Farid Fathoni AF Kader Autentik, Anggun Moral Unggul Intelektual

Farid Fathoni AF (kedua dari kiri) bersama Yahya Muhaimin (ketika dari kiri) dalam Musyda XIV IMM (Qosdus Sabil/PWMU.CO)

Farid Fathoni AF Kader Autentik yang Anggun Moral Unggul Intelektual; oleh Qosdus Sabil, Ketua Lembaga Pengkajian Strategi dan Kebijakan DPP IMM 2001-2003 dan Ketua Umum DPD IMM Jawa Timur 2002-2004.

PWMU.CO – Sabtu, 6 Syawal 1443 (7/5/22) beranjak siang. Usai mengantar bapak mertua periksa ke dokter urologi, saya tercenung membaca kabar wafatnya Mas Farid Fathoni.

Sesaat kemudian, adzan Dzuhur berkumandang. Panggilan adzan menyadarkan saya, kematian akan menghampiri kita kapan saja. Kita hanya menunggu giliran.

Sosok Farid Fathoni AF bagi saya adalah sosok kader autentik IMM. Dia tidak saja merepresentasikan kemurnian ide dan aksi sebuah gerakan IMM, namun juga mencerminkan harapan besar keaslian visi gerakan IMM.

Dia selalu menekankan gerakannya atas dasar amal ilmiah dan ilmu amaliah. Sehingga ciri khasnya yang selalu tampil anggun moral dan unggul intelektual menjadikannya sebagai kebanggaan IMM.

Allahuyarham Muhammad Ilham Thowil yang pertama kali memperkenalkan saya dengan sosok Farid Fathoni AF. Walaupun secara tidak langsung, melalui buku ‘IMM, Kelahiran yang Dipersoalkan’. Saat itu Kak Ilham—panggilan akrabnya—baru beberapa saat menjadi mahasiswa IAIN Surabaya, namun langsung menjadi aktivis IMM.

Sementara saya masih menjadi aktivis IPM Sekolah Kader SMA 2 Lamongan. Sehingga, saat mulai kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Jember, saya langsung memutuskan aktif di IMM.

Betapapun saat itu banyak kakak kelas mencoba merayu dan mengajak saya aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sedikit pun saya tidak tertarik. Saya sudah jatuh hati kepada IMM, bahkan sejak saya masih pelajar.

Inilah sebab perjumpaan saya berikutnya dengan Mas Farid—sapaan khasnya—menjadi begitu intim. Terlebih sosok Mas Farid adalah role model penggerak kader. Dia sangat totalitas meluangkan waktu terbaik untuk melayani kader-kadernya.

Sosok Sederhana Kemudikan Ambulans

Perjumpaan langsung dengan Mas Farid terjadi saat saya mengikuti Darul Arqam Madya DPD IMM Jawa Timur 1994 di Pacet Mojokerto. Hingga larut malam, Mas Farid membakar semangat kami untuk meneguhkan identitas IMM di kancah nasional gerakan Mahasiswa.

Saat itu, saya melihat Mas Farid ditemani sang istri tercinta. Mas Farid tidak segan mengemudikan sendiri ambulans Puskesmas sebagai mobil dinas istrinya. Hingga sepuluh tahun kemudian, dalam beberapa kali rapat konsolidasi pemenangan Pilpres 2004 bersama Allahuyarham Yahya Abdul Muhaimin, saya melihat istrinya selalu menemani Mas Farid.

Istimewanya, Mas Farid kadang masih memilih mengemudikan ambulans sendiri. Terlepas dari kesederhanaannya, itulah cara Mas Farid membagi waktu ditengah kepadatan mobilitas dan kesibukan sehari-harinya.

Ambulans menjadi pilihan jitu memaksimalkan kecepatan dalam melayani masyarakat. Tidak hanya sebatas pelayananan kesehatan, namun juga pelayanan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat mustadh’afin.

Baca sambungan di halaman 2: Dirikan TK-TPA Gratis

Farid Fathoni AF (kedua dari kiri) dalam Musyda XIV IMM (Qosdus Sabil/PWMU.CO)

Dirikan TK-TPA Gratis

Di halaman belakang rumahnya yang sangat luas, Mas Farid dan istri membuat Taman Kanak-Kanak dan Taman Pendidikan al-Quran gratis untuk melayani masyarakat sekitar. Rumahnya di Jombang tidak hanya menjadi jujugan para aktivis. Beberapa tokoh nasional seperti Adi Sasono dan ZA Maulani juga pernah singgah di rumah almarhum.

Tak ketinggalan, Piet Hizbullah Khaidir dan Endy Sjaiful Alim—Ketum dan Sekjen DPP IMM 2001-2003—meminta saya menemani mereka ke rumah Mas Farid di Jombang. Tepatnya, usai sebuah agenda di Malang. Saya segera meminjam Suzuki Katana UMM, mobil dinas Rektor UMM Fauzan—saat itu masih menjabat Kepala BAU—untuk mengantarkan mereka.

Siang itu, kami memasuki kediaman Mas Farid yang luas dan asri.  Sehingga kami sangat betah berlama-lama bertamu. Terlebih, kami mendapat sangat banyak sudut pandang sejarah gerakan IMM dari sumber penulisnya langsung.

Mas Farid pun meminta kami menginap di rumahnya. Hanya saja, Piet sudah terlanjur memesan tiket kereta malam dari stasiun Pasar Turi untuk kembali ke Jakarta. Akhirnya kami terpaksa mengakhiri diskusi gayeng bersama Mas Farid.

Sebagai tindak lanjut diskusi tersebut, saya ditunjuk DPP IMM untuk segera mempersiapkan Lokakarya Nasional “Rancang Bangun Gerakan IMM, Visi 2020”. Alhamdulillah, acara Lokakarya itu berlangsung di Gedung Diklat Depdagri Kota Malang.

Kami diizinkan memakai gedung tersebut secara gratis atas bantuan Syahrazad Masdar, Kepala Diklat Depdagri Jawa Timur saat itu. Dia sempat ditunjuk menjadi pejabat Bupati Jember, kemudian menjadi bupati terpilih di Kabupaten Lumajang.

Jumpa Intens

Intensitas perjumpaan dengan Mas Farid terjadi saat kami sedang mempersiapkan pelaksanaan Musyawarah Daerah (Musyda) IMM Jawa Timur XIV akhir Februari 2004 di Kota Jombang. Mas Farid sangat antusias membantu hajatan kami.

Dia sangat gembira dengan kehadiran kader-kadernya yang malah banyak merepotkan. Dia bahkan mengundang saya dan kawan-kawan DPD IMM Jatim secara khusus untuk menginap di rumahnya. Harapannya, bisa berdiskusi lebih dalam hingga larut malam.

Tema besar yang kami angkat saat Musyda yaitu Mempertegas Peran Kesejarahan, Memperkukuh Aksi Kepeloporan. Musyda IMM Jatim XIV ini terlaksana dalam suasana milad IMM ke-40. Usia sebuah gerakan yang selayaknya sudah semakin mapan.

Musyda dihadiri Ketua Kornas Fokal IMM Prof Yahya A Muhaimin Mantan Mendiknas Kabinet Gus Dur itu hadir di tengah kesibukan konsolidasi nasional pemenangan MAR for President. Dia masih mengutamakan bisa hadir ke Jombang.

Sejak pertama saya berdiskusi dengan Mas Farid, saya merasa ada chemistry yang begitu erat. Mungkin karena kesamaan latar keluarga besarnya di Brondong, Lamongan dan Tuban. Secara pemikiran politik khas Masyumi. Di mana itu semua selaras aktivitas politik abah saya di Lamongan sejak orde baru berkuasa.

Bagian terpenting dari legacy seorang Farid Fathoni, dia menemukan frasa ‘IMM, Kelahiran yang dipersoalkan’ hingga kemudian menjadi buku wajib bagi setiap kader IMM. Ada amanah dari Djazman Al-Kindi yang belum tertulis semuanya dalam buku itu.

Saya mendengar dari Mas Abduh, aktivis IMM Surabaya yang kini aktif sebagai PDM Kabupaten Jombang, edisi cetak baru dan revisi buku itu sudah hampir selesai. Semoga bisa segera naik cetak.

Allahuyarham Mas Farid Fathoni. Semoga Allah Subhaanahu wa Ta’ala melimpahkan atas Almarhum Maghfirah, Rahmah dan JannahNya. Amin Yaa Arhamarraahimin. Ciputat, Ahad 7 Syawal 1443. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni/SN

Exit mobile version