Mengenang RA Anni Muttamimah: 8 Anaknya Harus Lancar Baca Quran sebelum TK

Mengenang RA Anni Muttamimah (kanan) bersama suami dan delapan anaknya (dokumentasi keluarga/PWMU.CO)

Mengenang RA Anni Muttamimah: 8 Anaknya Harus Lancar Baca Quran sebelum TK, Shalat Berjamaah Tepat Waktu di Masjid, dan Kuliah di Luar Negeri

PWMU.CO – Almarhumah RA Anni Muttamimah (50) adalah wanita inspiratif. Dia punya delapan anak—sesuatu yang tidak mudah bagi wanita zaman sekarang—yang rata-rata memiliki keluarga kecil dengan dua anak saja.

Tapi Anni—sapaan akrabnya—berbeda. Bersama suaminya: Iman Supriyono, owner dan CEO SNF Conuslting dia bertekat membangun keluarga besar, dengan banyak anak yang semuanya dicita-citakan sukses dunia akhirat.

Yang menarik, semua itu: hamil, melahirkan, merawat, dan mendidiknya, dilakukan tanpa keluhan.

“Tidak pernah mengeluh soal anak. Dia adalah ibu yang tidak pernah takut punya anak berapa pun,” ungkap Iman Supriyono pada PWMU.CO, Senin (4/1/2021).

Hebatnya lagi, kedepalan anaknya itu harus bisa lancar membaca al-Quran sebelum masuk taman kanak-kanak (TK).

“Ummi, selama ini kau selalu bekerja keras agar para junior telah lancar membaca al-Quran sebelum masuk TK. Mengingat ini, kembali aku benar-benar bersyukur mendapatkan kau sebagai pendamping hidup. Sampai junior nomor tujuh kau telah menuntaskannya.”

Itulah ungkapan Iman Supriyono dalam tulisan berjudul Bangku Kosong: Pendidikan Terbaik Berbagai Bangsa yang diunggah di blog pribadinya imansupri.com, Ahad (3/1/2021), untuk mengenang istrinya yang wafat Jumat (25/12/2020) lalu.

Dalam tulisan itu Iman berjanji akan melanjutkan kerja keras sang istri dalam mendidik anak-anaknya agar lancar bacaan Quran-nya sebelum masuk TK.

“Kini estafet itu ada di tangan Abi untuk si nomor 8 yang baru berusia 3 tahun saat kau tinggalkannya untuk selamanya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Abi sedang bekerja keras untuk tetap mengerjakan apa yang selama ini telah kau kerjakan dan memang menjadi cita-cita kita berdua.

Bekerja keras agar si Jo-Joang Dimarga Albarr (anak ke-8) telah lancar membaca al-Quran sebelum pendidikan TK-nya. Insyaallah tetap dengan standar tinggimu sebagai seorang guru al-Quran sepanjang lebih dari 20 tahun ini. Wahai Tuhan seru sekalian alam, mudahkanlah cita-cita kami berdua ini. Amin ya Rabb.”

Abi (ayah) adalah kata ganti Iman Supriyono, panggilan dia di dalam keluarga. Sedang Ummi (ibu) adalah panggilan Anni oleh suami dan anak-anaknya.

Bukan hanya soal bacaan al-Quran, Anni bersama Iman juga mendidik anak-anaknya untuk shalat berjamaah tepat waktu di masjid.

“Kalau pas bepergian kita semua shalat di masjid tepat waktu. Kalau di rumah hanya saya dan anak laki-laki yang ke masjid,” terangnya.

Dalam tulisan mengenang kepergian istrinya itu Iman mengungkapkan ekspresi wajah jenazah almarhumah yang berseri-seri dan mengaitkatnya dengan pendidikan shalat berjamaah.

“Persis seperti ekspresimu saat diperjalanan lelah dan kita sama-sama masuk masjid menjelang adzan. Mendidik buah hati kita akan pentingnya shalat berjamaah tepat waktu di masjid. Di hari Jumat itu Ummi berseri-seri masuk masjid untuk dishalatkan dan menunggu tuntasnya penggalian liang lahat untukmu,” tulis Iman Iman Supriyono, Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.

Mengenang RA Anni Muttamimah. Saat bersama Iman Suptiyono hunting sekolah di Singapura untuk SMA si sulung (dokumentasi keluarga/PWMU.CO)

Sekolahkan Anak di Luar Negeri

Iman Supriyono ST MM dan RA Anni Muttamimah ST memang sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Bukan hanya perihal nilai-nilai keagamaan seperti shalat dan membaca al-Quran, tetapi juga tentang pendidikan ‘umum’ anak-anaknya. Keluarga ini ini dikenal menyekolahkan anak-anaknya di luar negeri.

Menurut Iman, selain untuk menjadikan anak-anaknya sebagai manusia global, sekolah ke luar negeri adalah adalah teladan Nabi SAW. Seperti yang dia tulis dalam artkel berjudul Belajar ke Luar Negeri: Agar Remaja Kita Meneladani Nabi.

“Pada umur 12 atau 13 tahun, beliau sudah belajar ilmu dagang di Syam. Sekitar 2000 km meninggalkan negeri asalnya di Makkah. Memang ketika itu Muhammad SAW muda tidak belajar di sekolah formal. Tidak ada sekolah formal ketika itu. Yang ada adalah sekolah alam. Sekolah masyarakat. Belajar berdagang langsung dari masyarakat,” tulisnya.

Saat ini dua anak Iman-Anni sudah menyelesaikan studi S1 di luar negeri. Yaitu anak pertama Bina Izzatu Dini lulusan Sastra Mandarin Jiangxi Normal University, RRC tahun 2018 dan Raih Salsabila, lulus Science of Actuary, University Sains Islam Malaysia tahun 2020. Bahkan keduanya semasa SMA sudah sekolah di Malaysia.

Anak ketiga dan keempat juga sedang menempuh pendidikan di luar negeri. Ahmad Aufa Bil Jihadi, kuliah Jurusan Akuntansi di Vietnam National University, Hanoi dan Gina Aninnas, kuliah di Jurusan Sastra Tusia di Kazan Federal University, Kazan, Rusia,

Tentang Raih Salsabila, Iman punya cerita khusus bagaimana perjuangan Anni untuk pendidikan terbaik anaknya itu.

“Abi masih ingat sekali betapa Ummi harus pontang-panting bekerja keras dengan segala kesulitan saat mengantar si nomor dua masuk sekolah menengahnya di Johor Bahru. Ummi pontang-panting dengan si nomor dua di Johor. Abi pontang-panting di Surabaya bersama adik-adiknya. Alhamdullilah kerja keras Ummi itu tidak sia-sia. Si nomor dua telah lulus kuliah Bachelor Aktuaria-nya di kampus pilihanya sendiri, Universiti Sains Islam Malaysia,” kenang Iman.

Bahkan sepekan sebelum wafat, Anni punya wasiat khusus untuk Raih Salsabila. “Pesan terakhir, Raih Salsabila diminta untuk mengambil sekolah profesi aktuaris dan nantinya buka kantor aktuaris di Surabaya. Bahkan almarhumah sudah menyiapkan dana untuk sekolah profesi itu,” ungkapnya pada PWMU.CO, Senin sore.

Mengenang RA Anni Muttamimah. Almarhumah saat akad nikah tahun 8 Nopember 1993. Ketika itu almarhumah mengenakan cadar yang dikenakannya dalam keseharian masa lajangnya. Sesuai rencana pribadinya, cadar itu kemudian dilepasnya dan kemudian tampil dengan hijab yang menampakkan wajah beberapa saat setelah menikah. (sumber foto imansupri.com)

Menikah Semester Tujuh

RA Anni Muttamimah, lahir di Pamekasan, 7 Pebruari 1971 dari pasangan R Tsauri Monier dan RA Hakimah.

Dia dinikahi oleh Iman Supriyono di KUA Gubeng, Surabaya, pada 8 November 1993. Saat itu Anni masih kuliah semester tujuh di Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri (FTI) ITS Surabaya. Anni masuk ITS tahun 1990 tapi baru lulus tahun 2000.

“Dia sering cuti untuk melahirkan. Saat lulus 2000 punya anak tiga dan hamil anak keempat,” kata Iman Supriyono, lulusan Teknik Mesin FTI ITS tahun 1990 dan Pascasarjana Unair tahun 1998 bergelar Magister Manajemen.

Iman mengaku pernikahannya di-makcomblangi oleh seniornya di Jamaah Masjid Manarul Ilmi (JMMI) ITS, yaitu Muhammad Zubairi, mahasiswa D3 Teknik Sipil 1989.

Saat itu Iman adalah Sekretaris JMMI periode 1993-1994 dan ketuanya adalah Syafruddin, mahasiswa Teknik Fisika ITS angkatan 1990. “Saat itu almarhumah adalah Sekretaris Departemen Keputrian JMMI ITS dengan ketua Ari Dwiastuti,” ungkapnya. Baca kenangan Ari Dwiastuti bersama Anni Muttamimah 28 tahun lalu di sini!

Dalam tulisannya di imansupri.com berjudul, Karir Tak Terkenal Lulusan Bergengsi, Iman menjelaskan alasan dia memilh Anni. Tentu saja agama adalah pertimbangan utama dan pertama baginya.

“Tetapi ada yang membuatku sangat mantab. Kau lulusan SMP Negeri 3 Surabaya alias SMP Praban dengan milai Ebtanas murni 52. Orang seumuran kita pasti tahu apa arti angka 52 pada zaman itu. Kau lulusan SMA Negeri 5 Surabaya dengan nilai Ebtanas murni 54. Semua orang seumuran kita juga tahu apa arti angka itu. Istilah anak muda sekarang, kau bukan remaja kaleng-kaleng. Kau remaja hebat,” ungkapnya.

Insinyur Jadi Guru Ngaji Al-Quran

Iman Supriyono mengungkapkan bahwa istrinya adalah insinyur bergengsi. “Syarat kelulusanmu di kampus pun tidak main-main. Abi masih ingat persis ketika itu Ummi menyusun dua karya tulis,” kata dia.

Pertama adalah apa yang disebut sebagai tugas akhir. Isinya adalah perencanaan sebuah pabrik kimia penuh hitungan matematika setebal lebih dari 500 halaman.

“Kedua adalah Kedua adalah apa yang di kampusnmu disebut sebagai latihan penelitian alias skripsi. Ummi membuat simulasi software sebuah reaksi kimia yang dibukukan setebal sekitar 100 halaman. Jadi total sekitar 600 halaman,” kenang Iman. Yang luar biasa, Anni mengerjakannya sambil mengasuh tiga anak kecil kecil plus hamil anak keempat.

“Semuanya kau selesaikan dengan baik sampai diwisuda. Menjadi seorang insinyur Teknik Kimia alumnnus Institut Teknologi Sepuluh November alias ITS. Istilah anak muda sekarang, kau bukan SDM (sumber daya manusia) kaleng-kaleng. Kau insinyur bergengsi,” katanya.

Menurut Iman, dengan kualifikas itu, mestinya Anni bisa berkarir di perusahaan multinasional besar. Bisa mendapatkan gaji dan fasilitas berkelas. Bisa berkarir moncer.

“Dengan gaji itu kau bisa membayari baby sitter atau day care bagi anak-anak kita. Tetapi itu bukan pilihanmu. Sejak awal kau memilih berkarir sebagai seorang guru Taman Pendidikan al-Quran. Guru TPQ. Guru yang gaji bulanannya hanya cukup untuk sekali isi bensin mobil,” kenangnya.

Menurut Iman, istrinya bahkan tidak mau mengajar privat mengaji di rumah-rumah yang biasanya honornya lebih besar. “Kau hanya mau mengajar di TPQ. Atau murid-muridmu datang ke rumah kita. Murid harus menunjukkan kesungguhannya dengan mendatangi TPQ atau mendatangi guru. Bukan guru yang mendatanagi murid. Itu prinsipmu. Sekali lagi, kau tidak pernah berpikir uang untuk pekerjaan itu,” tulis Iman Supriyono.

Menurutnya, Anni memilih karir tidak bergengsi di mata orang banyak. Tetapi dia memilihnya dengan mantab. Tidak ada terbesit sedikit pun rasa rendah diri dari pilihan karirmu itu. Bahkan sangat pede. Tidak ada sedikitpun keraguan.

“Abi tahu persis. Ummi tidak mau berkarir apapun selain itu. Itulah yang kau jalani dengan penuh dedikasi selama lebih dari 20 tahun hingga kepergianmu menghadap-Nya. Mendidik ribuan murid-muridmu dari nol menjadi bisa membaca al-Quran dengan standar kuaitas tinggi. Dalam bahasa setengah berkelakar kita sepakat. Kau nyari pahala. Aku nyari duit. Nanti hasilnya kita bagi-bagi, he-he-he,” katanya.

Iman menagatakan, makin lama almarhumah istrinya makin asyik berkarir dalam pendidikan al-Quran. Bermula dari guru. Lalu kepala TPQ. Lalu berkembang mengurusi TPQ sekecamatan.

“Terakhir kau adalah pengurus super aktif TPQ metode Qiroati se- Kota Surabaya. Selain mengajar, kerjamu adalah rapat dan rapat. Bahkan nyaris tidak ada akhir pekan tanpa rapat ini dan itu. Dan kau melakukan pekerjaan full sosial itu dengan totalitas luar biasa,” ungkap Iman.

“Hari-hari terakhir dengan TB kelenjarmu yang berat pun tetap minta diantar mengikuti rapat. Tidak kalah dengan totalitas kawan-kawanmu para insinyur Teknik Kimia ITS yang berkarir di perusahaan-perusahaan multinasional,” tambahnya.

RA Anni Muttamimah saat di kamar 101 RS Al Irsyad Surabaya, 9 November 2020. Dia mendapat buket bunga dari kawan-kawan sekelas di SMA 5 Surabaya (sumber foto Facebook Iman Supriyono)

Detik-Detik Terakhir Wafatnya

Kepada PWMU.CO Iman Supriyono menjelaskan sekitar tiga tahun lalu istrinya megalami gejala sakit di telinga dan berkurangnya pendengaran.

“Tapi datang ke beberapa dokter THT tidak ada yang mengindikasikan TB kelenjar. Baru tegak diagnosis TB kelanjar sekitar dua bulan lalu,” terangnya.

Penyakit Tuberculosis (TB) kelenjer itulah yang mengantarkan Anni pergi selamanya. Pada bulan November 2020 selama 10 hari dia dirawat di Rumah Sakit Al Irsyad Surabaya. Setelah itu home care alias dirawat di rumah atas permintaan Anni (baca Pernikahan, Pertengkaran, dan Sepiring Berdua Kita).

Dengan indah Iman mendeskripsikan kepergian sang istri tercinta: “Ummi, kepergianmu adalah duka luar biasa bagi Abi dan kedelapan junior-juniormu. Tetapi menyaksikan kehidupan dan caramu pergi, kami semua rela.

Sekitar jam tiga pagi tanggal 25 Desember itu kau mulai tidak bisa diajak komunikasi. Tetapi dari mulutmu jelas terucap, “Allah…..Allah….Allah….” Kau terus menyebut nama Tuhanmu tanpa putus. Suaramu perlahan melemah dan kemudian menghilang. Lalu kau pun seperti orang yang tidur pulas.

Pukul 09.23, kau menghembuskan nafas terakhir di hadapanku dan enam dari delapan anak-anakmu. Allahummarhamha. Proses nazakmu tidak sampai bilangan menit. Begitu cepat. Begitu mudah. Begitu tenang. Begitu indah. Kau tinggalkan dunia dengan wajah yang justru nampak lebih muda. Ekspresi wajah yang berseri-seri. Abi merasakannya karena kita telah hidup bersama 27 tahun. Itulah juga kesan sahabat-sahabat yang menyaksikan wajahmu sebelum dikebumikan.”

Mengenang RA Anni Muttamimah. Iman Supriyono (kanan) dan delapan anaknya setelah wafatnya sang istri (sumber foto Facebook Iman Supriyono)

RA Anni Muttamimah memang telah pergi. Tadi inspirasi yang ditinggalkannya tak pernah mati. Untuk wanita Indonesia, untuk para Muslimah. Untuk keluarga Indonesia.
Terutama bagi delapan anaknya yang semuanya melalui persalinan normal kecuali anak ke-8 lewat operasi Caesar.

  1. Bina Izzatu Dini, menikah, lulus Sastra Mandarin Jiangxi Normal University, RRC, 2018. Kini di Jakarta, bekerja di Maxis, pabrik ban asal Taiwan, sebagai translator and procurement import. Menikah dengan Muchlis Munibullah, alumnus Teknik Sipil Unsoed.

    Baca Berita Terkait: Empat Keunikan Pernikahan Izza, Putri Aktivis Yang Lulusan Cina
  2. Raih Salsabila, lulus Science of Actuary, University Sains Islam Malaysia, tahun 2020.
  3. Ahmad Aufa Bil Jihadi, kuliah Jurusan Akuntansi di Vietnam National University, Hanoi.
  4. Gina Aninnas, kuliah di Jurusana Sastra Rusia di Kazan Federal University, Kazan, Rusia.
  5. Dibela Syafaatillah, mondok di MA Tahfidz Nurul Iman, Karanganyar, Jateng.
  6. Siar Risalatunnabi (kembaran Dibela Syafaatillah), mondok di MA Tahfidz Nurul Iman, Karanganyar, Jateng.
  7. Disayang Ahlu Jannati, kelas IV SDN Kaisari 2 Surabaya
  8. Joang Dimarga Albarr, umur tiga tahun, belum sekolah. (*)

Penulis/Editor Mohamamd Nurfatoni

Exit mobile version