Prof Siti Zuhro: Kalau Bapak-Bapak Gagal Membangun Peradaban, Kita yang Harus Tampil

Siti Zuhro (kanan). Prof Siti Zuhro: Kalau Bapak-Bapak Gagal Membangun Peradaban, Kita yang Harus Tampil. (Ain Nurwindasari/PWMU.CO)

Prof Siti Zuhro: Kalau Bapak-Bapak Gagal Membangun Peradaban, Kita yang Harus Tampil; liputan Ain Nurwindasari, kontributor PWMU.CO Gresik.

PWMU.CO – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Dr Siti Zuhro MA menjadi pembicara pada acara sarasehan bertajuk Peran Perempuan dalam Politik. 

Acara ini menjadi rangkaian kegiatan Resepsi Milad Ke-105 Aisyiyah di Gedung Muhammadiyah Jawa Timur, Jalan Kertomenanggal IV/1 Surabaya, Sabtu (20/08/2022).

Prof Zuhro mengawali presentasinya dengan memaparkan persentase jumlah perempuan yang ada di Indonesia. 

“Penduduk Indonesia itu sekitar 49,5 persen perempuan. Mau dijadikan apa perempuan sebanyak itu? Dan apa sebetulnya fungsi perempuan?” ujarnya.

Perempuan asli Blitar tersebut lantas menekankan pentingnya menjadi perempuan berkemajuan.

“Perempuan berkemajuan bisa terus-menerus membangkitkan diri sendiri dulu baru (membangkitkan) sekitarnya,” ungkapnya.

Dalam rangka memberikan manfaat untuk sekitarnya, menurut dia, perempuan juga bisa salah satunya terjun di dunia politik.

“Apa pentingnya perempuan di dunia politik? Bahwa kita itu punya kekuatan yang tidak dimiliki oleh laki-laki. Perempuan itu, misalnya, doing in to detail. Tidak sepenggal-sepenggal kalau melakukan sesuatu,” ujarnya sambil mencontohnya Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya yang kini Menteri Sosial.

Perempuan yang telah menjadi peneliti di LIPI, sekarang BRIN, sejak tahun 1986 tersebut menguatkan pentingnya perempuan dalam konteks politik.

“Bahwa demokrasi kita itu membangun peradaban. Kalau bapak-bapak tidak bisa membangun peradaban, kita yang membangun. Lihat, betapa banyak koruptor itu dari kalangan laki-laki,” ungkapnya.

Menurut Zuhro, pentingnya perempuan dalam politik di antaranya karena dibutuhkan banyak orang yang memiliki kewenangan di pemerintahan yang punya rasa nasionalisme tinggi.

“Punya rasa nationality, kebangsaan kita, punya kepentingan membangun umat dan bangsa kita. Bukan menambah jumlah koruptor nya, tapi kita membuat Indonesia semacam relief, semacam pain relief, dan sesungguhnya potensi perempuan dalam pembangunan itu sangat penting,” tuturnya.

Baca sambungan di halaman 2: Budaya Meremahkan Perempuan

Prof Siti Zuhro: Kalau Bapak-Bapak Gagal Membangun Peradaban, Kita yang Harus Tampil. Siti Zuhro (kanan). (Ain Nurwindasari/PWMU.CO)

Budaya Meremahkan Perempuan

Namun demikian, Prof Zuhro juga menuturkan budaya cenderung meremehkan perempuan.

“Tafsir budaya selalu agak meremehkan perempuan, tapi kita juga harus instrospeksi, jangan-jangan itu karena kita bawel banget, cerewet banget, dan sebagainya yang membuat orang lain meremehkan kita,” terangnya.

Untuk itu menurut Zuhro, perempuan hendaknya mulai mengedepankan budaya iqra’ yakni membaca, meningkatkan kualitas intelektual.

“Untuk perempuan tertentu ngerumpi itu udah nggak ada lagi karena mereka udah sibuk dengan iqra’. Mereka sadar bahwa pendidikan nomer 1, nomer 2 kesehatan,” ujarnya.

Sehingga ia menilai organisasi perempuan, Aisyiyah misalnya, sudah harus punya strategi baru, tidak hanya pendidikan dan kesehatan.

“Tapi kita ingin ada perempuan dan Persyarikatan yang mahir memimpin dari tingkat bawah sampai atas, karena jumlahnya belum imbang, kita belum diwakili dengan imbang,” tuturnya.

Prof Zuhro menyayangkan sampai saat ini perempuan yang punya kesadaran dan kemampuan terjun di dunia politik masih sangat sedikit.

“Perempuan yang jadi kepala daerah, sebagian besar karena dinasti politik. Iya kan? Nah kita harus putus mata rantai itu,” ungkapnya.

Lantas bagaimana partai politik semestinya pola rekrutmen yang bagus?

“Jadi harusnya mereka parpol yang minta ke ormas perempuan, ke kampus, minta perempuan menjadi kadernya, tapi itu tidak terjadi,” ungkapnya.

Padahal, menurutnya capaian perempuan di kursi legislatif belum maksimal. “Dari kuota 30 persen masih sekitar 20 persen, Rendahnya keterwakilan perempuan menjadi indikator rendahnya perempuan di parpol,” ungkapnya.

Prof Zuhro mengungkapkan tantangan perempuan dalam berpolitik sangat besar.

“Budaya di Indonesia masih sangat kental asal patrialkalnya. Seleksi dilakukan oleh laki-laki. Belum lagi kurangnya media dalam membangun pentingnya perempuan dalam politik,” terangnya.

Oleh karena itu menurutnya untuk mencapai keterwakilan perempuan salah satunya adalah perlunya jejaring.

“Yang menambah ilmu kita adalah kita mau serawung, tanpa tersekat apapun,” tuturnya.

Ia mengungkapkan demikian karena selama ini lebih banyak bekerja dengan laki-laki, bahkan sering menjadi satu-satunya perempuan di beberapa kesempatan.

Dalam kesempatan ini ia pun mengungkapkan bahwa perempuan adalah manusia yang tangguh.

“Kaum perempuan itu berjibaku nya berlipat-lipat dan tidak gampang berkeluh kesah, dan tidak boleh cengeng,” tandasnya. (*)


Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version