Rektor UMJ: Covid-19 Bagian Qadha dan Qadar

Ma’mun Murod Al-Barbasy: Rektor UMJ: Covid-19 adalah Qadha dan Qadar (Tangkapan layar Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO)

PWMU.CO – Rektor UMJ: Covid-19 bagian Qadha dan Qadar. Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Ma’mun Murod Al-Barbasy membahasnya pada Pengajian Orbit  bertema Takziyah Virtual yang digelar Yayasan Orbit Lintas Karya, Kamis (15/7/21) malam.

Dalam bencana Covid-19 ini, Ma’mun menyampaikan kita perlu melakukan muhasabah atas diri kita dalam dua hal. Pertama, meyakini adanya qadha dan qadar.

Yakini Bagian Qadha dan Qadar

Dari perspektif keimanan, lanjutnya, virus Corona—yang sudah merenggut banyak nyawa—bagian dari qadha dan qadar. Ada ketentuan yang sesungguhnya sudah ditegaskan Allah SWT, misal dalam surat al-A’raaf ayat 34:

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

Artinya, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”

Ini, sambungnya, ditegaskan ayat lainnya, yaitu di surat al-Ankabut ayat 57:

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ

Artinya, bahwasanya yang bernyawa akan mati. “Qadha akan menjadi qadar (takdir) yang ketika itu sudah terjadi,” jelasnya.

Ditegaskan pula dalam surat al-Fajr ayat 27-30:

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ.  ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً.  فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى. وَٱدْخُلِى جَنَّتِى.

Ma’mun menerangkan, inilah wujud takdir. “Ketika seseorang yang baik meninggal, maka dia akan ditempatkan Allah di tempat yang sangat baik,” jelasnya.

Sesungguhnya, lanjut Ma’mun, kita hidup menjalankan qadha dan qadar Allah SWT. Inilah yang menurutnya penting menjadi bahan perenungan.

Hidup adalah Ujian

Kedua, bahwa hidup adalah ujian. Ma’mun menyampaikan, bentuk ujian yang Allah berikan, kalau merujuk pada surat al-Fajr ayat 15-16 sangat menarik. Ini menunjukkan bagaimana manusia menyikapi ujian dari Allah.

 الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (16)

Pada ayat 15, ada sebagian manusia yang diberi ujian Allah berupa diberi kemuliaan dan kesenangan, maka orang tersebut akan mengatakan, “Tuhanku telah memuliakan.”

Tapi sebaliknya, di ayat 16, ada juga sekelompok manusia yang punya karakter: ketika Allah memberi ujian dengan membatasi rizkinya (miskin misalnya), maka orang itu mengatakan, “Tuhanku telah menghinakanku.”

“Kita mau memilih ayat yang mana, apakah ayat 15 atau ayat 16, semua kembali pada kita,” tuturnya.

Lantas dia menyimpulkan, dua hal sebaiknya menjadi perenungan: kita hidup dalam bingkai qadha-qadar Allah dan kita hidup dalam konteks diuji Allah SWT. (*)

Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version