Maroko, Sepak Bola, dan Politik

Maroko
Tim Maroko berfoto dengan membawa bendera Palestina usai mengalahkan Spanyol. (mee)

Maroko, Sepak Bola, dan Politik oleh Dina Y. Sulaiman, Analis Geopolitik Timur Tengah.

PWMU.CO– Ada yang bilang jangan campurkan sepak bola dan politik karena gak ada korelasi, kausalitas antara pilihan politik dengan menang atau kalah di sepak bola.

Saya pengamat geopolitik, bukan sepak bola. Yang penting buat saya: Tim Maroko telah membuat pernyataan politik. Menyatakan pembelaan pada Palestina adalah pernyataan politik.

Tahun 2016, Tim Celtic didenda £ 8.616 oleh UEFA dengan alasan fans mengibarkan spanduk terlarang yaitu bendera Palestina dalam pertandingan lawan klub Israel. Kini dalam Piala Dunia 2022 Qatar, Tim Maroko kibarkan bendera Palestina.

Tabu membawa-bawa politik dilanggar oleh FIFA sendiri. Yang melarang Tim Rusia ikut World Cup 2022 tapi membiarkan tim-tim Eropa menunjukkan dukungan pada Ukraina. Lalu mengapa untuk Palestina, masih ada yang nyolot gak usah campurin politik dengan sepak bola?

Bukan cuma Maroko yang bikin pernyataan politik di Piala Dunia kali ini. Tapi Maroko pantas dipuji karena mereka membela sesuatu yang sangat layak dibela: Palestina.

Beda level banget dengan Tim Iran, yang sok-sokan ikut berpolitik bela kelompok liberal, dan akhirnya mletre. Atau Tim Jerman yang bikin aksi tutup mulut sebelum lawan Jepang. Setelah kalah, di laga lawan Spanyol mereka tidak mengulangi lagi aksi sok-sokan membela Hak Asasi Manusia itu.

Kata Ilkay Gundogan, gelandang Tim Jerman yang keturunan Turki,”Politik sudah selesai … sekarang ini hanya tentang sepak bola. Menikmati dan merayakan.”

Aksi Tim Jerman yang membela kelompok LGBT atas nama HAM itu, tidak dibiarkan begitu saja oleh fans sepak bola yang paham politik. Dalam laga Jerman vs Spain, Jerman kalah lagi, sebagian penonton beraksi tutup mulut dengan membawa foto Mesut Ozil, pesepakbola Turki yang main di Jerman dan menjadi korban rasisme.

Suporter LGBT sedunia dengan disokong dana raksasa berusaha memaksakan agar narasi mereka dipropagandakan melalui Piala Dunia 2022.

Emir Qatar menyatakan, siapapun bebas datang termasuk kaum LGBT, tapi propaganda LGBT jelas dilarang. Ente gay? Itu urusan pribadi ente, tapi gak usah promosi.

Awalnya, kapten dari tujuh tim (Inggris, Welsh, Belanda, Swiss, Jerman, Denmark, Belgia) berencana pakai ban pelangi di lengan untuk mempromosikan LGBTQ dan protes pada Qatar yang melarang LGBTQ. Tapi aksi mereka batal karena dilarang FIFA. Tujuh tim ini sudah out dari World Cup 2022. Kalah semua.

Selama berlangsungnya Piala Dunia di Qatar ini, dukungan pada Palestina bergema sangat nyaring. Demikian pula nuansa geopolitik. Baca tulisan saya sebelumnya Piala Dunia Qatar 2022 dan Pergeseran Geopolitik.  

Tapi aksi Tim Maroko yang secara terbuka membawa bendera Palestina ke tengah lapangan, serta gegap gempita fans di luar lapangan membela Palestina adalah pernyataan politik rakyat sipil bangsa-bangsa Arab-Afrika Utara yang sangat jelas, dan mengkritik pemerintah mereka sendiri.

Beberapa rezim Arab-Afrika Utara sudah menormalisasi hubungan dengan Israel seperti Mesir, UAE, Bahrain, Sudan, dan Maroko. Apakah keputusan mereka adalah suara rakyat? Tidak. Rakyat di negara-negara itu menolak keputusan kaum elitenya. Mereka melakukan aksi-aksi demo, tapi tak banyak diliput media.

Tapi kini, di Piala Dunia 2022, suara dukungan pada Palestina terdengar sangat keras, bukan cuma oleh fans sepak bola dari negara Arab-Afrika Utara, tetapi juga dari berbagai negara lain. Perlu diingat penonton yang datang ke Qatar umumnya tentu orang educated dan punya uang.

Artinya upaya Israel dan AS dengan menggelontorkan uang raksasa untuk diplomasi dan propaganda media demi menutupi fakta bahwa Israel adalah rezim penjajah, gagal total.

Bangsa-bangsa bernurani, apapun agama dan rasnya, tetap paham bahwa yang terjadi di Palestina adalah penjajahan dan penindasan. Meski para elite berkhianat. Tapi hati nurani rakyat tak bisa dibungkam.

Ini pelajaran juga buat elite Indonesia. Meski ada elite yang sudah kena iming-iming bisnis dari Israel dan mulai main mata, selalu ingat: rakyat Indonesia setia pada amanah UUD 45. ”Kemerdekaan adalah hak segala bangsa…”

Dan pesan Bung Karno: Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel.

*Tulisan ini diambil dari Twitter Dina Y. Sulaiman.

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version