Sejarah Mabadi Khamsah dan Rumusan Muhammadiyah tentang Definisi Agama

Lukman Hakim dengan materi Mabadi Khamsah, (Tangkapan layar Cebeng Alhudayatul Ustadza/PWMU.CO)

Sejarah Mabadi Khamsah dan Rumusan Muhammadiyah tentang Definisi Agama, laporan Cebeng Alhudayatul Ustadza, kontributor PWMU.CO Bojonegoro.

PWMU.CO – Sejarah Mabadi Khamsah dan Rumusan Muhammadiyah tentang Definisi Agama. Lukman Hakim LC MA mengulasnya pada Kajian Ketarjihan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kota Bojonegoro pekan lalu via Zoom, Sabtu (8/1/2022).

Sekitar 52 orang dari PCM Kota Bojonegoro dan jajarannya, juga guru-pegawai SD/SMP/SMA Muhammadiyah se-Kecamatan Bojonegoro hadir malam itu.

Sebelum pandemi, kajian dilaksanakan secara tatap muka di kantor PCM Bojonegoro setiap Sabtu pukul 19.30-21.00 WIB dua pekan sekali. Lokasinya di kampus STIT Muhammadiyah Bojonegoro.

“Insyaallah Bojonegoro telah mencapai level 1 PPKM, maka pertemuan depan bisa kita laksanakan secara ˆ,” ujar Ketua PCM Kota Bojonegoro H Mas Zain.

Dia juga menginfokan, Kajian Ahad Pagi yang biasa dilaksanakan di Masjid At-taqwa akan mulai dilaksanakan kembali pada 6 Februari 2022 mendatang.

Mas Zain menyatakan, kegiatan ini bertujuan menghidupkan tradisi belajar tarjih bagi setiap keluarga Muhammadiyah, simpatisan, terutama pegawai yang bekerja di amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Sejarah

Lukman Hakim LC MA menjelaskan awal mula paradigma pemikiran keagamaan Muhammadiyah. Yaitu mabadi’ khamsah atau masalah lima yang terdiri dari al-din, al-dunya, al-ibadah, sabilillah, dan al-qiyas (ijtihad).

Dia mengungkap, pembicaraan masalah lima sudah dimunculkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah—dulu disebut Hoofdbestuur Mehammadijah—sejak tahun 1930-an. “Masalah tersebut diedarkan kepada para ulama ke wilayah-wilayah untuk direnungkan jawaban dan pemecahannya dengan dasar naqli dan aqli,” terangnya.

Edaran Hoofdbestuur Mehammadijah yang dimuat Suara Muhammadiyah Nomor 1 Shafar Tahun 1357H (April 1938) Edisi 20 menyebutkan: 

“Kami telah memadjoekannja kepada Djumhoer Oelama jang telah kami kenal. Lima pertanjaan sebagaimana yang terseboet di bawah ini: Apakah agama itoe? Apakah doenia itoe? Apakah ‘ibadah’ itoe? Apakah sabiliillah itoe? Apakah kijas itoe?”

“Maka kaloe ada Bestuur Tjabang atau Groep Moehammadijah jang dapat menjawabnya djoega atau punja oelama ahli dalam mengoepas masalah jang terseboet, harapalah soeka memberi jawaban djoega. Kami harapkan djawaban toean disegerakan, selambat-lambatnja pada 1 Mei 1938 soedah kami terima di Djokjakarta.”

Edaran resmi itu ditandatangani PP Muhammadiyah HM Mansoer dan sekretarisnya HM Farid. Artinya, pada edaran resmi tersebut ditentukan deadline, cabang dan grup Muhammadiyah di berbagai daerah di Indonesia sudah bisa menjawab masalah lima pada 1 Mei 1938.

Tapi ternyata, sampai pada deadline itu belum ada jawaban karena bangsa Indonesia sedang menghadapi penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan Indonesia. “Perumusan permasalahan lima baru diselenggarakan akhir tahun 1954 atau awal tahun 1955 dalam Muktamar Khusus Tarjih di Yogyakarta,” jelas dia.

Baca sambungan di halaman 2: Apakah Agama Itu?

Kajian Ketarjihan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kota Bojonegoro (Tangkapan layar Cebeng Alhudayatul Ustadza/PWMU.CO)

Apakah Agama Itu?

Kemudian, Lukman menerangkan rumusan Muhammadiyah tentang definisi agama. “Agama Islam dibawa Nabi Muhammad SAW, yaitu apa yang diturunkan Allah dalam al-Quran dan apa yang disebutkan dalam sunnah yang shahih,” jelasnya.

Agama terdiri dari tiga, yaitu perintah, larangan, dan petujuk. Untuk menjelaskan bagaimana al-Quran menjadi petunjuk, Lukman mengambil contoh surat al-Baqarah ayat 30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Di sana, dijelaskan narasi bagaimana Allah SWT mau menciptakan manusia di dunia ini. Ada dialog Allah sama malaikat,” terangnya.

Dari ayat itu, lanjutnya, diketahui Allah memiliki otoritas mutlak untuk melakukan penciptaan manusia di muka bumi. “Tapi dalam al-Quran dinarasikan seolah ada dialog antara Allah dengan malaikat. Artinya, al-Quran mengajarkan kita tentang irsyadah atau petunjuk, bagaimana ketika ada masalah perlu dimusyawarahkan!” tuturnya.

Sehebat apapun kita, lanjutnya, perlu mendengar saran yang konstruktif atau perlu tidaknya dipertimbangkan.

Tujuan agama atau syariat Islam, terang Lukman, juga diungkap di dalamnya. “Untuk membawa aspek kemaslahatan hamba, baik konteks kehidupan di dunia maupun akhirat. Agama Islam tidak ada dikotomi antara dunia dan akhirat,” terangnya.

Itu sebagaimana doa  _Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil aakhirati khasanah wa qinaa aadzaaban naar. “Umat Islam itu harus sukses di dalam kehidupan dunia dan akhirat,” imbuhnya.

Luqman menegaskan, syariat Nabi muhammad adalah kelanjutan syariat yang dibawa nabi-nabi sebelumnya. “Artinya Islam bukan ajaran baru. Tapi sudah diyakini sejak Nabi Adam sampai Nabi Isa AS,” ujarnya.

Dia menekankan, semua nabi dan rasul memiliki keyakinan terhadap tauhid yang sama. Dalam al-Quran dijelaskan, Allah telah mengutus Rasul untuk mengajak umatnya kepada sebuah ajaran tentang monotheistic teaching, Tuhan itu satu.

Syarah Rumusan Pertama dan Kedua

“Muhammadiyah mendefisikan agama yang sifatnya umum. Definisinya sama, hanya mengubah awalnya saja,” ujarnya menerangkan syarah (komentar) rumusan pertama.

Yaitu agama adalah yang disyariatkan Allah atas lisan para nabiNya. Isinya sama: ada perintah, larangan, dan petunjuk. Sumber ajaran Islam adalah Quran dan As sunnah. Tujuannya, sarana menuju kemaslahatan dunia dan akhirat.

Demikian juga dengan syarah (komentar) rumusan definisi kedua dari agama. Agama Islam secara umum, yaitu Islam yang dibawa para Nabi sebelum nabi Muhammad, juga intinya sama. Setelah itu, Lukman juga menerangkan rumusan keempat masalah lainnya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version