Semalam di Kota Jeddah, 70 Persen Warga Indonesia di Sana dari Madura

Pemandangan cantik di bibir pantai Laut Merah Jeddah (Kemas Saiful Rizal/PWMU.CO)

Semalam di Kota Jeddah , 70 Persen Warga Indonesia di Sana dari Madura; Liputan Kemas Saiful Rizal, kontributor PWMU.CO di Tanah Suci.

PWMU.CO – Berkat kebaikan hati seorang teman asal Bawean yang menjadi guru di Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ), Mukarromah (40) dan sang suami, Muhammad Athoillah (45), saya dan istri bisa mengunjungi Kota Jeddah, Arab Saudi. 

Sebab jika mengikuti agenda rombongan haji yang kami ikuti, kami tidak mengagendakan ziarah ke Jeddah. Tentu dengan berbagai alasan dan pertimbangan.

Awalnya Sabtu kemarin (23/7/2022) kami janji bertemu setelah Dhuhur di food courtZamzam Tower yang berada di samping Masjid Al-Haram.

Setelah saya dan istri selesai melaksanakan shalat Dhuhur, kami berdua segera meluncur ke Kedai Lounge 99 di lantai P3 Zamzam Tower, tempat Mbak Roma (panggilan akrab Mukarromah) dan Mas Atok—panggilan Muhammad Athoillah–menunggu kami. 

Di samping saya, Atok juga mengundang teman-temannya sesama alumni PIQ (Pesantren Ilmu Al-Qur’an) Singosari Malang.  Ada empat lelaki teman Mas Atok yang datang. Yang seorang, yaitu Mas Yunan, jamaah haji asal Jember datang bersama sang istri, Ibros, yang tidak lain juga teman Mbak Roma saat kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya. 

Total ada 7 orang teman Mbak Roma dan Mas Atok—kesemuanya adalah jamaah haji asal Jawa Timur—yang dijamu makan ala Arab oleh pasangan suami istri itu.

Baca sambungan di halaman 2: Keputusan Mengejutkan

Jamuan Muhammad Athoillah (ketiga dari kanan) dan Mukarromah untuk teman-temannya di Zamzam Tower Mekah (Mukarromah/PWMU.CO)

Keputusan Mengejutkan

Setelah makan dilanjut ngobrol panjang lebar. Menjelang waktu shalat Ashar pertemuan pun berakhir. Satu per satu teman-teman suami istri itu berpamitan. Saya dan istri memilih pamit belakangan karena saya dan istri ingin ke toilet dulu. Istri saya dan Roma lebih dulu ke toilet bersama. Adapun saya dan Atok ke toilet kemudian setelahnya. 

Entah bagaimana ceritanya, setelah saya kembali dari toilet, kok ada keputusan yang mengejutkan. Roma mengajak istri dan saya untuk ikut mampir dan menginap di rumahnya di Jeddah. Atok pun sepertinya tidak keberatan. Akhirya kami pun berangkat dari Mekah ke Jeddah naik mobil sedan merek Honda milik Mas Atok.

Ternyata perjalanan Mekah ke Jeddah tidak lama. Hanya satu jam kami sudah sampai di Jeddah. Sebelum sampai di rumahnya di distrik Rehab Jeddah, Roma memampirkan saya dan istri di Sekolah Indonesia Jeddah, tempatnya mengajar, yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari kediamannya. 

Saya dan istri diajak masuk ke sekolah bercat krem berlantai empat tersebut. Karena hari Sabtu adalah hari libur (sekolah atau perkantoran di Arab Saudi libur pada hari Jumat-Sabtu), kami hanya bertemu dua siswa SIJ yang saat itu sedang ada kegiatan ekstrakurikuler. Saat saya tanya kedua siswa putra putri itu berasal dari Madura. Yang putri berasal dari Bangkalan, sedang yang putra berasal dari Sampang.

Menurut Atok, yang bekerja di KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) Jeddah, warga Indonesia di Jeddah sekitar 70 persen adalah orang Madura. Sehingga tidak heran jika dari 1.100 siswa SIJ sebagian besar juga keturunan Madura.

Tak berapa lama di SIJ,  saya dan istri pun sampai di rumah sejoli itu sekitar pukul 17.00 WAS. Setelah mandi dan istirahat sekitar satu jam, kami diajak jalan-jalan keliling Kota Jeddah. 

Baca sambungan di halaman 3: Kota Modern

Sholat Maghrib di bibir Pantai Laut Merah Jeddah (Mukarromah/PWMU.CO)

Kota Modern

Saya terkesan dengan bangunan-bangunan di Jeddah, banyak produk dengan merek-merek terkenal dunia berdiri di Jeddah. Kemegahan Jeddah rasanya tak kalah dari Singapura atau kota-kota besar di dunia. 

Menurut Atok, sebelum Riyadh, Jeddah adalah Ibukota Arab Saudi. Tak heran jika Jeddah menjadi kota kelas dunia. Tak ketinggalan kami melewati bibir pantai Laut Merah yang superpanjang jauhnya. Di sisi sebelah jalan sepanjang Laut Merah berjejer hotel-hotel mewah dan super tinggi. Kemudian kami turun di dekat lokasi yang ada tulisan menyala ‘JEDDAH’. Karena saat itu sudah masuk waktu shalat Maghrib, Atok, saya, dan istri segera menggelar sajadah di atas rerumputan untuk shalat Maghrib berjamaah.

Selesai shalat, kami berjalan-jalan sejenak di bibir pantai Laut Merah sambil berfoto di spot-spot yang kami anggap menarik. Pantai Laut Merah adalah destinasi wisata bagi warga Jeddah dan Arab Saudi. Sepanjang pantai pemandangannya sangat indah. Di antara dua jalur jalan raya yang sangat lebar terdapat jogging trek dengan pohon sejenis palem di sisi kanan kirinya. Tempat orang-orang berolahraga dan berjalan-jalan.

Sekitar 30 menit kami di Pantai Laut Merah, angin berhembus semakin kencang. Kami pun beranjak pulang. Sebelum pulang, saya dan istri diajak oleh suami istri itu makan malam di restoran Thailand yang menyajikan masakan Asia. 

Kami pun memesan asem-asem cumi dan gurami asam manis. Walaupun bukan orang Indonesia, pelayannya pandai berbahasa Indonesia. Bahkan menutur Atok, manajer restoran itu pernah dipegang orang Indonesia.

Terima kasih buat mbak Roma dan mas Atok atas pengalaman yang mengesankan ini. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version