Abdul Mu’ti Ingin Muhammadiyah Jadi Syajaratun Thayyibah

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd di Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertema ‘Energi Baru Pascamuktamar’, Jumat (9/12/2022) malam. Abdul Mu’ti Ingin Muhammadiyah Jadi Syajaratun Thayyibah. (Sayyidah Nuriyah/PWMU.CO)

Abdul Mu’ti Ingin Muhammadiyah Jadi Syajaratun Thayyibah; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni.

PWMU.CO – Apa sesungguhnya Islam Berkemajuan itu? Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd mengungkapnya di Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertema ‘Energi Baru Pascamuktamar’, Jumat (9/12/2022) malam.

Prof Mu’ti–sapaannya–mengatakan, Muktamar Ke-48 Muhammadiyah merumuskan Risalah Islam Berkemajuan. “Dengan ini diharapkan warga Persyarikatan memiliki keteguhan manhaj dan visi sesuai pandangan Muhammadiyah karena banyak terpaan isu dan tantangan yang menggerus dan menggeser warga persyarikatan,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Prof Mu’ti, di tengah usaha mencerahkan semesta yang dimaknai upaya memperkuat dan melanjutkan internasionalisasi Muhammadiyah yang sudah dilaksanakan selama 1 periode terakhir, Muhammadiyah juga ingin menjejak di bumi. Dia lantas menggunakan ungkapan di surat Ibrahim, “Muhammadiyah tetap ingin menjadi syajaratun thayyibah (pohon yang baik).”

Kalau Ketua Umum Nasyiataul Aisyiyah mengaitkan Muhammadiyah sebagai matahari, dia ingin mengaitkan Muhammadiyah seperti yang akarnya menunjam ke tanah. Kemudian dia menjelaskan maksudnya, “Muhammadiyah tetap menginjak akar rumput, harus tetap memelihara cabang dan ranting, memakmurkan masjid-masjid. Sebagian masjid Muhammadiyah hilang karena tidak ada jamaahnya atau karena dihilangkan orang lain.”

Menurutnya, ini karena sesungguhnya Muhammadiyah itu gerakan berbasis massa. “Memang tidak hanya solid dengan massa yang kita miliki, tapi kita juga ingin bagaimana kuantitas massa kita bertambah. Ini menjadi bagian agenda penting pascamuktamar,” tambahnya.

Selain itu, sambungnya, Muhammadiyah juga ingin cabang dan rantingnya menjulang dan mendunia. Di mana organisasi ini punya Cabang Istimewa di luar negeri. “Terakhir saya melantik PCIM Kuwait sebagai bagian usaha Muhammadiyah mencerahkan semesta,” ungkap penulis Kristen Muhammadiyah: konvergensi Muslim dan Kristen dalam Pendidikan ini.

Prof Mu’ti menegaskan, “Kita tidak ingin memiliki cabang dan ranting tapi tidak berbuah. Kita ingin Muhammadiyah tetap menebarkan manfaat sehingga bukan berarti memiliki bunga di setiap musim, tapi bunganya tanpa mengenal musim. Setiap saat Muhammadiyah bisa mendatangkan manfaat dan solusi atas berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi!”

Energi Baru

Oleh karena itu, dalam melakukan perubahan dengan energi yang ada, Prof Mu’ti menekankan perlu ada energi-energi baru. “Beberapa saat menjelang Muktamar ada istilah darah segar. Saya kira sekarang di jajaran PP Muhammadiyah ada figur baru dan insyaallah akan ada tambahan dari 13 yang sudah terpilih di Muktamar,” ujar pria kelahiran Kudus ini.

Menurutnya Muhammadiyah memang perlu energi dan figur baru untuk melaksanakan program Muktamar yang memang tidak kalah berat dengan tantangan sebelumnya. Prof Mu’ti mengumpamakan, “Figur baru kalau dalam dunia sepak bola itu saat sudah bermain, lalu ada pemain pengganti yang masuk. Dia jadi energi baru yang menjadikan tim lebih solid.”

Selain figur baru, sambungnya, energi baru juga bisa berasal dari spirit baru. “Kita setelah diberi amanah, seperti saya, di posisi yang sama itu harus memiliki ide-ide baru,” tambahnya.

Prinsipnya, yang sudah baik dicapai di masa lalu itu menajdi landasan untuk melangkah lebih baik lagi. Dia meluruskan, “Tapi kita juga tidak menutup diri untuk menyerap gagasan baru dan melangkah dengan transformasi yang memunculkan lembaga atau majelis baru di PP Muhammadiyah.”

Warnai Dakwah Global

Prof Mu’ti menyatakan pihaknya ingin Muhammadiyah hadir sebagai kekuatan bangsa Indonesia untuk lebih maju lagi dan memberikan warna dalam dakwah tingkat dunia. “Kalau selama ini ada anggapan Islam selalu Middle East, Muhammadiyah ingin tampil bagaimana ada Islam berwajah Indonesia,” ungkapnya.

Paling tidak, Muhammadiyah memberi satu perspektif Islam punya banyak sekali wajah. Tapi ini bukan berarti antara wajah dan perilakunya berbeda. “Ada multi faces of Islam yang coba kita tawarkan sebagai bagian upaya menghadirkan Islam agama rahmatan lil alamin,” terang alumnus Flinders University itu.

Adapun ujian Muhammadiyah berikutnya adalah perhelatan di tingkat wilayah, daerah, cabang, dan ranting (musywil, musyda, musycab, dan musyran) bisa berlangsung tertib, semeriah, dan sesukses Muktamar Muhammadiyah. Selain itu, kata Prof Mu’ti, Muhammadiyah sedikit tertinggal dalam berdakwah digital. Muhammadiyah lebih banyak berdakwah secara offline.

“Ada segmentasi sosial yang sangat dinamis, yang Muhammadiyah akan semakin terlibat. Termasuk dalam memperkuat pilar ekonomi, selain pendidikan dan kesehatan. Bagaimana Muhammadiyah harus percaya diri untuk lebih aktif lagi berdakwah dalam dunia digital,” imbuhnya. (*)

Exit mobile version