Negara Tidak Boleh Kalah yang Salah Kaprah

Negara tidak boleh kalah
Penjual kaos HRS. (foto okezone)

Negara Tidak Boleh Kalah yang Salah Kaprah oleh Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi PWM Jawa Timur.  

PWMU.CO-Istilah yang populer belakangan ini adalah negara tidak boleh kalah. Mulai dari Presiden Jokowi, menteri dan aparat hukum mengucapkan kalimat itu.

Narasinya negara tidak boleh kalah dari preman, ormas, atau pelanggar hukum. Preman atau ormas yang disentil adalah FPI dan Muhammad Rizieq Shihab. Pernyataan itu mendapat sorotan dari dosen UI, Rocky Gerung.

Menurut Rocky Gerung, narasi yang dihidupkan negara tidak boleh kalah dengan kata lain negara harus menang. Negara itu bagian dari sistem hukum. ”Kalau negara bikin kesalahan maka negara tidak boleh kalah. Harus menang. Maka dipakai segala cara agar menang. Itu makna yang diucapkan Presiden Jokowi,” katanya.

Kalau presiden bilang negara tidak boleh kalah, sambung dia, maka seluruh tindakan aparat harus dibenarkan. Itu artinya presiden abuse of judicial power. Itu menghina pengadilan karena mendahului keputusan pengadilan.

Dia menjelaskan, munculnya istilah negara tak boleh kalah berasal dari prinsip negara Jerman saat dikendalikan Adolf Hitler. Di zaman Nazi, prinsip itu diucapkan. Waktu pemimpin Nazi mulai diadili tahun 1946, Gustaf Radbruch datang dengan dalil terbalik. Hukum positif negara isinya adalah kejahatan karena itu harus dibalik prinsipnya.

Menurut Rocky, dasar prinsip ini yang tak dimengerti pembisik Jokowi di istana. Mereka tak mengerti logika hukum. ”Jadi prinsip negara tak boleh kalah itu adalah positivisme in optima forma. Pemberlakuan hukum positif di tingkat paling tinggi,” jelasnya.

Dikatakan, buat apa ada pengadilan kalau presiden bilang negara gak boleh kalah. ”Jadi yang musti dikalahkan siapa? Rakyatnya? Ini otak yang tidak lengkap yang masuk dalam pembicaraan publik lalu semua menganggap itu benar,” tandas ahli filsafat ini.

Prinsip Keadilan

Prinsip bahwa hukum itu menjamin keadilan maka masukkan ke pengadilan. ”Bukan negara tidak boleh kalah. Negara bisa dikalahkan di dalam pengadilan. Logika begini kok gak pernah diajarin,” ujar Rocky.

Menurut dia, kita berada di situ stateism, negaraisme. Segala sesuatu negara harus dibenarkan. Ini contoh dari kemampuan kekuasaan mengelola negara di dalam keadaan kepanikan karena legitimasi berkurang bahkan merosot. Lalu dicari cara negara tidak boleh kalah.

Pemerintah tidak boleh menganggap dia itu negara. Itu artinya sama dengan Louis XIV, Raja Prancis, yang menganggap l’etat c’est moi, aku adalah negara, karena itu negara tidak boleh kalah karena aku tidak boleh dikalahkan. ”Kondisi ini menjadikan kita buruk menghadapi soal keadilan,” tuturnya.

Ditegaskan, disebut negara hukum adalah negara yang bisa diakses oleh warga negara yang berbeda. Equality before the law. Bukan diartikan semua orang sama di depan hukum. ”Bukan begitu prinsip John Locke.  Equality before the law artinya hukum harus bisa diakses sama oleh orang yang berbeda,” tandasnya.

Paranoid Kaos

Tentang aparat polisi dan tentara merazia kaos bergambar Habib Rizieq Shihab kepada peserta demonstrasi, Rocky menyatakan itu wujud dari sikap parno (paranoid, maksudnya).

”Mustinya yang razia itu didampingi psikiater atau psikolog, supaya psikolog bisa menentukan, yang parno itu yang merazia apa yang pakai kaos. Itu mesti jelas, siapa yang paranoid,” kata Rocky dalam acara FNN.

Razia kaos, menurut Rocky, merupakan bentuk gelaja baru bahwa orang mau menikmati sensasi dari memakai kaos. Dulu ada kaos Ganti Presiden, sekarang muncul kaos Habib Rizieq. ”Ini akhirnya pemerintah memusuhi kaos. Ini ajaibnya di situ. Bahwa ini bangsa betul-betul tenggelam dalam kekonyolan, ini noraknya makin gila ini,” tambahnya.

Dikatakan, keparanoidan yang dialami gara-gara kaos ini mirip dengan gejala panthom pain yang sering dialami oleh orang yang diamputasi. Itu terjadi karena yang bersangkutan punya memori di kepalanya sehingga ketika tangan diamputasi, seolah-olah rasa sakitnya masih terasa di ujung jari.

Gejala itulah yang dalam realitas sosial saat ini diidap oleh negara apalagi menyangkut Habib Rizieq. Habib Rizieq itu ada di dalam penjara tapi seolah-olah negara ini terkena panthom pain. Kaos yang beredar dipakai pendukungnya itu dirasakan oleh negara HRS masih ada di mana-mana. Untuk menghilangkan panthom pain maka pemakai kaos dirazia. (*)

Penulis/Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version