Haedar Nashir: Penulis Muda Muhammadiyah Harus Mencerahkan

Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi bersama Pradana Boy dalam kegiatan Temu Penulis Muda Muhammadiyah di Grha SM Yogyakarta, Rabu (5/10/2022) (Nely Izzatul/PWMU.CO)
Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi bersama Pradana Boy dalam kegiatan Temu Penulis Muda Muhammadiyah di Grha SM Yogyakarta, Rabu (5/10/2022) (Nely Izzatul/PWMU.CO)

Haedar Nashir: Penulis Muda Muhammadiyah Harus Mencerahkan. Liputan Nely Izzatul, Kontributor PWMU.CO

PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir MSi hadir dalam Temu Penulis Muda Muhammadiyah, Rabu (5/10/2022).

Acara yang digelar Ibtimes dengan tema Kolaborasi Membangun Narasi ini berlangsung di Grha Suara Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam amanatnya, Prof Haedar berpesan agar para penulis muda Muhammadiyah mampu menjadi mubaligh yang mencerahkan.

“Penulis itu kan juga khatib, juga sebagai da’i yang harus mengedukasi dan mencerahkan masyarakat supaya tidak jadi korban dari para elit yang menciptakan realitas buatan,” katanya.

Menurut Haedar, kehidupan sekarang ini banyak menghadirkan simulakra, sehingga dibutuhkan kecerdasan seorang penulis untuk berpikir secara jernih dan mampu mengetahui mana yang asli dan mana yang imitasi.

“Generasi baru harus mencoba mencerdaskan umat, termasuk sebagaimana warga Muhammadiyah untuk berpikir sebagai ulul albab yang mampu membaca teks, realitas, pandangan dan mengambil yang terbaik,” tuturnya.

Untuk mendapatkan yang terbaik ini, kata Haedar, diperlukan kerangka berpikir yang kaya sehingga dia mengajak para penulis muda untuk banyak belajar.

“Mumpung muda, belajar ilmu harus lebih khatam dan belajar kepada siapapun. Dulu para ulama belajar ke ulama A sampai Z. Guru-guru kita juga belajar dari berbagai pondok pesantren. Orang tua kita yang santri, ilmunya juga belajar dari berbagai pondok pesantren dan berbagai aliran, karena ingin menemukan multiperspektif,” katanya.

Menurut Haedar, saatnya para penulis muda untuk memperkaya keilmuan, sehingga tidak menjadi penulis biasa.

“Anda harus memposisikan sebagai mubaligh baru. Para penulis itu “mubaligh”. Tidak harus di majelis tabligh karena latar belakangnya macam-macam, namun syukur kalau semua punya basic islamic studies yang mencukupi,” tuturnya.

Narasi Islam Berkemajuan, Mencerahkan, Mencerdaskan

Guru Besar Soisologi UMY ini mengajak para penulis muda Muhammadiyah untuk memposisikan diri menjadi mubaligh baru yang bisa masuk ke ruang publik yang mencerahkan.

“Isi ruang publik dengan narasi Islam yang memajukan, mencerahkan, dan mencerdaskan. Islam yang bisa menawarkan kecerdasan irfani model baru,” ucapnya.

Dia menegaskan, dari kalangan muda Muhammadiyah harus ada arus baru para mubaligh yang lintas, yang mampu mencerdaskan, mencerahkan dan masuk ke realitas ruang virtual untuk bertabligh.

“Tentu dengan pandangan-pandangan keislaman yang mencerahkan, dengan pendekatan bayani, burhani, irfani yang keren,” ujarnya.

Oleh sebab itu, menurutnya hal ini yang perlu menjadi perhatian. Dia juga mengingatkan kepada para kader IPM dan IMM untuk ikut mengkampanyekan Islam berkemajuan dan membangun paradigma ke arah sana.

“Perjalanan masih panjang. Anda saatnya untuk memperkaya keilmuan. Jangan merasa sudah selesai menjadi intelektual. Generasi baru harus banyak yang sekolah ke luar negeri. IPM sekarang sudah menunjukkan kader-kader yang sukses belajar dari luar negeri. Generasi baru harus seperti itu,” pesannya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version