Abdul Mu’ti: Muhammadiyah Tak Bergantung pada Sinten dan Pinten

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd (Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO)

Abdul Mu’ti: Muhammadiyah Tak Bergantung pada Sinten dan Pinten; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.

PWMU.CO – Kesuksesan Muktamar Energi Potensial Muhammadiyah. Hal ini diungkap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd saat membahas Muhammadiyah Pascamuktamar di Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertema ‘Energi Baru Pascamuktamar’, Jumat (9/12/2022) malam.

Prof Mu’ti, sapaannya, mengatakan, tentu banyak hal dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah juga Muktamar Ke-14 Nasyiatul Aisyiyah mendapat apresiasi dari berbagai pihak.

“Banyak kalangan menilai Muktamar Muhammadiyah alhamdulillah berlangsung sebagai perhelatan bermarwah, beradab, dan berkemajuan. Semuanya berjalan lancar, tertib, santun, guyub, rukun, penuh semangat,” ujarnya.

Selain itu, banyak apresiasi dan ucapan selamat dari para tokoh dunia dan perwakilan negara-negara sahabat yang ditujukan kepada Muhammadiyah, Ketua Umum, dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Dari situ Prof Mu’ti menegaskan, Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah tidak hanya menjadi milik warga Persyarikatan tapi juga milik seluruh masyarakat Indonesia bahkan di berbagai belahan dunia.

“Ada beberapa surat yang dikirim para duta besar ke PP Muhammadiyah seperti di antaranya dari Dubes Uni Emirat Arab dan Singapura. Itu semua menunjukkan perhelatan Muktamar tidak hanya jadi urusan Muhammadiyah, tapi jadi bagian perhatian seluruh masyarakat,” imbuhnya.

Pria kelahiran 2 September 1968 itu menilai, perhelatan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah yang sangat menggembirakan menunjukkan kematangan warga Persyarikatan, kultur dan karakter berkemajuan, serta kematangan pemerintahan yang berkembang di Muhammadiyah.

“Kesuksesan Muktamar itu merupakan energi potensial yang memungkinkan Muhammadiyah melangkah lebih maju lagi, melejit from good to great, menjadi unggul serta berkemajuan,” ucapnya.

Meski demikian, lanjutnya, ada pula yang mengkritik Muktamar Muhammadiyah terlalu cool. Dia menerangkan, “Cool bisa berarti adem ayem, tapi cool juga bisa berarti oke.”

Bapak Muhammadiyah Garis Lucu ini lantas memanfaatkan kehadiran sang pembawa acara Azaki Khoirudin SPdI MPd untuk mencontohkan lebih lanjut. “Kalau misal ada yang bilang Mas Azaki itu cool deh, maksudnya Mas Azaki itu oke! Karena masih muda, banyak berprestasi, dan sebentar lagi ujian terbuka doktor,” ujarnya.

Kembali pada topik bahasan, ia menegaskan, kesuksesan Muktamar ini karena Muhammadiyah berkembang berdasarkan sistem. “Muhammadiyah tidak bergantung pada sinten dan pinten (Muhammadiyah tidak bergantung pada orang dan uang),” kata Prof Mu’ti.

Meski demikian, lanjut Prof Mu’ti, warga Muhammadiyah tak boleh terlena dan terlalu berpuas diri, karena Muktamar bukanlah klimaks, tapi awal untuk bekerja lebih baik. “Muktamar merupakan energi baru untuk melakukan pembaruan,” imbuhnya.

Oleh karena itu, dia berpantun,

Burung camar terbang di angkasa
membelah mega berwarna jingga
rampung Muktamar mari bekerja
agar Muhammadiyah semakin jaya

“Mungkin ini ada yang komentar cakep gitu di rumah masing-masing, kalau nggak, saya bilang sendiri aja nggak apa,” candanya sambil tertawa. Sebab, pantun itu dia sampaikan secara daring sehingga tidak memungkinkan dia mendengar respon penonton.

Spirit Teologi al-Insyirah

Prof Mu’ti mengingatkan, pimpinan dan warga Persyarikatan tidak boleh berhenti karena Muhammadiyah sebagai gerakan yang berkemajuan, sesuai spirit teologi al-Insyirah. “Yaitu sebuah spirit gerakan yang dibangun berdasarkan ayat-ayat dalam surat al-Insyirah, surat ke-94,” terangnya.

Dia lantas membacakan firman Allah dalam dua ayat terakhir surat itu, “Apabila kamu telah selesai melakukan suatu pekerjaan, maka kerjakanlan dengan sungguh-sungguh pekerjaan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah kamu berharap.”

Dari ayat tersebut, Prof Mu’ti menekankan, “Setelah Muktamar selesai, tidak boleh kita berleha-leha dan berpangku tangan.”

Berdasarkan Tafsir al-Maraghi, lanjut Prof Mu’ti, dua ayat itu mengandung dua pengertian penting. Pertama, hendaknya senantiasa bersabar dalam melaksanakan sesuatu. “Karena di balik kesabaran itu akan ada kesenangan dan kebahagiaan,” ujarnya.

Adapun ‘faidza faragh ta fanshab‘ juga mengandung penjelasan agar konsisten dan kontinyu melaksanakan kebaikan-kebaikan dan apa yang menjadi tugas atau tanggung jawabnya. “Konsisten dan kontinyu ini kunci menjadi individu, pimpinan, dan warga Persyarikatan yang maju,” imbuhnya.

Makna terakhirnya, Prof Mu’ti menegaskan, “Kita bekerja bukan untuk mendapat pujian, kedudukan, jabatan, tapi untuk mencari keridhaan Allah.”

Karena itu, lanjutnya, hendaknya terus selalu bergerak. “Kita punya energi tapi juga harus ada renewable energy (energi terbarukan). Karena itulah energi baru itu bisa saja kita kembangkan berdasarkan apa yang sudah kita capai. Keberhasilan itu merupakan energi potensial untuk kita bisa lebih melejit lagi!” imbaunya.

Keberhasilan itu kalau kemudian tidak dilanjutkan dengan bekerja lebih baik lagi bisa menjadi awal dari disrupsi. “Salah satu jebakan kesuksesan adalah kita berada pada zona nyaman. We enjoy comfort zone. Karena kita terlalu asik di zona nyaman itu, kita jadi seorang yang romantis. Yaitu hanya mengenang kebaikan-kebaikannya, sesuatu yang indah-indah tapi terlena bahwa ada tantangan sangat berat di masa depan,” terangnya.

Karena itu, Prof Mu’ti mengimbau agar berpikir bagaimana bisa menjadi pribadi, pimpinan, dan warga Persyarikatan yang senantiasa berorientasi futuristik (masa depan). “Saya sering menyebut orientasi futuristik itu orientasi akhirat. Di mana masa depan itu harus lebih baik dari pada masa lalu dan masa kini,” tuturnya. (*)

Exit mobile version