SD Muda JOS Praktik Mengamati Hari tanpa Bayangan

Indah Safitri saat menunjukkan pada siswa kelas IV SD Muda JOS kondisi hari tanga bayangan dengan alat-alat sederhana, Kamis 13 Oktober 2022. (Sulistyo/PWMU.CO)

PWMU.CO – SD Muda JOS Praktik Mengamati Hari tanpa Bayangan. SD Muhammadiyah 2 Dukun alias SD Muda JOS (jujur, optimis, dan santun ) mengajak siswa kelas IV praktik mengamati hari tanpa bayangan, Kamis (13/102022).

Indah Safitri—guru matematika SD Muda JOS yang berlokasi di Desa Padang Bandung, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur—mengatakan, hari tanpa bayangan termasuk fenomena alam yang langka.

“Fenomena ini terjadi hanya dua kali dalam setahun untuk daerah Indonesia tertentu,” kata mantan Ketua Astronom Galator Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.

Mengutip data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indah Safitri menjelaskan fenomena ini terjadi pada tanggal 11-14 Oktober 2022 untuk daerah Jawa Timur yakni Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.

Menurut dia, pengamatan dilakukan oleh siswa kelas IV karena mereka sudah menerima materi pengukuran sudut derajat. “Hal ini juga dilakukan untuk mencapai aspek Profil Pelajar Pancasila yang dapat mengagungi keagungan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,” terang dia pada PWMU.CO. 

Meski dikhususkan kelas IV, tetapi siswa kelas-kelas lain juga sangat antusias memperhatikan praktikum ini.

Untuk praktik pengamatan ini alat yag digunakan cukup sederhana. Para siswa hanya perlu menyiapkan benda yang tegak dan tidak berongga. Kemudian mereka di ajak ke lapangan SD Muda JOS yang cukup luas dengan mencari posisi yang tidak tertutup oleh bayangan gedung sekolah.

Indah Safitri menjelaskan pada siswa kelas IV SD Muda JOS tentang hari tanga bayangan, Kamis 13 Oktober 2022. (Sulistyo/PWMU.CO)

Terjadinya Hari tanpa Bayangan

Sebelum pengamatan, Indah Safitri menjelaskan tentang astronomi dan sebab terjadinya fenomena hari tanpa bayangan. 

Hari tanpa bayangan atau dalam istilah astronomi disebut dengan kulminasi adalah kondisi di mana matahari tepat berada di atas kepala atau titik zenit.

Fenomena itu terjadi saat matahari berada tepat 90 derajat saat melintasi beberapa wilayah bumi. 

“Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan, fenomena ini bisa terjadi karena nilai deklinasi matahari bervariasi antara -11 hingga +6 derajat,” kata dia menjelaskan pada para siswa.

Dia menerangkan, deklinasi matahari merupakan sudut apit antara lintasan semu harian matahari dengan proyeksi ekuator bumi pada bola langit (ekuator langit). 

“Karena nilai deklinasi matahari sama dengan lintang geografis wilayah Indonesia, yaitu 6 derajat LU hingga 11 derajat LS, maka matahari akan berada tepat di atas kepala saat tengah hari,” terangnya.

Pada saat itulah, sambungnya, bayangan tidak terbentuk oleh benda tegak tidak berongga pada tengah hari. “Hal ini kemudian disebut sebagai fenomena hari tanpa bayangan,” ujarnya.

Indah Safitri menunjukkan bayangan yang mulai menghilang pada benda tabung pukul 11.16 WIB (sulistyo)

Pengamatan fenomena hari tanpa bayangan yang dilakukan oleh anak-anak SD Muhammadiyah 2 Dukun Gresik tepat pada pukul 11.16 WIB. Fenomena tersebut di amati selama 3-5 Menit setelah itu keadaan bayangan kembali seperti semula.

Pengamatan fenomena hari tanpa bayangan yang dilakukan tepat pada pukul 11.16 WIB. Fenomena tersebut diamati selama 3-5 menit. Setelah itu keadaan bayangan kembali seperti semula.

Indah Safitri bersama siswa kelas IV SD Muda JOS setelah mengamati hari tanga bayangan, Kamis 13 Oktober 2022. (Sulistyo/PWMU.CO)

Diskusi Seru

Setelah mengamati kejadian hari tanpa bayangan, Indah Safitri memberikan kesempatan pada para siswanya berpendapat dan mengajukan pertanyaan.

Dengan berani, Nafasya Baiti Rahmah (9) berpendapat, “Saya takjub. Saya pikir saya sudah menjadi hantu, seperti yang ada di film-film,” katanya mengundnag gelak tawa teman-temannya.

Nabila Vanessa Putri (9) menimpali. “Kalau saya sih terkejut, kok bisa ya benda yang terpapar sinar matahari tapi tidak ada bayangannya, Ini pengalaman pertama saya mengamati fenomena ini,” ungkapnya.

Sambil mengacungkan jari telunjuknya Putri Salsabilah (8) mengatakan, “Malah seru dapat ilmu baru, walau panas-panas.”

Sementara Sayyidati Nafila (10) berkata, “Aku akan tambah bersyukur setelah mengamati fenomena ini.” 

Pendapat para siswa itu disambut Indah Safitri dengan memberikan tepuk tangan.

Dia pun menceritakan pengalaman spiritualnya bahwa dengan mengamati fenomena alam bisa meningkatkan rasa syukur pada ciptaan Allah SWT. “Sebagaimana diterangkan dalam as-Shad ayat 27, yang artinya ‘Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka’,” ujarnya. (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version