukup menjadi baik saja tapi harus lebih baik.

Namun lebih baik saja tidak cukup harus menjadi yang terbaik di bidangnya. “Saat ini dengan satu klik saja bisa tahu perkembangan pemuda di Prancis, Jepang dan di seluruh dunia, maka harus jadi yang terbaik,” kupas influenzee Indonesia ini.

Ternyata, menurutnya, menjadi yang terbaik saja juga tidak cukup, maka harus naik lagi yaitu an excellent, yang terbaik di bidangnya dan bisa merangkul banyak orang agar bisa seperti dirinya. Bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi untuk orang lain.

Bill Gates sudah menjadi orang terkaya, tapi ia merasa tidak cukup memberi manfaat sehingga Ia mendirikan Bill Gates foundation agar lebih banyak manfaat bagi orang lain.

BJ Habibie sudah sangat genius, sudah bisa membuat pesawat, tapi Pak Habibie masih merasa kurang, karena itu ia mendirikan The Habibie Center untuk menciptakan Habibie-Habibie muda di Indonesia.

Teori Perubahan

Jangan hanya jadi pemuda eksklusif, hanya berfikir tentang dirinya sendiri, tidak berfikir untuk orang lain. Ganti kata saya dengan kita, ini akan membuat semua orang tidak punya alasan untuk ambil bagian dalam perubahan.

“Hal yang kecil jika dikerjakan orang yang tepat maka hasilnya akan luar biasa”, lengkap youtuber Indonesia. Ada dua teori perubahan di dunia yang terkenal yaitu revolusi dan evolusi. Perubahan secara revolusi adalah perubahan secara cepat.

“Kecepatan mengalahkan yang lambat. Siapa yang lebih cepat mengeksekusi gagasan maka dia akan jadi trendsetteralIbuunbiskan kegagalan saat muda sehingga tidak ada lagi alasan untuk tidak sukses di masa tua,” tambah Sherly.

Teori perubahan yang kedua adalah evolusi, berubah dengan pelan-pelan. Hanya terjadi pada manusia yang memiliki kecerdasan paling tinggi, yaitu ketahanan, adversity question. Berubah itu mudah, tapi bertahan itu sulit. Apa yang dia lihat apa yang didengar bisa merubah keputusan di lain hari.

Margaret Thatcher mengatakan, perhatikan pikiran kita karena dia akan menjadi perkataan. Perhatikan perkataan kita karena itu akan jadi tindakan. Perhatikan tindakan kita karena itu akan jadi kebiasaan kita. Perhatikan kebiasaan kita karena akan jadi karakter. Perhatikan karakter kita karena itu akan jadi takdir. Jadi di mana letak takdir kita? Takdir itu terletak di ujung maksimalnya doa dan usaha.

“Siapa yang berusaha di atas rata-rata maka dia akan mendapatkan di atas rata-rata”, kata peraih juara Syahril Quran Lhokseumawe ini. (*)

Penulis Ernam. Co-Editor Sugiran. Editor Mohammad Nurfatoni.

Exit mobile version