Naskah Lengkap Tanfidz Musywil Ke-16 Muhammadiyah Jatim

Salah satu sidang pleno Muyswil Ke-16 Muhammadiyah Jatim di Expotorium Unversitas Muhammadiyah Ponorogo, 24 Desember 2022 (Mohammad Nurfatoni/PWMU.CO)

Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Nomor: 002/Kep/II.0/B/2023 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur

Bismillahirrahmanirrahim

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur setelah:

Memperhatikan:

Keputusan Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur.

Menimbang:

  1. Bahwa Keputusan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur telah diambil dan ditetapkan secara sah sesuai ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah;
  2. Bahwa agar Keputusan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur dapat segera dilaksanakan, perlu segera ditanfidzkan;
  3. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b tersebut, perlu ditetapkan dalam Surat Keputusan;

Mengingat:

  1. Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 12, Pasal 25, dan Pasal 34;
  2. Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah Pasal 12, dan Pasal 25;

Bedasar:

Hasil rapat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur tanggal 6 Januari 2023;

MEMUTUSKAN

Menetapkan:

KEPUTUSAN PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR TENTANG TANFIDZ KEPUTUSAN MUSYWIL KE-16 MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR.

Pertama: Mentanfidzkan Keputusan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur yang diselenggarakan pada 30 Jumadil Awal – 1 Jumadil Akhir 1444 H. bertepatan dengan 24-25 Desember 2022 M. bertempat di Universitas Muhammadiyah Ponorogo sebagaimana tersebut dalam lampiran.

Kedua: Keputusan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur menjadi ketetapan yang harus dilaksanakan sebagaimana mestinya dan menjadi pedoman serta rujukan dalam pengambilan kebijakan dan pelaksanaan kegiatan di tingkat Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting, kecuali keputusanyang memerlukan tindak lanjut akan disusun dalam aturan tersendiri.

Ketiga: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Keempat: Menyampaikan keputusan ini kepada Pimpinan Persyarikatan, Pimpinan Amal Usaha, dan Organisasi Otonom Muhammadiyah di tingkat Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting.

Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 13 Jumadil Akhir 1444 H/06 Januari 2023 M.

Ketua, Dr. dr. Sukadiono, M.M., NBM. 669129

Sekretaris, Prof. Dr. Biyanto, M.Ag., NBM. 967641

Tembusan:

Pimpinan Pusat Muhammadiyah

KEPUTUSAN MUSYAWARAH WILAYAH (MUSYWIL) KE-16 MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR

Bismillahirrahmanirrahim

Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur yang diselenggarakan di Ponorogo, tanggal 30 Jumadil Awal – 1 Jumadil Akhir 1444 H. bertepatan dengan 24-25 Desember 2022 M. bertempat di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, setelah menyimak dan mencermati dengan seksama:

  1. Sambutan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Pembukaan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur di Aloon-aloon Ponorogo;
  2. Sambutan Gubernur Jawa Timur pada pembukaan Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur di Aloon-aloon Ponorogo;
  3. Sambutan Iftitah Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Dr. M. Saad Ibrahim, M.A.;
  4. Laporan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa TImur periode 2015-2020 yang disampaikan oleh Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Ir. Tamhid Masyhudi;
  5. Rancangan Program Muhammadiyah Periode 2022-2027 yang disampaikan oleh Drs. Nur Cholis Huda, M.Si., Dr. M. Sulthon Amien, M.M., Prof. Dr. Biyanto, M.Ag., dan Dr. dr. Sukadiono, M.M.;
  6. Prasaran tentang Membumikan Islam Berkemajuan yang disampaikan oleh Prof. Achmad Jaimnuri, M.A., Ph.D. dan Dr. Syamsudin, M.Ag.;
  7. Prasaran tentang Isu-isu Strategis Keumatan, Kemasyarakatan, dan Kemanusiaan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Thohir Lusth, M.A. dan Dr. Hidayatulloh, M.Si.
  8. Hasil pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027 yang disampaikan oleh ketua dan sekretaris Panitia Pemilihan, Dr. Hidayatulloh, M.Si. dan Phonny Aditiawan Mulyana, S.E., M.M.;

MEMUTUSKAN

I. PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR PERIODE 2022-2027

a. Mengesahkan hasil pemilihan Anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027 sebanyak 13 orang hasil pemilihan 64 calon yang ditetapkan pada Pleno III Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur sesuai urutan perolehan suara sebagai berikut;

  1. Dr. dr. Sukadiono, M.M. 946 suara
  2. Prof. Dr. Biyanto, M.Ag. 846 suara
  3. Dr. Hidayatulloh, M.Si. 845 suara
  4. Dr. Syamsudin, M.Ag. 834 suara
  5. Dr. M. Sulthon Amien, M.M. 781 suara
  6. Ir. Tamhid Masyhudi 751 suara
  7. Prof. Dr. Ir. M. Sasmito Djati, M.S. 638 suara
  8. Dr. Muhammad Sholihin, M.PSDM. 605 suara
  9. Muh. Khoirul Abduh, S.Ag., M.Si. 592 suara
  10. Hidayatur Rahman, S.E., M.M. 575 suara
  11. Dr. Nazaruddin Malik, M.Si. 568 suara
  12. Prof. Dr. Thohir Luth, M.A. 565 suara
  13. drh. Zainul Muslimin 481 suara

b. Menetapkan Dr. dr. Sukadiono, M.M. sebagai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027

II. LAPORAN PIMPINAN WILAYAH MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR PERIODE 2015-2022

Menerima Laporan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Periode 2015-2022 dengan beberapa catatan.

III. PROGRAM MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR PERIODE 2022-2027

Menghasilkan Rancangan Program Muhammadiyah Jawa Timur Periode 2022-2027 menjadi Program Muhammadiyah Jawa Timur Periode 2022-2027

IV. MEMBUMIKAN ISLAM BERKEMAJUAN

Menerima prasaran tentang Membumikan Islam Berkemajuan.

A. KONSEP UTAMA ISLAM BERKEMAJUAN

  1. Lima Ciri Khas Islam Berkemajuan
  2. Manhaj Islam Berkemajuan
  3. Islam Berkemajuan sebagai Gerakan Kebajikan
  4. Perkhidmatan Islam Berkemajuan dalam Berbagai Ranah Kehidupan
  5. Garis Besar Pembumian Islam Berkemajuan

B. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

  1. Pengertian Dakwah
  2. Urgeni Dakwah
  3. Berbagai Model Dakwah
  4. Berbagai Persyaratan Esensial Dakwah
  5. Dakwah Islam Berkemajuan

C. MASALAH DAN TANTANGAN DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

  1. Masalah Umum Dakwah
  2. Masalah Dakwah Kekinian
  3. Tantangan Dakwah Islam Berkemajuan

D. SOLUSI DAN STRATEGI

  1. Solusi Umum Dakwah
  2. Kontekstualisasi Dakwah Kekinian
  3. Strategi Dakwah Berkemajuan

E. DAKWAH BERKEMAJUAN DI JAWA TIMUR

  1. Masyarakat dan Keagamaan di Jawa Timur
  2. Psikologi Sosial Masyarakat di Jawa Timur
  3. Politik dan Ekonomi di Jawa Timur

F. STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI JAWA TIMUR

  1. Dakwah Islam Berkemajuan di Arena Politik
  2. Dakwah Islam Berkemajuan di Kalangan Birokrat
  3. Dakwah Islam Berkemajuan di Kalangan Pelaku Ekonomi
  4. Dakwah Islam Berkemajuan di Kalangan Profesional
  5. Dakwah Islam Berkemajuan di Kalangan Influencer
  6. Dakwah Islam Berkemajuan di Kalangan Aktivis Masyarakat Sipil
  7. Dakwah Islam Berkemajuan di Kalangan Akar Rumput dan Kaum Mustadhafin
  8. Dakwah Islam Berkemajuan dalam Forum Pengajian
  9. Dakwah Islam Berkemajuan di Masjid

G. STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI MEDIA SOSIAL

  1. Dakwah dan The Internet of Things
  2. Dakwah dan Artificial Intelleigence
  3. Dakwah dan Algoritma Media Sosial
  4. Dakwah Islam Berkemajuan dan Content Creator Kebajikan
  5. Dakwah Islam Berkemajuan dan Analisis Media Sosial
  6. 6. Dakwah Islam Berkemajuan dan Desain Grafis
  7. Dakwah Islam Berkemajuan dan Manajemen Media Sosial
  8. Dakwah Islam Berkemajuan dan Buzzer Kebajikan
  9. Eksekusi Dakwah Islam Berkemajuan Melalui Media Sosial

V. ISU-ISU STRATEGIS KEUMATAN, KEMASYARAKATAN, DAN KEMANUSIAAN

Menerima prasaran tentang Isu-isu Strategis Keumatan, Kemasyarakatan dan Kemanusiaan

A. KEUMATAN

  1. Konflik Bernuansa Agama
  2. Migrasi Jamaa dan Tantangan Dakwah
  3. Penguatan Tata Kelola dan Jejaring Masjid Muhammadiyah
  4. Literasi Digital Kemuhammadiyahan
  5. Penguatan Wasathiyah Islam

B. KEMASYARAKATAN

  1. Memperkuat Keadilan Hukum
  2. Memperkuat Ketahanan Keluarga
  3. Penataan Ruang Publik yang inklusif dan Adil
  4. Pengelolaan Ketahanan Healthy Aging
  5. Penguatan Pendidikan Non-Formal
  6. Jihad Ekonomi
  7. Jihad Politik
  8. Kekerasan dalam Dunia Pendidikan

C. KEMANUSIAAN

  1. Budaya Hidup Bersih
  2. Kerusakan Lingkungan
  3. Pengurangan Resiko Bencana dan Dampak Perubahan Iklim

Ditetapkan di Ponorogo pada tanggal 01 Jumadil Akhir 1444 H. / 25 Desember 2022 M.

Panitia Wilayah Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur,

Ketua, Dr. Dr. Sukadiono, M.M., NBM. 669129

Sekretaris, Ir. Tamhid Masyhudi, NBM. 731135

BAB I

GAMBARAN UMUM PROGRAM

A. PENDAHULUAN

Gambaran umum program Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur periode 2022-2027 merupakan penjabaran dan penajaman dari program jangka panjang untuk lima tahun keempat dari rencana strategis Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah 2005-2025. Gambaran umum program dan program setiap Majelis, Lembaga, dan Badan yang disampaikan dalam bagian ini juga merupakan perincian (breakdown) dari program PP Muhammadiyah yang sudah ditetapkan dalam Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48 di Solo, Jawa Tengah, pada 18-20 November 2022.

Perlu disampaikan bahwa berdasarkan periodesasi normal, seharusnya kepengurusan PWM Jatim berakhir pada 2020. Hal sesuai hasil Musyawarah Wilayah (Musywil) PWM Jatim pada 2015 di Muhammadiyah Sidoarjo Square. Tetapi karena kondisi negeri mengalami pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak Februari 2020, maka periodesasi kepemimpinan di Muhammadiyah juga berubah. Periodesasi kepemimpinan Muhammadiyah mulai Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting, mengalami perpanjangan hingga 2022. Dengan demikian, periodesasi kepemimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkat berubah menjadi 2022-2027. Perubahan juga terjadi dalam peridesasi Majelis, Lembaga, dan Badan yang ada di Persyarikatan.

Dampak pandemi menjadikan Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang sedianya diselenggarakan pada 2020 mengalami perubahan hingga 2022. Perubahan waktu Muktamar menjadikan rencana strategis (Renstra) keempat yang mestinya berlangsung pada 2020-2025 mengalami penyesuaian, yakni program jangka menengah tahun 2022-2027. Perubahan waktu Muktamar mendorong PP Muhammadiyah untuk memperpanjang periode kepemimpinan di tingkat Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting. Sebagai konsekwensi, Musyawarah Wilayah (Musywil) ke-16 PWM Jatim yang semestinya dilaksanakan pada 2020 juga berubah menjadi 2022. Pelaksanaan Musywil ke-16 tetap dilaksanakan sesuai hasil Musypimwil, yakni di kompleks Universitas Muhammadiyah Ponororo, pada 24-25 Desember 2022.

Untuk kebijakan program Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027 difokuskan pada: (1) terciptanya seluruh elemen sistem gerakan Muhammadiyah yang unggul dan dinamis di segala bidang kehidupan; (2) terumuskannya strategi untuk membumikan faham Islam Berkemajuan sebagai bagian dari ikhtiar untuk mengimplementasikan Risalah Islam Berkemajuan hasil Muktamar ke-48 sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya; serta (3) berkembangnya peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan umat dan masyarakat sehingga Jawa Timur mengalami kemajuan yang pesat.

Selanjutnya, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan visi jangka panjang dua puluh tahun terhitung mulai 2005-2025. Visi jangka panjang itu adalah: “Tumbuhnya Kondisi dan Faktor-Faktor Pendukung bagi Perwujudan Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya”. Visi jangka panjang Muhammadiyah ini dibagi dalam empat visi pengembangan jangka menengah lima tahunan masing-masing sebagai berikut:

Visi Pengembangan 2005-2010:

Tertatanya manajemen organisasi dan jaringan agar mampu dan efektif untuk menjadi gerakan Islam yang maju, profesional, dan modern, serta untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas persyarikatan dan amal usaha.

Visi Pengembangan 2010-2015:

Meningkatnya konsolidasi gerakan dan mantapnya manajemen organisasi di seluruh jenjang dan jenis kepemimpinan, serta untuk memobilisasi sumberdaya yang dimiliki Muhammadiyah bagi peningkatan kualitas dakwah yang dilakukan persyarikatan dan amal usaha.

Visi Pengembangan 2015-2020:

Meningkatnya peran Muhammadiyah dalam pemberdayaan umat dan bangsa sebagai perwujudan dari peran Muhammadiyah dalam pengembangan masyarakat madani di Indonesia, serta dengan tetap menjaga kualitas persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah.

Visi Pengembangan 2020-2027:

Meningkatnya sinergi dengan seluruh komponen umat, bangsa, dan kemitraan internasional agar terciptanya pranata sosial berkemajuan bagi tumbuh dan kembangnya nilai-nilai Islam di Indonesia sebagaimana tujuan Muhammadiyah dengan tetap meningkatkan kualitas persyarikatan dan amal usaha secara berkesinambungan.

Renstra program Muhammadiyah yang dibuat setelah Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005 di Malang memaparkan bahwa pada program jangka menengah lima tahunan memuat dua aspek, yaitu: visi pengembangan dan program pengembangan. Visi pengembangan adalah kondisi yang diharapkan atau yang ingin diwujudkan sebagai tujuan khusus dari setiap program Muhammadiyah. Adapun program pengembangan adalah rencana kegiatan yang akan dilaksanakan melalui jenis-jenis kegiatan dari program Muhammadiyah yang diturunkan dari visi pengembangan yang sudah ditetapkan tersebut.

Program Muhammadiyah dikategorikan dalam dua unsur yakni program umum dan program perbidang. Program umum merupakan rangkaian kegiatan yang bersifat lintas aspek, lintas Majelis dan Lembaga yang koordinasinya langsung dilaksanakan oleh persyarikatan atau majelis/lembaga tertentu atau badan lain yang dimandati oleh Pimpinan Persyarikatan untuk menjadi koordinator/leading sektor dari pelaksanaan program Muhammadiyah. Adapun program perbidang merupakan rencana kegiatan yang bersifat aspek tertentu atau khusus yang pelaksanaannya di bawah Majelis dan Lembaga tertentu. Majelis, Lembaga, dan Bidang tertentu yang memiliki kedekatan akan dikoordinatori oleh wakil-wakil ketua yang ada di Persyarikatan.

Kebijakan program dalam lima tahun keempat (2022-2027) difokuskan pada tujuan sebagai berikut: (1) Terciptanya transformasi sistem gerakan yang maju, profesional dan modern di era teknologi informasi. (2) Berkembangnya kualitas organisasi, kepemimpinan dan anggota sebagai subjek gerakan di tengah dinamika keumatan, kebangsaan, dan kemanusaan. (3) Berkembanganya amal usaha yang maju, mandiri dan sinergis serta merata di berbagai penjuru melalui layanan publik yang berkualitas. (4) Tumbuhnya hubungan kerjasama para pihak di level regional, nasional dan internasional untuk membantu percepatan organisasi dalam meraih keunggulan.

Dalam perumusan dan penentuan program lima tahun kedepan yakni tahun 2022-2027 tentu tidak dapat dipisahkan dari konteks (setting) dinamika baik internal dan eksternal Muhammadiyah. Sejak Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar, Muhammadiyah menegaskan posisi institusionalnya terhadap negara dan ideologi negara, yakni Pancasila. Muhammadiyah mengeluarkan rumusan yang dikenal dengan Darul ‘ahdi Was-syahadah yang meneguhkan posisi Muhammadiyah, Pancasila dan Indonesia itu sendiri dalam satu bangunan yang tidak bisa dipisahkan. Berbicara tentang Indonesia dan Pancasila, jelas tidak ada keraguan di dalamnya, karena Muhammadiyah adalah bagian penting dari republik yang turut serta di dalam mendirikan dan mempertahankan serta mengisi bangunan Indonesia dan keindonesian itu sendiri. Dalam konteks Jawa Timur (Jatim), hasil-hasil Musywil ke-15 di Sidoarjo pada 2015 juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rancangan program PWM Jatim pada 2022-2027.

Bangsa Indonesia dan umat Islam juga mengalamai fenomena radikalisme beragama. Bukan hanya dalam aspek agama, radikalisme juga terjadi dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa baik dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum yang telah menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena itu, Muhammadiyah menawarkan solusi dan mempromosikan jalan moderasi Indonesia. Wajah Indonesia dan keislaman Indonesia yang moderat, toleran, maju, dan modern menjadi jalan tengah terhadap kemajemukan dan ekstremitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada konteks kaitan inilah Muhammadiyah penting terlibat dalam gerakan wasathiyyah, atau dalam bahasa popularnya dinamakan moderasi. Tetapi penting ditekankan bahwa yang dimoderasi bukan agama atau ajaran agamanya, melainkan pemahaman atau penafsiran, sikap dan perilaku seseorang atau komunitas dalam menjalankan ajaran agama.

Muhammadiyah menggelorakan semangat ta’awun sosial yang menyasar dua ranah, yakni internal dan eksternal. Dalam ranah internal gerakan ta’awun mendorong kebersamaan dalam menguatkan dan memajukan persyarikatan serta amal usaha. Semangat ta’awun yang secara praktis diimplementasikan dalam upaya saling memberi, saling berbagi, dan saling bersinergi serta kolaborasi telah menjadikan perkembangan amal usaha Muhammadiyah menjadi lebih lincah dan kuat. Semangat ta’awun di amal usaha begitu nyata dirasakan, hal ini bisa kita lihat bagaimana tumbuh dan berkembangnya Ta’awun membangun negeri pada umumnya dan secara khusus masyarakat Jatim, yang digelorakan Muhammadiyah telah menginspirasi berbagai elemen masyarakat untuk saling meringankan, gerakan ini semakin nyata saat pandemi Covid-19 yang begitu luar biasa menyulut solidaritas kemanusiaan untuk saling berbagi.

Tidak hanya di dalam negeri, spirit ta’awun juga melampaui sekat-sekat teritori hingga ke Negeri Jiran Malaysia. Aksi-aksi kemanusiaan Muhammadiyah Jatim bukan hanya untuk membantu korban bencana kemanusiaan, melainkan juga bencana alam. Bantuan diberikan bukan hanya untuk masyarakat Jatim, tetapi juga masyarakat di Negeri Jiran Malaysia. Mereka pada umumnya adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang juga aktivis Muhammadiyah/Aisyiyah. Apalagi di Malaysia juga sudah ada Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah/Aisyiyah (PCIM/A), bahkan Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah/Aisyiyah (PRIM/A). Perlu dikemukakan bahwa negeri ini merupakan negara yang sering disebut rawan bencana. Daerah-daerah di Jatim juga mendapat predikat wilayah rawan bencana. Dalam konteks inilah Gerakan ta’awun sosial yang digelorakan Muhammadiyah sangat penting untuk membantu sesama. Semangat mengabdi dan memberi untuk negeri senantiasa menjadi ruh Gerakan Muhammadiyah.

Pengembangan praksis gerakan Muhammadiyah melalui dakwah komunitas yang digagas dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan yang semakin membumi dan mengakar. Muhammadiyah masuk ke komunitas-komunitas marjinal dan kelompok rentan seperti di kelompok difabel, kelompok miskin kota, pemulung, masyarakat adat dan komunitas-komunitas minat, bakat, dan profesi. Sebagai organ baru, Lembaga Dakwah Khusus (LDK) yang dibentuk pada periode 2015-2022 telah menunjukkan kerja-kerja konkrit yang sangat bermakna bagi dakwah Muhammadiyah di komunitas-komunitas khusus tersebut. Secara berkala LDK PWM Jatim juga melakukan kegiatan Bimbingann Teknis (Bimtek) untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan mubalig Muhammadiyah dalam berhadapan dengan komunitas-komunitas khusus. Program-program konkrit ini penting dilanjutkan dalam periode kepemimpinan 2022-2027 mendatang.

Beberapa program prioritas sesuai tantangan Muhammadiyah Jatim meliputi Jihad Politik, Jihad Ekonomi, Jihad Digital, dan Pengadaan Pusat-Pusat Syiar Digital. Disamping itu, pengembangan Trisula Abad Kedua, yakni Lazismu, Pemberdayaan, dan Penanggulangan Bencana, juga menjadi bagian yang sangat penting. Semua program prioritas ini penting untuk melengkapi kesuksesan Muhammadiyah dalam mewujudkan pengembangan Trisula Abad Pertama, yakni bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pelayanan Sosial. Berdasarkan para pemikiran, pengalaman gerakan dan dinamika yang berkembang, maka Muhammadiyah Jatim menyusun kerangka program prioritas periode 2022-2027. Selain di level PWM, program prioritas juga dilaksanakan di Majelis dan Lembaga. Dengan demikian, konsolidasi dan koordinasi antara PWM, Majelis dan Lembaga secara berkala sangat penting.

B. TUJUAN

1. Terciptanya transformasi sistem gerakan yang maju, profesional, dan modern di era teknologi informasi

2. Berkembangnya kualitas organisasi, kepemimpinan dan anggota sebagai subjek gerakan di tengah dinamika keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan

3. Berkembanganya pusat-pusat keunggulan amal usaha yang maju, mandiri, dan sinergis serta merata di berbagai daerah

4. Tumbuhnya hubungan dan kerjasama internal dan eksternal yang saling menguntungkan untuk mengembangkan dakwah Persyarikatan.

C. CIRI PENGEMBANGAN

Dalam penyusunan program periode 2022-2027 ditetapkan ciri pengambangan yang mengandung aspek-aspek penting dan strategis serta memiliki pengaruh yang menentukan serta harus diwujudkan secara terukur dalam gerakan Muhammadiyah. Ciri pengembangan tersebut harus tercermin dalam setiap program, baik program umum maupun perbidang yang penjabarannya disusun dalam kerangka kebijakan program dalam bentuk-bentuk kegiatan yang dapat diukur keberhasilannya. Adapun ciri-ciri pengembangan program Muhammadiyah sebagai berikut:

1. Sistem Gerakan

a. Berkembangnya sistem gerakan yang maju, profesional, dan modern.

b. Berkembangnya sistem gerakan yang dilandasi keikhlasan dan komitmen.

c. Tersebarnya ideologi dan visi gerakan.

d. Berkembangnya gerakan di tingkat regional, nasional, dan internasional.

2. Organisasi dan Kepemimpinan

a. Berkembangnya sistem kepemimpinan kolektif kolegial yang transformatif (keteladanan, proyeksi masa depan, mengagendakan perubahan dan mobilisasi potensi).

b. Pengembangan kualitas organisasi dan kepemimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, dan Ranting.

c. Berkembangnya peran kepemimpinan dan dinamika keummatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

3. Jaringan

a. Berkembangnya peran dan jaringan keuamatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

b. Berkembangnya jaringan amal usaha, kegiatan, dan perangkat persyarikatan yang sinergis.

c. Berkembangnya hubungan dan Kerjasama internal dan eksternal Muhammadiyah.

4. Sumberdaya

a. Berkembangnya peran dan kualitas anggota sebagai subjek gerakan.

b. Teroptimalkannya peran dan transformasi kader baik di lingkungan persyarikatan maupun untuk kepentingan keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

c. Terciptanya sumber-sumber keuangan organisasi secara mandiri dan berkesinambungan.

5. Pelayanan

a. Berkembangnya sinergi pelayanan publik sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan Islamic civil society.

b. Meluas dan meratanya pelayanan publik melalui amal usaha, program dan kegiatan yang berkualitas.

c. Berkembangnya fungsi advokasi dalam pelayanan dan kebijakan publik.

D. PROGRAM UMUM

Penyusunan program umum Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027 mengacu pada Renstra lima tahunan tahap keempat yang disusun Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagaimana ditetapkan dalam Muktamar ke-48. Berdasarkan hal itu, maka dirumuskan visi pengembangan PWM Jatim periode 2022-2027, yakni: “Meningkatnya sinergi dan kemitraan dengan berbagai pihak agar tercipta pranata sosial yang kondusif bagi tumbuh dan kembangnya nilai-nilai Islam Berkemajuan di Jawa Timur melalui peningkatan kualitas persyarikatan dan amal usaha secara berkesinambungan.

Visi Pengembangan 2022-2027 itu diterjemahkan dalam lima ciri pengembangan yang dibagi dalam enam kelompok bidang yakni Konsolidasi Ideologis, Konsolidasi Kelembagaan, Peningkatan Kualitas Pimpinan, Pemberdayaan Keluarga dan Komunitas, Partisipasi Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal, dan Kemitraan yang dideskripsikan dalam rincian di bawah ini:

I. KONSOLIDASI IDEOLOGIS

A. Sistem Gerakan

1) Menyusun konsep-konsep/pemikiran-pemikiran strategis dalam memperkokoh bangunan keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan yang sinergis dan kolaboratif atas dasar semangat kebersamaan dan kesetaraan untuk kemajuan kehidupan yang lebih baik.

2) Memformulasikan peta jalan (roadmap) peningkatan kualitas mutu layanan persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah terhadap umat, masyarakat, dan kemanusiaan secara berkesinambungan dan berkemajuan.

B. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Mengintensifkan penguatan ideologi di berbagai kajian, aktivitas organisasi yang diselenggarakan di lingkup Majelis dan Lembaga untuk peneguhan komitmen, wawasan, serta aksi gerakan Muhammadiyah dalam menjawab berbagai tantangan yang semakin kompleks.

2) Memperkuat masjid, musala dan amal usaha pada umumnya sebagai pusat gerakan sekaligus media dakwah berkemajuan dan mencerahkan.

C. Jaringan

1) Mewujudkan dan mengoptimalkan jaringan diaspora kader dalam berbagai ranah kehidupan baik di bidang agama, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun ilmu pengetahuan, teknologi, profesional, dan pekerja sosial (social worker).

2) Meningkatkan dan memperluas peran strategis kader persyarikatan dalam lembaga-lembaga regional dan nasional dalam memperkuat dakwah kemanusiaan Muhammadiyah

3) Memperkuat jaringan internasional sebagai bagian dari upaya internasionalisasi Muhammadiyah.

D. Sumber Daya

1) Memperkuat usaha di dalam mengutamakan pembinaan dan pengembangan sekolah kader dan pondok pesantren sebagai pusat penyemaian kader Muhammadiyah bekerjasama dengan semua Majelis/Lembaga dan Ortom di seluruh lingkungan Muhammadiyah.

2) Memberdayakan seluruh jaringan media di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah baik secara kuantitas maupun kualitas sehingga terciptanya media yang lebih kompetitif dan kredibel.

E. Aksi Pelayanan

1) Mengimplementasikan ideologi gerakan Muhammadiyah sebagai standar nilai maupun standar teknis pelayanan di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.

2) Mengintensifkan dan memasyarakatkan Manhaj Gerakan Muhammadiyah (Muqaddimah, Kepribadian, Khittah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan lain sebagainya) sebagai sumber inspirasi, acuan, dan tuntunan di seluruh lingkungan organisasi, amal usaha Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah.

II. KONSOLIDASI KELEMBAGAAN

A. Sistem Gerakan

1) Mengembangkan pusat-pusat syiar digital Muhammadiyah dalam menumbuhkan dakwah virtual di setiap jenjang organisasi.

2) Membentuk pusat-pusat data dan membangun basis-basis data menuju terciptanya data basedbig data Persyarikatan yang komprehensif dan terbarukan.

3) Menyusun sistem perencanaan berbasis data dan kebutuhan yang terintegrasi dengan sistem keuangan yang akuntabel dan transparan.

4) Mengkonsolidasikan sistem aset dan kekayaan Muhammadiyah.

B. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Memperkuat faktor-faktor yang dapat mendukung terciptanya kepemimpinan transformatif yang menggerakkan organisasi sehingga terwujud sinergi Majelis, Lembaga dan Badan secara efektif sehingga terciptanya peran figur pemimpin sebagai teladan dan menciptakan kinerja yang optimal.

2) Mewujudkan transformasi tata kelola lintas Majelis/Lembaga/AUM guna menciptakan kinerja organisasi yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

3) Mengintensifkan komunikasi dan kordinasi vertikal Persyarikatan dengan organisasi otonom dan AUM.

4) Mewujudkan tata kelola modern (perencanaan, keuangan, monitoring, evaluasi dan sistem pelaporan) berbasis elektronik (online) di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.

C. Jaringan

1) Memperkuat peran Cabang dan Ranting Muhammadiyah di dalam penguatan organisasi Muhammadiyah.

2) Meningkatkan jumlah Cabang dan Ranting Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yang berbasis perhimpunan (komunitas) guna membuka peluang bagi Muhammadiyah untuk menyebarluaskan pandangan, nilai dan praksis Islam berkemajuan.

3) Meningkatkan kualitas AUM dalam rangka memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat secara inklusif.

D. Sumber Daya

1) Menyempurnakan pendataan, memajukan dan mengefektifkan tata kelola masjid, musala, tanah wakaf, forum pengajian serta aset bendawi milik Muhammadiyah sebagai basis dan sarana dakwah berkemajuan.

2) Menciptakan integrasi data base milik Muhammadiyah sebagai basis inovasi dan sarana akselerasi dakwah berkemajuan.

3) Mengimplementasikan tugas, pokok dan fungsi (Tupoksi) dan distribusi amanah kepada semua Majelis/Lembaga serta organisasi otonom di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah di setiap tingkatan.

4) Meningkatkan partisipasi para pihak di lingkungan AUM dalam memperkuat sistem dan kelembagaan Muhammadiyah di Cabang dan Ranting.

E. Aksi Pelayanan

1) Memperkuat gerakan kultural di ranah keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

2) Mengintensifkan penyebarluasan paham Muhammadiyah pada tingkat lokal, regional, nasional dan internasional.

III. PENINGKATAN KUALITAS PIMPINAN

A. Sistem Gerakan

1) Meningkatkan kapasitas dan kualitas pimpinan Muhammadiyah/Majelis/Lembaga/Badan/AUM/Ortom baik pada aspek ideologis, filosofis, konseptual, praksis, dan keteladanan.

2) Mewujudkan kepemimpinan yang dapat memahami pentingnya peta jalan sebagai panduan utama dalam membangun kepemimpinan profetik.

B. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Menciptakan ekosistem kepemimpinan yang sinergis, kolaboratif, adaptif, dan produktif di lingkungan Persyarikatan.

2) Membentuk kapasitas pimpinan yang mampu mengimplementasikan sistem kepemimpinan yang sinergis, demokratis, kolaboratif, adaptif, dan produktif.

C. Jaringan

1) Mengembangkan forum-forum silaturrahmi pimpinan di jajaran Persyarikatan, Majelis/Lembaga, Ortom, Badan dan AUM guna membangun ukhuwah, spirit fastabiqul khairat dan ta’awun sosial

2) Memperkuat dan meningkatkan mekanisme koordinasi yang intensif, efektif dan produktif antara pimpinan dengan badan pembantu pimpinan.

3) Mewujudkan partisipasi aktif dan produktif di ruang publik terkait isu-isu keummatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

4) Mewujudkan pusat kajian yang efektif yang dapat mendukung peran pimpinan persyarikatan di isu-isu strategis terkait isu-isu keummatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

D. Sumber Daya

1) Mewujudkan semua proses regenerasi kepemimpinan di lingkungan persyarikatan berbasis komitmen ideologis (kekaderan), kompetensi, prestasi, dan reputasi.

2) Memperkuat dan memastikan proses dan mekanisme regenerasi kepemimpinan mengikuti/memedomani prinsip dan nilai-nilai Muhammadiyah berbasis transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, kemandirian, dan berkeadilan.

3) Menyempurnakan bentuk perkaderan dan pembinaan Pimpinan, pemangku amal usaha, serta organisasi otonom yang adaptif dan responsif.

4) Mewujudkan penyelenggaraan perkaderan yang memenuhi standar mutu dan dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan.

5) Mengimplementasikan SOP untuk optimalisasi kinerja pimpinan di lingkungan persyarikatan.

E. Aksi Pelayanan

1) Memperkuat dan memperluas kiprah pimpinan Persyarikatan, Ortom, dan AUM pada forum-forum dan media-media lokal, nasional dan internasional sebagai perwujudan partisipasi dan kontribusi Muhammadiyah dalam upaya membangun peradaban utama.

2) Mengefektifkan komunikasi strategis dan sinergitas antara pimpinan di lingkungan persyarikatan dengan elemen keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

IV. PEMBERDAYAAN KELUARGA DAN KOMUNITAS

A. Sistem Gerakan

1) Mewujudkan sistem pemberdayaan keluarga sakinah dan pemberdayaan komunitas menjadi role model di dalam memajukan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

2) Membentuk dan mengimplementasikan model-model bimbingan-konseling, advokasi, dan pusat krisis keluarga dalam memecahkan masalah-masalah keluarga, baik di lingkungan Muhammadiyah, di dalam komunitas-komunitas, maupun masyarakat, yang menggunakan pendekatan dakwah berkemajuan.

B. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Mewujudkan dan meningkatkan peran aktif PRM/PRA dalam mewujudkan program Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah.

2) Mewujudkan transformasi peran aktif partisipatorik PRM/PRA mewujudkan ‘kampung/desa berkemajuan’ bersinergi dengan berbagai komunitas yang dikembangkan di tengah masyarakat yang majemuk.

3) Mewujudkan dan memperkuat peran relawan dari lingkungan PRM/PRA program advokasi dan konseling keluarga sakinah di komunitas-komunitas dan lingkungan masyarakat.

C. Jaringan

1) Mewujudkan dan membangun sinergi program terkait keluarga dan komunitas, antara persyarikatan, pemerintah, dan organisasi lain yang mempunyai perhatian dan dukungan nyata pada pemajuan kehidupan keluarga dan komunitas.

2) Memperkuat dan meningkatkan keterlibatan pimpinan Majelis/Lembaga dan AUM dalam membangun sinergi program terkait keluarga dan komunitas dengan beragam stakeholder.

D. Sumber Daya

1) Mewujudkan peran aktif PRM/PRA dalam memperkuat ketangguhan keluarga Muhammadiyah dengan melibatkan semua Majelis/Lembaga, ortom, dan AUM di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah

2) Mewujudkan peran aktif PCM/PCA dan PRM/PRA dalam dalam membangun pemberdayaan komunitas/keluarga dengan melibatkan semua Majelis/Lembaga, Badan, Ortom, dan AUM terkait.

3) Mendorong partisipasi aktif untuk terwujudnya partisipasi aktif amal usaha Muhammadiyah (PTM/A/RSMA/amal usaha lainnya) dalam pemberdayaan keluarga sakinah, Qoryah Thoyyibah, dan dakwah komunitas.

E. Aksi dan Pelayanan

1) Mewujudkan Keluarga Sakinah dan Qaryah Thayyibah sebagai basis pengembangan dakwah komunitas.

2) Mewujudkan peran aktif anggota dan pimpinan Persyarikatan dalam membangun komunitas gerakan ketahanan/kedaulatan pangan berbasis keluarga.

3) Memperkuat infrastuktur yang mendukung peran cabang dan ranting sebagai pusat layanan krisis yang sejalan dengan misi dan program Persyarikatan.

4) Mempraktikkan model kerjasama antar Ranting dan komunitas Muhammadiyah dengan elemen keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

V. PARTISIPASI KEMASYARAKATAN DAN KEMANUSIAAN

A. Sistem Gerakan

1) Mewujudkan dan mengimplementasikan peta jalan peran kebangsaan Muhammadiyah untuk mewujudkan kehidupan kemasyakatan yang maju dan berdaya saing.

2) Mewujudkan peta jalan partisipasi keumatan dan kemasyarakatan Muhammadiyah dalam kerja kemanusiaan.

3) Mendayagunakan produk pengetahuan organisasi seperti Fikih Kebencanaan, Fikih Air, Fikih Anti Korupsi, dan lain-lain yang dapat mendorong semua pihak untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan bagi masyarakat dan bangsa.

B. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Mewujudkan peran strategis Muhammadiyah sebagai organisasi sosial terbesar di dunia Islam dengan tetap berpijak pada ideologi dan kepribadian Muhammadiyah.

2) Mengoptimalkan pusat-pusat kajian strategis di lingkungan Muhammadiyah untuk melakukan obyektifikasi berbagai persoalan kebangsaan dan memberikan respon advokatif berbasis kebijakan dan kebijakan berbasis realitas empirik demi menopang peran Muhammadiyah untuk pencapaian kondisi kehidupan yang demokratis dan berkeadilan di berbagai aspek kehidupan.

C. Jaringan

1) Membangun komunikasi, dan kerjasama sinergis dengan berbagai lembaga pemerintahan dan elemen masyarakat yang lain.

2) Membangun sinergi antara Muhammadiyah dengan berbagai pihak internal dan eksternal dalam memperkuat peran keumatan dan kemasyarakatan, dalam rangka menjawab persoalan-persoalan kemanusiaan.

3) Membangun dan memperkuat infrastruktur jaringan dan kerjasama dalam rangka misi memajukan Muhammadiyah level regional, nasional dan internasional.

D. Sumber Daya

1) Mewujudkan partisipasi seluruh komponen persyarikatan (pimpinan dan lingkungan organisasi) dalam menciptakan pusat-pusat keunggulan sebagai bentuk kepeloporan dan ta’awun dalam kehidupan keumatan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan.

2) Mewujudkan partisipasi Muhammadiyah dalam menciptakan pusat-pusat keunggulan dalam rangka menyiapkan peran kader-kader terbaik Muhammadiyah di AUM dan Ortom untuk berpartisipasi dalam kompetisi di sektor publik.

E. Aksi dan Pelayanan

1) Meningkatkan peran kepemimpinan Muhammadiyah di wilayah publik terkait dengan usaha membumikan Islam Berkemajuan, Penanganan Bencana, Amal Usaha Pendidikan, Seni Bela Diri (Tapak suci) dan pemikiran-pemikiran Muhammadiyah

2) Meningkatkan peran dan partisipasi persyarikatan dalam menyikapi isu-isu strategis kemasyarakatan dan kemanusiaan.

3) Menguatkan pandangan Muhammadiyah tentang Negara Pancasila, wawasan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan sebagai sikap resmi organisasi dalam rangka untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa serta mencegah polarisasi ummat.

VI. PENGEMBANGAN KEMITRAAN

A. Sistem Gerakan

1) Mewujudkan model kerjasama ideologis, programatis, maupun strategis dengan berbagai komponen keummatan, kebangsaan, dan kemanusiaan guna mendorong peran proaktif Muhammadiyah dalam menggerakkan dan memperluas radius dakwah Islam berkemajuan.

2) Menumbuhkan ekosistem kerjasama dan kemitraan untuk memperkuat peran proaktif Muhammadiyah dalam menyiarkan nilai ideologi dakwah Islam berkemajuan di level regional, nasional dan internasional.

B. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Mengintensifkan peran transformasi Muhammadiyah secara partisipatoris dalam berbagai forum regional maupun internasional sebagai media mewujudkan Islam yang berkemajuan.

C. Jaringan

1) Meningkatkan komunikasi, jaringan, dan kerjasama dengan organisasi-organisasi Islam, organisasi kemasyarakatan, dan kekuatan-kekuatan strategis baik nasional maupun internasional.

2) Mewujudkan kerjasama yang proaktif, kolaboratif, produktif, dan harmonis dengan berbagai instansi, baik pemerintah, maupun swasta, organisasi masyarakat sipil, baik dalam maupun luar negeri untuk mendukung gerak persyarikatan.

3) Mendukung dan terlibat aktif dalam berbagai aliansi strategis, dialog lintas agama dan etnik baik nasional, regional, mapun internasional untuk mempercepat terwujudnya masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan sebagai pengejawantahan visi misi Muhammadiyah.

D. Sumber Daya

1) Mendorong segenap komponen Persyarikatan (pimpinan dan organisasi) untuk bekerjasama dan bersinergi dengan semua lembaga yang ada di masyarakat lokal, nasional maupun internasional dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dalam berbagai dimensi kehidupan.

2) Memperkuat sumberdaya manusia dan infrastruktur organisasi di lingkungan organisasi untuk mewujudkan kerjasama di berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, keagamaan, humanitarian, energi, pangan, lingkungan hidup, dan perdamaian

E. Aksi dan Pelayanan

1) Mengembangkan peran dan kemitraan lembaga-lembaga Muhammadiyah dengan berbagai pihak di bidang-bidang yang strategis seperti pengembangan pemikiran Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, ekonomi, kesehatan, humanitarian, energi, pangan, lingkungan hidup, perdamaian dan lain-lain.

2) Meningkatkan peran strategis Persyarikatan Muhammadiyah, Majelis/Lembaga, Badan, dan AUM dalam kerjasama antar lembaga/ organisasi kemasyarakatan baik di dalam maupun luar negeri dalam mendukung gerakan persyarikatan di ranah nasional, regional, dan internasional.

E. PROGRAM PERBIDANG 2022-2027

1. Bidang Tarjih dan Tajdid

1.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya lembaga yang mampu mengembangkan, mensosialisasikan, dan mengimplementasikan ijtihad dan tajdid pemikiran untuk memberikan solusi terhadap persoalan-persoalan keagamaan umat.

1.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mensosialisasikan, dan mengimplementasikan pedoman keislaman yang bersifat epistemologis, metodologis maupun praktis sebagai panduan bagi warga Muhammadiyah dalam memahami dan mengimplementasikan ajaran Islam dalam situasi kontemporer.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Membentuk, dan mengoptimalkan peran kelembagaan dan pusat-pusat kajian bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam, serta meningkatkan kapasitas dan melakukan restrukturisasi kepemimpinnya.

c. Jaringan

Mengintensifkan kerjasama internal, khususnya dengan PTM, dan lembaga-lembaga pendidikan kader ulama.

d. Sumber Daya

Mengembangkan kompetensi kader ulama bidang tarjih, tajdid, dan pemikiran Islam, khususnya di bidang Ulum al-Qur’an, Ulum al-hadits, Ushul Fikih, Ilmu Falak, dan pemikiran Islam, untuk memperkokoh Muhammadiyah sebagai gerakan ijtihad dan tajdid.

e. Aksi Pelayanan

Merespon isu-isu aktual dan masalah-masalah keislaman di pelbagai bidang yang berkembang dalam kehidupan umat, dalam lingkup lokal, regional dan nasional dengan memberikan bimbingan kepada masyarakat khususnya warga Muhammadiyah, serta meningkatkan sosialisasi produk tarjih, baik ke internal Muhammadiyah sampai pada tingkat Cabang dan Ranting, maupun ke eksternal Muhammadiyah, melalui pelbagai media.

2. Bidang Tabligh

2.1 Visi Pengembangan

Berkembangnya fungsi tabligh dalam penyebaran paham Muhammadiyah dan pembinaan keagamaan yang holistik kepada semua sasaran dakwah yang berbasis pada spirit tajdid (purifikasi dan dinamisasi), wasathiyah, inovatif, kolaboratif, dan adaptif serta berwawasan digital.

2.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Berkembangnya model penyebaran dan pembinaan keagamaan yang holistik berdasarkan paham keagamaan dan manhaj gerakan Muhammadiyah.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Standarisasi manajemen tabligh, masjid dan musholla, dan integrasi lembaga korps muballigh Muhammadiyah dalam penyebaran paham keagamaan Muhammadiyah dan pembinaan jamaah.

c. Jaringan

Meningkatnya kerjasama dan kolaborasi dakwah, baik internal maupun eksternal persyarikatan untuk intensifikasi dan ekstensifikasi kinerja tabligh.

d. Sumber Daya

Meningkatnya kuantitas dan kualitas kader muballigh berwawasan digital untuk menghadapi tantangan disrupsi keagamaan.

e. Aksi Pelayanan

Dihasilkannya materi-materi dan layanan tabligh yang bersifat panduan, bimbingan, dan pencerahan baik langsung maupun melalui berbagai media dalam format tulisan dan audio-visual, termasuk hasil riset dan inovasi dakwah. Khusus pemahaman wasathiyah warga Muhammadiyah perlu mendapat perhatian para mubaligh, sehingga masyarakat di akar rumput bisa mendapat pengetahuan yang memadai.

3. Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah

3.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya tranformasi pendidikan dasar, dan menengah, serta pendidikan non formal berbasis Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai karakter utama, holistik, dan integratif, serta menghasilkan lulusan yang berkemajuan dengan etos pembelajar sepanjang hayat untuk memacu prestasi belajar, sehingga memiliki daya saing, dan mampu menjawab kebutuhan zaman dengan tata kelola pendidikan yang unggul, inklusif, dan berdaya saing.

3.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mewujudkan karakter utama pendidikan ISMUBA yang berkemajuan, menerapkan pendidikan holistik dan integratif. Menghasilkan lulusan berkemajuan yang kreatif, inovatif, imajinatif, unggul, kompetitif dan mampu menjawab kebutuhan zaman serta melakukan transformasi, berdaya saing global, dan berbasis teknologi informasi.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengimplementasikan tata kelola modern, transparan, dan akuntabel serta mengimplementasikan penyelenggaraan pendidikan yang inklusif.

c. Jaringan

Meningkatkan kolaborasi antar-lembaga pendidikan formal, dan pendidikan non formal, baik internal maupun eksternal.

d. Sumber Daya

Mengembangkan inovasi pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan kapasitas dan kinerja guru/instruktur, meningkatkan tata kelola dan mutu pendidikan akademik dan non akademik.

e. Aksi Pelayanan

Mengembangkan transformasi sekolah/madrasah/pesantren, termasuk Lembaga-lembaga pendidikan non formal, serta pembelajaran ISMUBA berbasis teknologi informasi yang inovatif dan kreatif.

4. Bidang Pendidikan Kader

4.1 Visi Pengembangan

Berkembangnya fungsi dan kualitas perkaderan yang sistemik dengan memperteguh militansi, kompetensi, dan peran strategis kader Muhammadiyah sebagai pelaku gerakan yang unggul di tengah dinamika persyarikatan, umat, bangsa dan perkembangan global.

4.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mengembangkan perkaderan utama Muhammadiyah (Darul Arqam maupun Baitul Arqam) dan perkaderan fungsional secara intensif, integral, dan massif untuk menjadikan perkaderan sebagai budaya organisasi di seluruh tingkatan pimpinan, amal usaha, institusi-institusi, dan komunitas yang berada dalam struktur persyarikatan.

Mengembangkan strategi perkedaran yang lebih memberi peluang yang lebih luas kepada para kader untuk melakukan transformasi di berbagai bidang di masyarakat luas sebagai kader bangsa dan umat.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Menyelenggarakan Ideopolitor (ideologi, politik, dan organisasi) bagi pimpinan di seluruh jenjang pimpinan persyarikatan, amal usaha Muhammadiyah, dan kader-kader yang mengemban amanah publik untuk meneguhkan komitmen ideologis, memperluas visi dan pemikiran, dan mengembangkan organisasi sebagai instrumen gerakan Islam.

c. Jaringan

Meningkatkan koordinasi dan kerja sama secara tersistem dan berkelanjutan antar-pimpinan persyarikatan di dalam dan luar negeri, Badan Pembantu Pimpinan, Cabang Istimewa, Organisasi Otonom, dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dalam hal pelaksanaan perkaderan di lingkungan masing-masing.

d. Sumber Daya

Memperluas diaspora kader, membentuk korps instruktur, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas instruktur yang mampu mendesain, mengembangkan, dan melaksanakan perkaderan Muhammadiyah berbasis pada teknologi informasi, keragaman potensi dan keahlian instruktur di semua lini persyarikatan. AUM adalah salah satu pusat perkaderan yang menempatkan 80% dari kadernya, dan 20% professional.

e. Aksi Pelayanan

Mengembangkan strategi perkaderan yang lebih progresif sejalan dengan kebutuhan persyarikatan dan masyarakat luas, serta melaksanakan model-model perkaderan dalam jaringan dan luar jaringan, menyediakan fasilitas dan materi-materi perkaderan berupa pedoman dan materi pengayaan untuk penguatan ideologi yang menjadi rujukan dalam setiap perkaderan Muhammadiyah. Pada setiap perkaderan disosialisasi materi tarjih secara intensif hal ihwal ketarjihan, serta diintensifkan pula pengkaderan di ranting-ranting.

5. Bidang Pembinaan Kesehatan Umum

5.1 Visi Pengembangan

Berkembangnya fungsi pelayanan kesehatan Islami yang unggul berbasis Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) sebagai aktualisasi dakwah Muhammadiyah yang progresif dan adaptif dengan perkembangan teknologi bidang kesehatan.

5.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Meningkatkan sistem penyelenggaraan Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah yang Unggul dan berbasis Penolong Kesengsaraan Umum (PKU)/ Al’Ma’un melalui manajemen terpadu (integrated), tata kelola yang baik (good coorparate gavernance), pengawasan standar mutu pelayanan dan IPO (Input-Proses-Output) yang berkualitas utama sehingga menjadi pilihan utama masyarakat.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengembangkan jenis-jenis/ model-model pelayanan kesehatan baru yang langsung menyentuh kehidupan di masyarakat akar rumput yang bersinergi dengan Rumah Sakit dan AUMKES Muhammadiyah, berkolaborasi dengan pemerintah dan organisasi lainnya sebagai wujud gerakan Al- Ma’un/PKU dan Islam Rahmatan lil alamin

c. Jaringan

Membangun jaringan dengan Lembaga pemerintah, organisasasi terkait baik dari dalam maupun luar negeri yang mendorong bagi terciptanya daya dukung kekuatan pelayanan Kesehatan Muhammadiyah yang kuat, strategis dan cepat kepada masyarakat akar rumput.

d. Sumber Daya

Meningkatkan kualitas sumber daya Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah melalui peningkatan kapasitas tenaga Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah, pendidikan, promosi, daya dukung fasilitas, dan berbagai skill yang mengembangkan keunggulan.

e. Aksi Pelayanan

Mengoptimalkan standar pelayanan kesehatan melalui standarisasi pelayanan Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah. Mengembangkan rumah sakit dengan layanan unggulan di setiap daerah Optimalisasi pelayanan Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah. Mengembangkan diversifikasi amal usaha Kesehatan lain terutama di daerah-daerah yang belum atau minim amal usaha Kesehatan.

6. Bidang Pelayanan Sosial

6.1 Visi Pengembangan

Peningkatan Kesejahteraan Sosial Berbasis Keluarga, Komunitas dan Institusi Pelayanan Sosial Sebagai Pilar Terwujudnya Masyarakat Islam Yang Sebenar-benarnya.

6.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mobiliasi potensi daerah, cabang dan ranting Muhammadiyah sebagai penyelenggara gerakan asistensi rehabilitasi sosial kelompok masyarakat prasejahtera (KMPS) di tingkat akar rumput.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengembangkan jenis-jenis/ model-model pelayanan sosial baru yang langsung menyentuh kehidupan masyarakat. Rebranding pelayanan sosial yang telah ada disesuaikan dengan kondisi zaman kekinian. Pengembangan tata kelola pelayanan sosial masyarakat pra-sejahtera (Penyandang difabel, Anak yang bekerja/hidup di jalanan, pengemis, dan pemulung, korban kekerasan, eksploitasi, dan perdagangan orang) dan diseminasi masyarakat sejahtera sebagai pilar perwujudan masyarakat Islam yang sebenarnya di tingkat daerah, cabang dan ranting.

c. Jaringan

Membangun, mengembangankan, dan mensinergikan potensi jaringan internal Muhammadiyah dan jaringan eksternal kesejahteraan sosial dalam rangka peningkatan kualitas layanan AUM-Sos dan capaian pelaksanaan program.

d. Sumber Daya

Pembinaan kualitas sumberdaya manusia pelaksanaan program kesejahteraan sosial melalui pendekatan ilmu kesejahteraan sosial, logical framework analysis, pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan, Al Islam dan Kemuhammadiyahan.

e. Aksi Pelayanan

Peningkatan kualitas kesejahteraan sosial melalui asistensi rehabilitasi sosial kelompok masyarakat pra-sejahtera dengan mengacu kepada Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Pelayanan Sosial dan ketentuan Majelis Pelayanan Sosial, serta bersinergi dengan Amal Usaha Muhammadiyah lainnya.

7. Bidang Ekonomi

7.1 Visi Pengembangan

Bangkitnya etos dan kreativitas ekonomi dalam menguatkan kemandirian Muhammadiyah sebagai wujud kontribusi persyarikatan bagi kedaulatan ekonomi ummat dan bangsa.

7.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mengembangkan peta jalan (road map) dan model ekonomi Muhammadiyah yang berorientasi pada mobilisasi potensi-potensi ekonomi dan kebangkitan semangat kewirausahaan bagi warga persyarikatan.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengembangkan sistem manajemen bisnis dan tata kelola bidang ekonomi; penguatan kelembagaan dan operasionalitas Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) dan kegiatan–kegiatan ekonomi; serta pemanfatan aset-aset untuk mendorong produktivitas ekonomi persyarikatan terutama berbasis daerah.

c. Jaringan

Mengintensifkan kerjasama ekonomi dan bisnis di seluruh tingkatan persyarikatan, serta mobilisasi sumber-sumber permodalan, kegiatan produksi, jalur distribusi dan pemasaran baik internal maupun eksternal persyarikatan.

d. Sumber Daya

Melahirkan kader-kader saudagar (entrepreneur) dan profesional di bidang ekonomi dan bisnis yang unggul dan berdaya saing serta mengembangkan secara optimal potensi lembaga-lembaga ekonomi Muhammadiyah dalam mengembangkan kekuatan (kadaulatan) ekonomi ummat dan persyarikatan.

e. Aksi Pelayanan

Mendirikan unit-unit bisnis seperti: Perseroan (PT), Bank/BPRS, koperasi syariah, BTM, asuransi syariah, penguatan Dana Pensiun, Purchasing Centre, Distribution Center, bisnis digital, fintech syari’ah, kedai/mini market, dan unit bisnis lainnya; dan melakukan advokasi serta sosialisasi usaha dan produk Lembaga Keuangan dan Bisnis Syariah serta melakukan pemberdayaan usaha ultra-mikro, mikro, kecil dan menengah.

8. Bidang Wakaf dan Kehartabendaan

8.1 Visi Pengembangan

Meningkatkan inventarisasi aset Persyarikatan Muhammadiyah serta optimalisasi ligitasi dan non-ligitasi sengketa aset, sertifikasi aset, dan advokasi aset Persyarikatan Muhammadiyah.

8.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Meningkatkan Sistem Penyelenggaraan Pengelolaan Data Base Tanah Wakaf dan Aset Persyarikatan dengan menggunakan System Informasi Manajemen Aset Muhammadiyah (SIMAM).

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengembangkan peran Majelis Wakaf dan Kehartabendaan dalam menyelesaikan sengketa yang bersifat ligitasi, non ligitasi dan memberikan konseling pada Ranting, Cabang, Daerah dan Wilayah yang asetnya memiliki masalah.

c. Jaringan

Membangun jaringan untuk melakukan inventarisasi asset dengan mendorong pembalikan nama pribadi ke atas nama persyarikatan yang ada di seluruh tingkatan.

d. Sumber Daya

Meningkatkan kualitas sumberdaya pengurus setiap tingkatan dalam melakukan penerimaan wakaf dan penyelamatan asset persyarikatan serta pelibatan SDM dan pemanfaatan sarana dan prasarana AUM dalam penginputan data.

e. Aksi Pelayanan

Mengoptimalkan standar pelayanan pada ranting, cabang, daerah dan wilayah dalam melakukan penyelamatan asset dan wakaf dengan memberdayakan pengurus pada tiap tingkatan.

9. Bidang Pemberdayaan Masyarakat

9.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya ekosistem pemberdayaan masyarakat yang berkemajuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat buruh, petani (buruh tani?), nelayan, difabel, dan kelompok duafa-mustadh’afin lainnya sebagai perwujudan Islam rahmatan lil alamiin.

9.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Memperkokoh gerak pemberdayaan masyarakat dalam satu kesatuan ekosistem gerakan pemberdayaan.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengembangkan manajemen organisasi dengan smart organization yang memfasilitas duafa-mustadh’afin lebih berdaya dan sejahtera

c. Jaringan

Mengembangkan jaringan Muhammadiyah masyrakat yag memiliki kepedulian social dalam memperkuat jati diri (reputasi) Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki komitmen pembelaan terhadap kelompok duafa mustadh’afiin

d. Sumber Daya

Meningkatkan kualitas dan keberlanjutan sumberdaya pemberdayaan masyarakat yang memiliki kompetensi, jiwa kerelawanan, dan spirit jihad pembelaan terhadap duafa mustadhafiin.

e. Aksi Pelayanan

Massifikasi model-model pemberdayaan masyarakat berbasis E-Community Empowerment System (ECES), serta responsif terhadap kebijakan publik yang merugikan masyarakat, khususnya masyarakat miskin.

10. Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia

10.1 Visi Pengembangan

Menjadi majelis yang responsif dan progresif terhadap problematika dan kebutuhan masyarakat di bidang hukum dan hak asasi manusia.

10.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Perumusan Konsep Pembangunan Hukum Nasional yang berdasarkan prinsip kemanusiaan, keadilan, responsif dan partisipatif serta merumuskan pedoman hukum dan HAM berbasis Konsep Madzab Hukum Muhammadiyah.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Meningkatkan Kapasitas Lembaga (Capacity Building) dalam penyelesaian masalah internal maupun eksternal, memaksimalkan peran seluruh komponen persyarikatan dalam melakukan advokasi kebijakan publik dan memetakan potensi ahli hukum di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.

c. Jaringan

Menguatkan jaringan dan hubungan kerjasama internal dan eksternal baik regional, nasional maupun internasional.

d. Sumber Daya

Merumuskan konsep pendidikan kader hukum Muhammadiyah, konsep Kerjasama Lembaga, dan standar tata kelola amal usaha Muhammadiyah yang lebih transparan dan akuntabel.

e. Aksi Pelayanan

Merumuskan standar advokasi bidang hukum dan HAM, meningkatkan kualitas LBH dan pelayanan hukum berbasis teknologi digital, meningkatkan mitigasi terjadinya masalah hukum dan HAM di AUM.

11. Bidang Lingkungan Hidup

11.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya kesadaran, kepeduliaan dan perilaku ramah lingkungan warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan dan kemaslahatan makhluk hidup di muka bumi.

11.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mengembangkan konsep dan model gerakan lingkungan hidup berpraksis dakwah.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Mengembangkan kapasitas dan fungsi kelembagaan di lingkungan Persyarikatan dalam mengembangkan kesadaran, kepedulian, dan advokasi lingkungan hidup.

c. Jaringan

Menjalin kerjasama yang setara, bersinergi dan saling menguntungkan dengan lembaga pemerintah dan swasta di dalam maupun luar negeri dalam rangka pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan.

d. Sumber Daya

Menghasilkan kader dan warga sadar lingkungan yang memiliki kepedulian dan keberpihakan pada usaha-usaha pelestarian dan penyelamatan lingkungan.

e. Aksi Pelayanan

Menyusun model-model praksis, pendidikan dan pelatihan, buku-buku panduan, dan advokasi yang berkaitan dengan isu-isu dan usaha penyelamatan lingkungan. Perlu menginisiasi pengelolaan sampah dengan pendekatan ekonomi produktif dan pemberdayaan masyarakat.

12. Bidang Pustaka dan Informasi

12.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya semesta digital dalam ragam platform, Sumber Daya, serta daya dukung pengembangan yang unggul, terintegrasi, dan masif di tingkat PWM, PDM, dan PCM, serta PRM yang dipandang mampu.

12.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Terbangunnya sinergitas sumber daya teknologi digital, literasi dan media yang terkonsolidasi sebagai sistem gerakan maupun amal usaha di lingkungan persyarikatan.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Menguatkan kapasitas kelembagaan internal persyarikatan melalui pemanfaatan teknologi digital, literasi dan media komunikasi yang maju, interkonektif, dan modern.

c. Jaringan

Mengembangkan jaringan dengan berbagai pihak dalam bidang teknologi digital, literasi dan media dalam rangka perluasan dakwah persyarikatan.

d. Sumber Daya

Mengoptimalkan sumber daya kader bidang literasi, teknologi digital, dan media yang berkomitmen dan profesional dalam menyediakan bigdata untuk penguatan dan perluasan syiar persyarikatan.

e. Aksi Pelayanan

Meningkatkan fungsi penyediaan dan layanan informasi, serta mengembangkan kualitas dan kuantitas layanan digital, literasi, media, serta sistem informasi organisasi yang unggul dan berdaya saing dalam menjalankan fungsi syiar dan dakwah persyarikatan.

13. Bidang Pembinaan Cabang dan Ranting

13.1 Visi Pengembangan

Terbentuknya cabang-cabang, dan ranting-ranting baru di kecamatan dan desa/kelurahan yang masih minim atau belum signifikan kehadiran Persyarikatan di dalamnya.

5.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Menyusun format dasar dakwah komunitas di Cabang dan Ranting di beberapa PCM dan PRM terpilih. Perintisan Ranting baru berbasis masjid perintisan Ranting baru berbasis komunitas dan atau kawasan

b. Organisasi Kepemimpinan

Menyempurnakan dan menjaga updating data sistem pemantau keaktifan Cabang dan Ranting serta penyajian peta kondisi Cabang-Ranting yang representatif dan update berbasis GIS (Sistem Informasi Geografis).

c. Jaringan

Memperkuat Media dakwah dan silatrurahim antar warga Muhammadiyah dan PRM serta PCM serta optimalisasi peran teknologi digital dalam pembinaan dan pengembangan cabang dan ranting

d. Sumber Daya

Mencetak kader penggerak persyarikatan di Cabang dan Ranting serta mobilisasi SDM AUM (dosen, dokter, guru, karyawan, mahasiswa) untuk pengembangan Cabang dan Ranting

e. Aksi Pelayanan

Memperkuat keteguhan dan ketangguhan keluarga Muhammadiyah, memperkuat ekonomi warga Muhammadiyah, optimalisasi peran Korps Mubaligh Muhammadiyah Cabang dalam peneguhan jamaah Muhammadiyah serta optimalisasi pemanfaatan “harta wakaf” di kawasan Cabang dan Ranting, serta menggalakkan papan nama PCM dan PRM.

14. Bidang Pembina dan Pengawasan Keuangan

14.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya sistem pembinaan dan pengawasan keuangan persyarikatan yang berprinsip pada amanah dan bertata kelola baik sesuai dengan budaya organisasi Muhammadiyah.

14.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pengelolaan keuangan persyarakatan dan amal usaha Muhammadiyah yang bertanggung jawab, akuntabel, transparan, dan adil didukung teknologi informasi berbasis web yang terintegrasi serta yang mendukung pengambilan keputusan manajemen.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Menciptakan tata kelola organisasi LPPK yang akuntabel, bertanggung jawab dan profesional sesuai budaya organisasi Muhammadiyah serta sistem pengelolaan keuangan persyarakatan dan amal usaha Muhammadiyah yang bertanggung jawab, akuntabel, transparan, dan adil.

c. Jaringan

Bekerjasama dan mengintegrasikan pangkalan data pengelolaan keuangan di lingkungan Pimpinan Persyarikatan, Majelis, Lembaga, Ortom, Amal Usaha Muhammadiyah dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sistem pengelolaan keuangan persyarakatan dan amal usaha Muhammadiyah yang bertanggungjawab, akuntabel, transparan, dan adil.

d. Sumber Daya

Menyediakan dan mengembangkan sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas di bidang keuangan, audit dan teknologi informasi secara berkelanjutan untuk mendukung tugas dan tanggung jawab LPPK.

e. Aksi Pelayanan

Melakukan pendampingan dan pelatihan dalam pengelolaan kekayaan persyarikatan, tidak terbatas pada penyusunan laporan keuangan, sistem anggaran berbasis kinerja dengan dukungan teknologi informasi. Mengembangkan system laporan keuangan yang berbasis pada IT dan melakukan pendampingan dan pelatihan dalam perencanaan pajak dan secara terintegrasi dengan perhitungan zakat/infat. Memberikan pertimbangan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah terhadap kelayakan usulan permohonan pembiayaan dari pimpinan persyarikatan maupun AUM. Melakukan pemeriksaan kepada pimpinan persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah dalam pengelolaan kekayaan persyarikatan.

15. Bidang Penanggulangan Bencana

15.1 Visi Pengembangan

Meningkatkan dan memperluas keunggulan peran Muhammadiyah Jawa Timur dalam gerakan pengurangan risiko bencana melalui pengembangan organisasi yang kuat, sistem kepemimpinan yang profesional, sistem pendidikan pelatihan kader yang berkualitas dengan dukungan penguasaan teknologi informasi yang andal.

15.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Meningkatkan upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana berbasis nilai-nilai Keislaman dengan dukungan teknologi informasi sebagai bagian dari keunggulan seluruh bidang gerakan Muhammadiyah.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Meningkatkan kapasitas pengelolaan organisasi penanggulangan bencana dengan dukungan sistem big data dari tingkat Pusat hingga Ranting, beserta penguatan sistem penggalangan dana bencana dan memperkuat sistem komando penanganan tanggap darurat dan pemulihan bencana melalui prinsip One Muhammadiyah One Response (OMOR).

c. Jaringan

Memperkuat koordinasi dan kerjasama Muhammadiyah dengan pemangku kepentingan penanggulangan bencana di tingkat komunitas, daerah, nasional dan internasional dalam upaya penguatan kapasitas, pengelolaan bantuan kemanusiaan.

d. Sumber Daya

Meningkatkan kualitas pembinaan, pendidikan pelatihan, dukungan fasilitas dan transformasi kader Muhammadiyah sebagai penggiat dan pelopor penanggulangan bencana pada tingkat komunitas, daerah, nasional dan internasional.

e. Aksi Pelayanan

Meningkatkan kualitas penguatan ketangguhan masyarakat, satuan pendidikan, fasilitas kesehatan dan lembaga usaha dalam upaya mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan pasca bencana, beserta advokasi kebijakan dan penyebaatan penyebaran praktik baik melalui berbagai media.

16. Bidang Amil Zakat, Infak, dan Shadaqah

16.1 Visi Pengembangan

Berkembangnya fungsi pengelolaan zakat, infak dan shadaqah Muhammadiyah yang professional, transparan, akuntabel, dan produktif sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan kemanusiaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan umat.

16.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mempercepat dan memperluas implementasi kebijakan Muhammadiyah dalam meningkatkan kesadaran berzakat dan berderma melalui standarisasi administrasi, optimalisasi penggunaan teknologi digital, peningkatan kapasitas amil, pengelolaan ZIS secara profesional sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum Islam, dan sebagai komitmen untuk percepatan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan melalui program-program inovatif.

b. Organisasi Kepemimpinan

Meningkatkan budaya organisasi dan tatakelola zakat, infak, dan sedekah Muhammadiyah melalui penguatan sistem informasi dan manajemen (SIM) ZIS yang terintegrasi di semua tingkatan yang didukung kepemimpinan yang transformatif, inovatif, responsif, dan progresif.

c. Jaringan

Menguatkan hubungan dan kerjasama jejaring dan kemitraan nasional, regional, dan internasional dalam memobilisasi, mengelola serta memanfaatkan dana ZIS.

d. Sumber Daya

Meningkatkan mutu dan profesionalisme sumber daya amil melalui sistem kaderisasi, regenerasi yang didukung pelatihan tersertifikasi serta mengembangkan sistem pengelolaan sumber-sumber dana ZIS melalui pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan anggota Muhammadiyah secara konsisten, dinamis, dan berkelanjutan.

e. Aksi Pelayanan

Meningkatkan produktivitas pemanfaatan dana ZIS dalam program 6 pilar (pendidikan, ekonomi, kesehatan, sosial dakwah, kemanusiaan, dan lingkungan) dengan pendekatan inovasi sosial untuk memperkuat kemandirian masyarakat bagi kalangan duafa-mustadh’afin, selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan secara nasional maupun global.

17. Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik

17.1 Visi Pengembangan

Berkembangnya partisipasi aktif dan peran warga Muhammadiyah dalam dinamika politik kebangsaan yang didasari oleh prinsip akhlaqul karimah dan Khitah Perjuangan menuju terwujudnya kehidupan bangsa dan negara yang lebih maju, adil, makmur, mandiri, bermartabat dan berdaulat.

17.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

1) Mengintensifkan kajian-kajian khusus tentang isu-isu strategis serta kebijakan nasional yang menyangkut hajat hidup rakyat

2) Mengupayakan obyektifikasi berbagai persoalan publik dengan mendayagunakan berbagai produk pengetahuan Muhammadiyah seperti PHIWM, Khitah, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah dan sebagainya untuk dijadikan pedoman dalam penyikapan Muhammadiyah dalam menghadapi persoalan-persoalan bangsa dan negara.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

1) Implementasi nilai-nilai politik kebangsaan sebagai panduan keterlibatan anggota/pimpinan Muhammadiyah di berbagai tingkatan dalam isu-isu kebangsaan dan persoalan publik.

2) Mengintensifkan gerakan advokasi berbasis kebijakan (advocacy based-policy) dan mendorong kebijakan berbasis realitas (evidence based-policy)

3) Menyusun Pedoman Pendidikan Politik Muhammadiyah.

4) Menyusun Peta Jalan Peran Politik Kebangsaan Muhammadiyah.

c. Jaringan

1) Berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam berbagai aliansi strategis sebagai upaya penguatan masyarakat sipil serta penegakan demokrasi yang lebih substantif dan berperadaban.

2) Mewujudkan database diaspora kader Muhammadiyah di berbagai organisasi pemerintahan dan non-pemerintahan disertai pengembangan forum dan jaringan kader sebagai wahana dakwah Islam berkemajuan di bidang politik kebangsaan.

3) Mengintensifkan gerakan aksi anti-korupsi dengan pengembangan jaringan dan kerjasama berbagai lembaga swadaya masyarakat, swasta dan berbagai komunitas dalam masyarakat.

4) Membangun jalinan dan jaringan yang sinergis antar kader dan simpatisan Muhammadiyah yang berada di lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga-lembaga strategis lainnya guna meningkatkan peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan bangsa dan negara.

5) Mewujudkan kerjasama lintas lembaga untuk melakukan kajian kebijakan strategis nasional dengan mendayagunakan ahli di lingkungan PTMA untuk membahas isu-isu strategis keummatan-kebangsaan.

d. Sumber Daya

1) Berpartisipasi secara aktif dan kreatif dalam upaya penguatan masyarakat sipil serta penegakan demokrasi yang lebih substantif dan berperadaban.

2) Mengintensifkan gerakan aksi anti korupsi dengan pengembangan jaringan dan kerjasama berbagai lembaga swadaya masyarakat, swasta dan berbagai komunitas dalam masyarakat.

3) Memperkuat dan mewujudkan infrastruktur SDM yang mendukung penguatan jejaring lintas CSO dan lintas stakeholder baik lembaga pemerintahan dan swasta.

4) Meningkatkan kapasitas pimpinan dan anggota Muhammadiyah dalam bidang kepartaian dan pemilu sehingga mampu mendorong keterlibatan yang lebih inkluisif, kritis dan berkeadaban di bidang politik-pemerintahan baik di lembaga pemerintahan maupun lembaga auxiliary agencies (Komisi Nasional).

e. Aksi Pelayanan

1) Melakukan pendidikan politik dan pendidikan kewarganegaraan (civic education) yang selama ini telah dikembangkan di berbagai universitas Muhammadiyah bagi semua lembaga pendidikan milik Muhammadiyah, yang terarah pada pengembangan masyarakat yang demokratis dan berkeadaban.

2) Menyelenggarakan pendidikan kader politik untuk mendorong partisipasi yang lebih luas di Lembaga-lembaga pemerintahan baik legistaltif, eksekutif, dan lembaga negara lainnya.

3) Menyusun panduan tentang politik yang Islami yang didasarkan pada nilai-nilai dan prinsip peran kebangsaan yang telah dirumuskan oleh Muhammadiyah.

4) Membentuk dan mengefektifkan Tim Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pemilu Serentak

5) Memperkuat kajian dengan memproduksi kertas posisi (policy brief) untuk memperkuat dampak advokasi kebijakan publik.

6) Membuka pusat-pusat pengaduan dan mengefektifkan database untuk memperkuat peran advokasi kemanusiaan baik di tingkat lokal maupun nasional.

7) Mewujudkan Sekolah Kepemimpinan Nasional untuk menyiapkan kader-kader persyarikatan yang akan mengisi jabatan di lembaga-lembaga negara.

18. Bidang Seni, Budaya, dan Olahraga

18.1 Visi Pengembangan

Berkembangnya fungsi seni budaya dan olahraga menjadi arus penting dalam Persyarikatan menuju perluasan misi dakwah dan tajdid berwawasan inklusif

18.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

1) Berkembangnya suasana dialogis dalam kegiatan seni, budaya, dan olahraga.

2) Tersusunnya konsep-konsep dialogis, strategis, dan kolaboratif dalam memperkokoh kegiatan seni, budaya, dan olahraga

3) Terformulasikannya peta jalan peningkatan kualitas mutu layanan persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah di bidang seni, budaya, dan olahraga.

4) Berkembangnya seni, budaya, dan olahraga di semua tingkatan kepemimpinan Persyarikatan.

5) Berkembangnya pusat-pusat seni, budaya, dan olahraga di semua tingkatan kepengurusan persyarikatan.

6) Hadirnya basis data (big data) persyarikatan yang komprehensif dan terbaru di bidang seni budaya dan olahraga.

7) Tersusunnya sistem pembinaan, pengembangan, dan pemajuan bidang seni budaya dan olahraga di semua jenjang kepemimpinan persyarikatan.

8) Terkonsolidasinya sistem pembinaan, pengembangan, dan pemajuan di bidang seni dan budaya serta pemasyarakatan dan pembinaan olahraga di semua tingkatan persyarikatan.

9) Peningkatan kesadaran terhadap pentingnya seni, budaya, dan olahraga.

10) Adanya kesadaran dan rumusan peta jalan akan pentingnya pimpinan terlibat dalam jaringan lintas stakeholder di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam menguatkan peran kebangsaan, keuamatan dan kemanusiaan universal Muhammadiyah

11) Masifikasi kegiatan seni, budaya, dan olahraga.

12) Pemberdayaan keluarga dan pemberdayaan komunitas menjadi role model memajukan seni, budaya, dan olahraga di masyarakat

13) Masifikasi model-model pembinaan dan pelatihan di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam memecahkan masalah-masalah keluarga, baik di lingkungan Muhammadiyah, di komunitas-komunitas, maupun masyarakat sebagai dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

14) Meningkatkan perhatian, kepedulian, dan penyikapan terhadap persoalan-persoalan aktual dan krusial dalam bidang seni, budaya, dan olahraga yang menyangkut hajat hidup publik, termasuk kepentingan umat Islam, sebagai bentuk keterlibatan aktif Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

15) Menguatnya model-model bagi partisipasi persyarikatan dalam bidang seni, budaya, dan olahraga dan mewarnai kebijakan publik dalam bidang seni, budaya, dan olahraga maupun melalui jalur konstitusional.

16) Adanya agenda setting dan peta jalan yang jelas terkait partisipasi di bidang seni, budaya, dan olahraga pada kehidupan kebangsaan dan/atau keterlibatan aktif dalam bidang seni, budaya, dan olahraga pada aksi pelayanan kemanusiaan dan perdamaian global

17) Tumbuhnya model kerja sama ideologis, programatis, maupun strategis dengan berbagai pihak guna mendorong peran proaktif seniman, budayawan, dan olahragawan Muhammadiyah dalam menggerakkan dakwah Islam berkemajuan.

b. Organisasi Kepemimpinan

1) Terbentuknya forum diskusi di bidang seni, budaya, dan olahraga

2) Peneguhan komitmen, wawasan, dan aksi gerakan di bidang seni budaya, dan olahraga yang selaras dengan paham Muhammadiyah

3) Masuknya kader persyarikatan dalam lembaga-lembaga nasional di bidang seni, budaya, dan olahraga

4) Revitalisasi organisasi dan kepemimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga di semua tingkatan kepemimpinan Persyarikatan.

5) Revitalisasi peran organisasi dan kepemimpinan secara transformatif dan sinergi lintas majelis dan lembaga secara efektif sehingga menciptakan kinerja yang optimal di bidang seni, budaya, dan olahraga.

6) Mewujudkan transformasi tata kelola dan kinerja dalam bidang seni budaya dan olahraga efektif, efisien, dan akuntabel

7) Mewujudkan sistem tatakelola organisasi dan tatakelola keuangan dalam bidang seni budaya dan olahraga yang berdasarkan pada prinsip amanah, kejujuran, keterbukaan, dan tersistem.

8) Mengintensifkan kordinasi dan komunikasi pimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga dengan organisasi otonom dan AUM secara intenssif dan sinergis di berbagai tingkatan.

9) Mengoptimalkan penerapan sistem pengelolaan keuangan di bidang seni, budaya, dan olahraga berbasis teknologi dan informasi secara akuntabel dan akurat

10) Terbangunnya komunikasi, sinergi, dan soliditas kepemimpinan antar pimpinan di semua tingkat kepemimpinan Persyarikatan.

11) Mengimplementasikan sinergisitas sistem dan mekanisme kerjasama, koordinasi dan komunikasi antar pimpinan di jajaran Persyarikatan, Ortom, dan AUM, dalam mengembangkan dan menjalankan program-program seni, budaya, dan olahraga secara lintas-sektor.

12) Membentuk dan menggerakkan komunitas seni, budaya, dan olahraga di kalangan keluarga maupun masyarakat.

13) Mengintensifkan partisipasi peran seniman, budayawan, dan olahragawan dalam mewujudkan keluarga dan komunitas yang berpartisipasi di Cabang dan Ranting.

14) Mengintensifkan partisipasi seniman, budayawan, dan olahragawan dalam mewujudkan kampung berkemajuan bersinergi dengan berbagai komunitas yang dikembangkan di tengah masyarakat

15) .Mengintensifkan peran seniman, budayawan, dan olahragawan di komunitas-komunitas dan lingkungan masyarakat dalam rangka dakwah amar ma’ruf nahi munkar.

16) Mengefektifkan posisi dan peran seni, budaya, dan olahraga dalam Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di kancah nasional dan internasional melalui peranan melakukan transformasi dan keterlibatan aktif yang strategis, dan produktif dengan tetap berpijak kepada kemandirian dan sejalan Khittah serta Kepribadian Muhammadiyah.

17) Mengintensifkan peran transformasi seniman, budayawan, dan olahragawan Muhammadiyah secara partispatorik dalam berbagai forum dan mengembangkan jaringan dengan organisasi sepaham/serumpun sebagai media mewujudkan Islam yang berkemajuan.

18) Mengembangkan kerjasama yang proaktif dan harmonis yang saling menguntungkan dengan berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta untuk mendukung gerak Persyarikatan di bidang seni, budaya, dan olahraga.

c. Jaringan

1) Aktivasi orang-orang yang memahami seni, budaya, dan olahraga di berbagai UPP, khususnya Majelis Tarjih dan Majelis Tabligh.

2) Terorganisasikannya kiprah diaspora kader dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa di bidang seni, budaya, dan olahraga

3) Masuknya kader persyarikatan dalam lembaga-lembaga nasional di bidang seni, budaya, dan olahraga

4) Meningkatkan efektivitas kerja sama (1) antar majelis dan lembaga, (2) bersama ortom, (bersama komunitas seni, budaya, dan olahraga

5) Memperkuat peran cabang dan ranting Muhammadiyah di dalam pembinaan, pengembangan, dan pemajuan seni dan budaya serta pembinaan dan pemasyarakatan olahraga di akar rumput

6) Meningkatkan penyebarluasan seni dan budaya Indonesia dengan pandangan dan praksis Islam berkemajuan di negara-negara lain.

7) Mengembangkan forum-forum silaturrahmi (1) pimpinan di jajaran Persyarikatan secara horizontal maupun vertikal dan (2) pimpinan lembaga dan komunitas di luar Persyarikatan.

8) Aktivitasi koordinasi pimpinan dengan pembantu pimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga yang lebih intensif, integratif dan programatik

9) Membangun jalinan kerja sama di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam lingkungan keluarga maupun komunitas

10) Pro aktif membangun kerjasama, koalisi, dengan pemerintah, dan organisasi yang mempunyai perhatian terhadap pembinaan, pengembangan, dan pemajuan seni dan budaya maupun pembinaan dan pemasyarakatan olahraga pada kehidupan keluarga dan komunitas

11) Membangun jaringan di dalam peningkatan peran seni, budaya , dan olahraga dalam membina generasi yang unggul dan maju

12) Meningkatkan komunikasi, hubungan, dan kerjasama secara proaktif di bidang seni, budaya, dan olahraga dengan berbagai lembaga negara/ pemerintahan dalam usaha mengembangkan misi di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam lingkungan Muhammadiyah.

13) Meningkatkan prakarsa dan forum lintas dengan komponen bangsa yang lain dalam usaha memperkuat posisi kekuatan masyarakat madani (civil society) untuk memperjuangkan aspirasi di bidang seni, budaya, dan olahraga sesuai dengan prinsip dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar

14) Memperkuat jaringan dan kerjasama nasional dan/atau internasional di dalam mengemban misi seni, budaya, dan olahraga dalam Muhammadiyah.

15) Meningkatkan komunikasi, jaringan, dan kerjasama dalam bidang seni, budaya, dan olahraga dengan organsasi-organisasi Islam, organisasi kemasyarakatan, dan kekuatan-kekuatan strategis dalam ikhtiar membangun tatanan kehidupan yang damai, maju, adil, makmur, bermartabat, dan berperadaban utama.

d. Sumber Daya

1) Koordinasi dan sinergi dengan UPP lain, khususnya MPK, Majelis Diktilitbang, dan Majelis Dikdasmen.

2) Mengutamakan pembinaan dan pengembangan kader di bidang seni, budaya, dan olahraga melalui sanggar dan langgar bekerjasama dengan semua organisasi otonom serta Majelis/ Lembaga serta yang terkait di seluruh jenjang kepengurusan Muhammadiyah, khususnya cabang dan ranting,

3) Mengoptimalkan lembaga penerbitan dan penyiaran dil lingkungan Muhammadiyah sebagai media publikasi kegiatan seni, budaya, dan olahraga sesuai paham Muhammadiyah

4) Menyelenggarakan edukasi dan literasi di bidang seni, budaya, dan olahraga.

5) Menyempurnakan pendataan tradisi yang sesuai dengan paham Muhammadiyah sebagai basis dan sarana dakwah Muhammadiyah.

6) Mengimplementasikan tupoksi dan distribusi amanah di bidang seni, budaya, dan olahraga kepada UPP di bidang seni, budaya, dan olahraga di setiap tingkatan pimpinan Persyarikatan.

7) Meningkatkan partisipasi seniman dan budayawan dalam pembinaan, pengembangan, dan pemajuan seni dan budaya serta olahragawan dalam pembinaan dan pemasyarakatan olahraga di Cabang dan Ranting

8) Penyempurnaan pengkaderan dan kepemimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga.

9) Menyempurnakan bentuk perkaderan dan pembinaan Pimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga sesuai dengan perkembangan dan tantangan kekinian

10) Membantuk ekosistem seni, budaya, dan olahraga di akar rumput khususnya cabang dan ranting.

11) Menguatkan peran seniman, budayawan, dan olahragawan di Cabang dan Ranting dalam memperkuat ketangguhan keluarga Muhammadiyah melalui kerjasama yang melibatkan semua majelis dan lembaga maupun AUM yang ada di Muhammadiyah

12) Meningkatkan pembinaan, pengembangan, dan pemajuan seni dan budaya maupun pembinaan dan pemasyarakatan olahraga sebagai media dalam gerakan dakwah berbasis komunitas

13) Mendorong PTM/A baik secara mandiri maupun kerjasama antar PTM/A di suatu wilayah mendirikan pusat kegiatan seni, budaya, dan olahraga yang disesuaikan dengan ciri khas masing-masing daerah.

14) Memfasilitasi partisipasi di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam pemberdayaan komunitas mustadhafin dengan pendekatan dakwah islam berkemajuan.

15) Mendorong kader-kader terbaik Muhammadiyah di bidang seni, budaya, dan olahraga untuk berpartisipasi dalam kompetisi di sektor publik

16) Mendorong kepemimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga bekerjasama dan bersinergi dengan semua lembaga yang ada di masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya

e. Aksi Pelayanan

1) Memasukkan seni, budaya, dan olahraga dalam penyelenggaraan Darul Arqam, Baitul Arqam, dan Kaderisasi Ortom

2) Mengintensifkan dan memasifkan pembinaan seni budaya dan olahraga melalui berbagai usaha yang terintegrasi dan terprogram sehingga kegiatan seni, budaya, dan olahraga yang selaras dengan paham Muhammadiyah teraktualisasi dalam setiap aktivitas.

3) Mengintensifkan dan memasyarakatkan Pedoman Hidup Islami di bidang seni, budaya, dan olahraga

4) Menyelenggaraan pembelajaran, pelatihan, workshop, ToT, fieldtrop, dan lain-lain di bidang seni, budaya, dan olahraga.

5) Memperkuat organisasi Muhammadiyah sebagai basis gerakan seni dan budaya yang menjangkau segenap komunitas dan lapisan masyarakat dengan komitmen keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan yang kuat dan konsisten.

6) Menyebarluaskan pandangan Muhammadiyah tentang seni, budaya, dan olahraga yang menunjukkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan kepada seluruh elemen masyarakat dan komponen bangsa

7) Mendorong adanya forum peningkatan kapasitas pimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga.

8) Mendorong fungsi kepemimpinan transformatif yang menggerakkan bidang seni, budaya, dan olahraga di semua tingkatan kepemimpinan Persyarikatan

9) Menghidupkan agenda seni, budaya, dan olahraga di berbagai event seperti milad, har-hari bermuhammadiyah, musran, muscab, musda, muswil, tanwir, muktamar, hari-hari besar Islam, dan hari-hari bensar nasional.

10) . Meningkatkan aktivitas di bidang seni, budaya, dan olahraga sebagai basis pengembangan komunitas yang Islami dan berkemajuan.

11) Meningkatkan peran serta seniman dan budayawan dalam pembentukan komunitas gerakan seni dan budaya untuk peningkatan ekonomi keluarga pada tingkat cabang dan ranting.

12) Meningkatkan kerjasama antar komponen bangsa dalam rangka peningkatan ekonomi keluarga dan komunitas melalui seni budaya (misalnya kerjasama di bidang pariwisata)

13) Mengintensifkan dan mengkosolidasikan peran-peran persyarikatan dalam bidang seni, budaya, dan olahraga dengan pendekatan dakwah Islam berkemajuan.

14) Meningkatkan peran dan partisipasi di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam menyikapi isu-isu strategis kebangsaan dan internasional.

15) Mengembangkan peran dan kemitraan kepemimpinan di bidang seni, budaya, dan olahraga di lingkungan Muhammadiyah dengan berbagai pihak di berbagai bidang

strategis seperti pengembangan pemikiran seni dan budaya Islami, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang seni dan budaya, pendidikan dan pembelajaran seni, ekonomi kreatif

16) Meningkatkan peran strategis bidang seni, budaya, dan olahraga dalam lingkungan persyarikatan Muhammadiyah melalui Kerjasama antar-lembaga/ organisasi di bidang seni, budaya, dan olahraga dalam mendukung gerakan Persyarikatan.

19. Bidang Hubungan dan Kerjasama Internasional

19.1 Visi Pengembangan;

Terjalinnya hubungan dan kerjasama dengan masyarakat, pemerintah, lembaga dan individu di kancah nasional maupun internasional untuk meningkatkan kapasitas kader, kualitas peran, dan jangkauan dakwah.

19.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mengembangkan peta dinamika dan perkembangan sosial dan politik masyarakat global bagi kepentingan Muhammadiyah dalam menjalin relasi dan mengembangkan peran secara regional dan internasional.

b. Organisasi Kepemimpinan

Menguatkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan di lingkungan Muhammadiyah yang responsif terhadap isu-isu global bagi kepentingan umat dan bangsa.

c. Jaringan

Meningkatkan networking dengan lembaga-lembaga regional dan internasional, termasuk dunia Islam untuk memperkuat jaringan keummatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal yang diperankan Muhammadiyah.

d. Sumber Daya

Memfasilitasi pengembangan kualitas kader-kader yang memiliki kapasitas dan jaringan internasional guna mengemban misi Muhammadiyah di dunia internasional.

e. Aksi Pelayanan

1) Meningkatkan sosialisasi pemikiran dan praksis Islam Muhammadiyah di dunia internasional, serta membangun solidaritas dunia Islam melalui berbagai kegiatan yang mendukung peran Muhammadiyah di tengah perkembangan global.

2) Menyelengggarakan bimbingan dan fasilitasi dalam pengembangan program kerjasama dengan berbagai lembaga internasional di bidang pendidikan, kesehatan, pertanian/pemberdayaan masyarakat dll.

3) Menindaklanjuti permasalahan pelaksanaan Ibadah Haji dengan pihak Kementerian Luar Negeri RI, di daerah-daerah yang belum atau minim amal usaha Kesehatan.

20. Bidang Pengembangan Pondok Pesantren

20.1 Visi Pengembangan

Terwujudnya pendidikan pesantren berbasis Al-Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai karakter utama, holistik dan integratif, serta menghasilkan lulusan yang berkemajuan

dengan etos pembelajar sepanjang hayat yang mampu menjawab kebutuhan zaman dengan tata kelola pendidikan unggul yang berdaya saing global dan inklusif

20.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Menguatkan identitas pendidikan pesantren melalui intensifikasi pembinaan akhlak islami, dan ideologi Muhammadiyah.

b. Organisasi Kepemimpinan

Menyusun road map dan data base pendidikan pesantren Muhammadiyah di wilayah PWM untuk memetakan potensi, peran dan fungsi pendidikan pesantren Muhammadiyah sebagai pusat kaderisasi

c. Jaringan

Meningkatkan kemitraan dan kerja sama serta jaringan Pendidikan pesantren Muhammadiyah, serta jaringan pesantren Muhammadiyah dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

d. Sumber Daya

Meningkatkan kualitas kepemimpinan mudir/direktur pesantren untuk perbaikan tata kelola, peraturan dan penjaminan mutu pendidikan pesantren Muhammadiyah, serta kualitas pembelajaran bagi ustadz/ustdzah.

e. Aksi Pelayanan

Meningkatkan jumlah dan mutu pesantren Muhammadiyah yang memenuhi kualifikasi akreditasi dengan meningkatkan sistem penjaminan mutu serta menampilkan identitas pesantren Muhammadiyah.

21. Bidang Dakwah Khusus

21.1 Visi Pengembangan

Terbentuknya basis Gerakan Islam di desa, kelurahan, komplek-komplek perumahan, suku terasing, daerah tertinggal, daerah perbatasan, perkantoran, rutan, kawasan industri dan lain-lain (beragam komunitas, komunitas masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah), yang berfungsi sebagai pencerahan.

7.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Mengembangkan dakwah khusus, dan komunitas di desa yang belum tampak kuat jaringan Persyarikatannya, dan di lingkungan perkotaan kepada kaum professional, serta kepada beragam komunitas lainnya.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Tersusunnya Pedoman dan Kurikulum Dakwah Khusus, dan Komunitas Khusus di kalangan profesional perkotaan, Halaqah Dai di Tingkat Wilayah, dan Daerah, dan konsolidasi di tingkat Wilayah, dan Daerah.

c. Jaringan

Mengembangkan kerjasama internal dan eksternal persyarikatan dalam meningkatkan program dakwah khusus, dan dakwah komunitas.

d. Sumber Daya

Menginisiasi pelatihan dai wilayah dan daerah serta pemberdayaan ekonomi dai dan jamaah binaannya.

e. Aksi Pelayanan

Terbentuknya komunitas keagamaan di daerah binaan dan berdirinya Cabang/Ranting Muhammadiyah.

22. Bidang Pemeriksa Halal dan Kajian Halalan Thoyyiban

23.1 Visi Pengembangan

Membangun dan mengembangkan Institusi Halal yang kapabel dan kredibel dalam mengemban visi dan misi Muhammadiyah.

23.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Membangun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Lembaga Penjamin Mutu, Keamanan dan Halal untuk menjamin warga Muhammadiyah dan Umat Islam pada umumnya dalam memperoleh produk dan jasa yang halal dan thayyib.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Menguatkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan LPHKHT dalam mengemban visi dan misi Muhammadiyah responsif dan proaktif terkait dengan isu Halalan Thayyiban.

c. Jaringan

Meningkatkan networking dengan lembaga-lembaga halal nasional, regional dan internasional serta Lembaga-lembaga terkait Halal untuk memperkuat jaringan kerja dakwah halal yang diperankan oleh Muhammadiyah.

d. Sumber Daya

Memfasilitasi pengembangan kualitas dan kompetensi kader-kader Persyarikatan guna mengemban misi Muhammadiyah di bidang halal dan mutu melalui sinergitas antara Lembaga Pendidikan dan Kesehatan atau Lembaga terkait.

e. Aksi Pelayanan

Memfasilitasi kebutuhan warga masyarakat dan Muhammadiyah terkait jaminan produk halal melalui sinergitas antara Lembaga Pendidikan, Kesehatan atau Lembaga terkait.

23. Bidang Pembina Haji dan Umrah

24.1 Visi Pengembangan

Terbentuknya pembinaan calon jamaah atau jamaah haji dan umrah yang dapat mengembangkan program-program pembinaan haji dan umrah sesuai dengan faham agama dalam Muhammadiyah.

24.2 Program Pengembangan

a. Sistem Gerakan

Meningkatkan model pembinaan aqidah, ibadah, dan akhlak pada jemaah haji/umrah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah berdasarkan faham agama dalam Muhammadiyah yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah Al-Maqbulah.

b. Organisasi dan Kepemimpinan

Menyusun standarisasi tata kelola lembaga-lembaga bimbingan haji dan umrah Muhammadiyah/’Aisyiyah untuk peningkatan pembinaan dan pendampingan Jamaah.

c. Jaringan

Meningkatkan sinergi dan kerjasama secara tersistem untuk mengintensifkan dan memperluas kinerja Lembaga Haji dan Umrah.

d. Sumber Daya

Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pembinaan, pendampingan dan pelayanan jemaah haji Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah melalui lembaga, korps atau forum yang dibentuk untuk itu.

e. Aksi Pelayanan

Menghasilkan materi-materi dan layanan yang bersifat panduan, bimbingan, dan pencerahan baik langsung maupun melalui berbagai media, baik bagi lembaga bimbingan haji/umrah Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah serta jama’ah.

BAB II

PENGORGANISASIAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM

A. PRINSIP PENGORGANISASIAN DAN PELAKSANAAN

Program Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur (PWM Jatim) periode 2022-2027 merujuk pada program umum yang ditetapkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta, 18-20 November 2022. Disamping itu, program PWM Jatim lima tahun mendatang juga berdasarkan pada hasil Musyawarah Wilayah (Musywil) PWM Jatim ke-16 di Ponorogo, 24-25 Desember 2022. Program tersebut dikembangkan berdasarkan beberapa prinsip pengorganisasian dan pelaksanaan sebagai berikut:

1) Program Muhammadiyah hasil Musywil ke-16 merupakan program wilayah yang menjadi acuan umum bagi perumusan dan pelaksanaan program di tingkat daerah, cabang, ranting, organisasi otonom, dan amal usaha persyarikatan sesuai dengan kewenangan, kepentingan, dan kondisi masing-masing.

2) Program Muhammadiyah 2022-2027 pada tingkat wilayah secara umum dan keseluruhan berada dalam tanggung jawab Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, sedangkan pelaksanaan serta penjabaran program berada di tingkat daerah sebagai pusat adminstrasi pelaksanaan program. Artinya bahwa Pimpinan Muhammadiyah Daerah menjadi tempat konsentrasi administrasi dan pelaksanaan program dengan pertimbangan lebih dekat ke arus bawah, yakni cabang dan ranting serta lebih realistis dalam melakukan pengorganisasian dan pelaksanaan program Muhammadiyah sesuai dengan orientasi otonomi dan opersional program dari bawah (bottom-up).

3) Kebijakan pengorganisasian dan pelaksanaan program di tingkat wilayah meliputi tiga aspek/fungsi, pertama sebagai pelaksana kebijakan Pimpinan Pusat dalam melaksanakan program umum menyeluruh/nasional, kedua bertanggung jawab dalam pengorganisasian secara umum terhadap pelaksanaan program di bawahnya, dan ketiga melaksanakan kebijakan-kebijakan khusus sesuai dengan kewenangan dan kepentingan wilayah masing-masing.

4) Khusus bagi Organisasi Otonom Muhammadiyah program Pimpinan Wilayah Muhammadiyah hasil Musywil ke-16 menjadi acuan umum sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan kekhususan organisasi otonom masing-masing.

5) Bagi amal usaha persyarikatan, program Pimpinan Wilayah Muhammadiyah hasil Musywil ke-16 merupakan kewajiban untuk menjadi sumber materi dan dilaksanakan sesuai dengan jenis dan kegiatan amal usaha masing-masing.

6) Pengorganisasian dan pelaksanaan program tetap mempertimbangkan sistem satu atap dan lintas sektoral di bawah tanggung jawab pimpinan persyarikatan.

7) Program Wilayah Muhammadiyah secara umum dijabarkan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah ke dalam kebijakan pelaksanaan program Wilayah Muhammadiyah sehingga menjadi sistem kegiatan yang operasional, baik program umum maupun bidang.

8) Program Muhammadiyah lima tahun ke depan diaktualisasikan salah satunya ke dalam “Model Dakwah Pencerahan Berbasis Komunitas” sebagai “Program Khusus” yang bersifat “Praksis Gerakan” dan memerlukan prioritas atau fokus gerakan yang disesuaikan dengan tantangan yang ada di Jatim.

9) Pengorganisasian dan pelaksanaan program setiap jenjang kepemimpinan harus ada pelaporan pertanggungjawaban di setiap akhir jabatan dengan mencantumkan program yang sudah terlaksana dan belum terlaksana.

B. PENGORGANISASIAN DAN PENJABARAN PROGRAM DI TINGKAT WILAYAH

1. Rumusan program Muhammadiyah tingkat wilayah diputuskan dalam Musyawarah Wilayah, yaitu berupa “Program Wilayah Muhammadiyah” periode lima tahunan, yang materinya bersifat kebijakan umum sebagai pelaksana kebijakan program nasional di masing-masing wilayah yang disesuaikan dengan kewenangan, kreativitas, kepentingan, dan kondisi setempat.

2. Pimpinan Wilayah bertanggung jawab dalam memonitor pengorganisasian dan pelaksanaan program di wilayah sesuai dengan mekanisme organisasi dalam Persyarikatan.

3. Program tingkat wilayah disusun dengan mengacu program nasional/pusat Muhammadiyah dan diarahkan pada hal-hal berikut:

a. Relevansi program dengan potensi dan permasalahan (masyarakat dan Persyarikatan) di wilayah yang bersangkutan.

b. Mencantumkan target yang akan dicapai selama lima tahun dan target tahunan.

c. Kandungan program meliputi dua hal, yaitu: (1) kegiatan terprogram yang lebih strategis yang akan dilaksanakan oleh Pimpinan Wilayah, dan (2) acuan program yang akan dijabarkan dalam Program Muhammadiyah di tingkat Daerah, Cabang dan Ranting, serta Program Ortom dan Amal Usaha di tingkat wilayah.

C. PENGORGANISASIAN DAN PENJABARAN PROGRAM DI TINGKAT DAERAH

1. Rumusan program Muhammadiyah tingkat daerah diputuskan dalam Musyawarah Daerah, yaitu berupa “Program Daerah Muhammadiyah” periode lima-tahunan.

2. Pimpinan Daerah Muhammadiyah merupakan tempat konsentrasi administrasi pengorganisasian dan pelaksanaan program nasional/keseluruhan dan program wilayah Muhammadiyah agar tercapai kesuksesan program di tingkat bawah.

3. Program tingkat daerah disusun dengan mengacu program nasional/pusat dan wilayah yang mekanisme, arah, dan pengorganisasiannya sebagai berikut:

a. Relevansi program dengan potensi dan permasalahan (masyarakat dan Persyarikatan) di daerah yang bersangkutan.

b. Mencantumkan target yang akan dicapai selama lima tahun dan target tahunan.

c. Kandungan program meliputi dua hal, yaitu: (1) kegiatan terprogram yang akan dilaksanakan oleh Pimpinan Daerah, dan (2) acuan program yang akan dijabarkan dalam Program Muhammadiyah di tingkat cabang dan ranting, serta Program Ortom dan Amal Usaha di tingkat daerah.

D. PENGORGANISASIAN DAN PENJABARAN PROGRAM DI TINGKAT CABANG

1. Rumusan program Muhammadiyah tingkat Cabang diputuskan dalam Musyawarah Cabang, yaitu berupa “Program Cabang Muhammadiyah” periode lima-tahunan.

2. Program tingkat Cabang disusun dengan mengacu program nasional/pusat, wilayah, dan daerah yang mekanisme, arah, dan pengorganisasiannya sebagai berikut: a. Relevansi program dengan potensi dan permasalahan (masyarakat dan Persyarikatan) di Cabang yang bersangkutan. b. Mencantumkan target yang akan dicapai selama lima tahun dan target tahunan. c. Kandungan program meliputi dua hal, yaitu: (1) kegiatan terprogram yang akan dilaksanakan oleh Pimpinan Cabang, dan (2) acuan program yang akan dijabarkan dalam Program Muhammadiyah di tingkat ranting, serta Program Ortom dan Amal Usaha di tingkat cabang.

E. PENGORGANISASIAN DAN PENJABARAN PROGRAM DI TINGKAT RANTING

1. Rumusan program Muhammadiyah tingkat ranting diputuskan dalam Musyawarah Ranting, yaitu berupa “Program Ranting Muhammadiyah” periode lima-tahunan.

2. Program tingkat Ranting disusun dengan mengacu program nasional/pusat, wilayah, daerah, dan cabang yang mekanisme, arah, dan pengorganisasiannya sbb:

a. Relevansi program dengan potensi dan permasalahan (masyarakat dan Persyarikatan) di Ranting yang bersangkutan.

b. Mencantumkan target yang akan dicapai selama lima tahun dan target tahunan

c. Kandungan program meliputi dua hal, yaitu: (1) kegiatan terprogram yang akan dilaksanakan oleh Pimpinan Ranting, dan (2) acuan program yang akan dijabarkan dalam Program Muhammadiyah di tingkat Ranting, serta Program Ortom dan Amal Usaha di tingkat Ranting, dan (3) Mengorganisasikan dan mengoperasionalkan pelaksanaan kegiatan di lingkungan anggota/jama’ah.

F. PENGORGANISASIAN DAN PENJABARAN PROGRAM OLEH ORTOM PERSYARIKATAN

1. Perumusan Program organisasi otonom khususnya di tingkat pusat secara umum mengacu pada program nasional Muhammadiyah dan mengembangkan program sesuai dengan jenis dan lahan garapan masing-masing.

2. Setiap organisasi otonom memiliki kewenangan, mekanisme, dan kekhususan masing-masing dalam merumuskan program dan kebijakan sesuai dengan otonomi masing-masing; tetapi tidak boleh bertentangan dengan program Muhammadiyah.

3. Seluruh organisasi otonom dapat mengembangkan jaringan kerjasama dan program yang terpadu sesuai dengan kepentingan dan asas efektivitas-efisiensi, baik yang menyangkut sumberdaya insani, dana, potensi, dan peluang yang tersedia dengan tetap berpijak pada prinsip-prinsip yang ditetapkan pimpinan persyarikatan.

4. Mengembangkan kemandirian dengan menggalang keterpaduan dan jaringan kelembagaan dalam melaksanakan program masing-masing organisasi otonom.

5. Pengelolaan amal usaha oleh ortom dilakukan dengan penuh tanggungjawab, transparan, dan akuntabel.

6. Pertanggungjawaban pelaksanaan program dan amal usaha ortom dilakukan setiap akhir masa jabatan dengan sepengetahuan persyarikatan.

G. PELAKSANAAN PROGRAM OLEH MAJELIS DAN LEMBAGA

1. Majelis dan Lembaga sebagai unsur pembantu pimpinan persyarikatan berfungsi sebagai pelaksana program Muhammadiyah sesuai dengan jenis dan bidang yang ditanganinya, serta tidak dibenarkan menentukan kebijakan yang melampaui kewenangan pimpinan persyarikatan dan melampaui fungsi-tugasnya masing-masing selaku unsur pembantu pimpinan.

2. Kebijakan-kebijakan majelis dan lembaga dalam melaksanakan program dan kegiatan bersifat operasional dan penjabaran, sedangkan kebijakan-kebijakan strategis selain menjadi kewenangan pimpinan persyarikatan juga dalam bidangnya masing-masing harus memperoleh persetujuan pimpinan persyarikatan sesuai dengan mekanisme organisasi yang berlaku.

3. Penjabaran dan pelaksanaan program Muhammadiyah oleh Majelis dan Lembaga harus bersumber dari program wilayah Muhammadiyah untuk tingkat wilayah serta program di tingkat masing-masing untuk majelis dan lembaga yang setingkat.

4. Penjabaran dan pelaksanaan program oleh Majelis dan Lembaga harus diterapkan prinsip operasional yang bersifat efektif-efisien, terfokus pada jenis program yang sesuai dengan majelis/lembaga/badan yang bersangkutan, menghindari tumpang-tindih, realistis, dan berorientasi pada bidang masing-masing, serta dapat mencapai target yang digariskan.

5. Penjabaran dan pelaksanaan program Muhammadiyah oleh masing-masing majelis dan lembaga cukup dilakukan melalui rapat kerja di tingkat masing-masing dan melalui pengesahan oleh pimpinan Persyarikatan di tingkat masing-masing. Sedangkan fungsi-fungsi koordinasi, pengendalian, evaluasi, dan tahap-tahap pengorganisasian lainnya dilakukan sesuai dengan mekanisme organisasi yang berlaku.

6. Majelis dan Lembaga dapat menyelenggarakan Rapat Kerja untuk koordinasi organisasi yang dipandang penting sesuai keperluan dengan tetap memperhatikan efisiensi dan efektivitas. Rapat Kerja tidak mengagendakan perumusan program baru yang membawa kemungkinan pada menambah dan memperluas program melebihi keputusan Musywil atau permusyawaratan di setiap tingkatan pimpinan Persyarikatan lainnya.

7. Rapat Kerja diselenggarakan oleh Majelis/Lembaga dan unit kelembagaan lainnya dalam Persyarikatan tidak diperbolehkan menyusun dan menetapkan hal-hal yang bersifat umum dan strategis yang melampaui kewenangan pimpinan persyarikatan serta melampaui fungsi tugas/ kewenangannya masing-masing selaku unsur pembantu pimpinan.

8. Perlu sinkronisasi program antar majelis dan lembaga dalam setiap tingkatan kepemimpinan dalam bidang yang saling bersentuhan, saling dukung sebagai wujud pelaksanaan program ta’awun persyarikatan baik oleh lazismu, dikdasmen, maupun amal usaha yang lain.

9. Perlunya kontrol dan pembinaan pelaksanaan program lazismu oleh persyarikatan.

H. PELAKSANAAN PROGRAM OLEH AMAL USAHA

1. Rumusan program amal usaha Muhammadiyah dilakukan dengan mengacu secara umum pada (a) Program Wilayah Muhammadiyah, dan Program Persyarikatan di lingkungan masing-masing, dan (b) Program Majelis terkait, sesuai dengan jenis/bidang amal usaha yang bersangkutan.

2. Rumusan program amal usaha disusun secara fleksibel, sesuai dengan Statuta, Qaidah atau Pedoman Amal Usaha yang bersangkutan, dengan mengindahkan prinsip-prinsip penyusunan program sebagaimana tercantum pada Program Muhammadiyah dan tetap terikat pada nilai-nilai dan peraturan Persyarikatan.

3. Perumusan program amal usaha hendaknya disusun secara dinamis dengan memperhatikan kebutuhan dan permasalahan serta potensi jenis/bidang garap di tempat amal usaha berada.

4. Perumusan dan penjabaran Program Amal Usaha secara rinci ditetapkan oleh majelis yang terkait yang kemudian dibakukan dalam kegiatan amal usaha yang bersangkutan.

5. Pelaksanaan program di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah selain mengacu pada landasan dan prinsip Program Muhammadiyah, juga dikembangkan kebijakan-kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang semakin mengarah pada kualitas sesuai dengan jenis/bidang dan tujuan amal usaha yang bersangkutan.

6. Amal usaha dalam melaksanakan program kegiatan dapat menyusun renstra beserta rencana program dan kegiatannya dengan mengacu pada ketentuan dan kaidah majelis dan lembaga persyarikatan.

7. Pengelolaan amal usaha di ranting, cabang dan daerah harus dikembalikan kepada kewenangan persyarikatan sesuai dengan ketentuan persyarikatan.

MEMBUMIKAN ISLAM BERKEMAJUAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. KONSEP ISLAM BERKEMAJUAN

Istilah “Islam Berkemajuan” kerap dipakai sebagai gagasan yang khas bagi Persyarikatan Muhammadiyah. Dalam berbagai agenda dan program, hal ini menyatu dalam kehidupan para aktivis dan warga organisasi Islam modernis terbesar di dunia ini. Ketika ada pertanyaan mengenai hal itu, para aktivis Muhammadiyah mampu menjelaskannya menurut versi mereka masing-masing. Namun, ada penjelasan resmi dari gagasan ini. Gagasan ini dibicarakan secara lebih detil dalam Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Solo, melalui dokumen “Risalah Islam Berkemajuan” (RIB) yang disusun oleh Tim Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Secara konseptual memang Islam itu sendiri sudah berkemajuan. Karena itu, perlu dipertegas, diperjelas dan dijelaskan agar lebih banyak warga Muhammadiyah memahami hal ini. Terutama, di tingkatan cabang dan ranting, serta ortom-ortom baik di perkotaan maupun di pelosok dan daerah terluar Indonesia. Islam Berkemajuan ini, tampaknya memang baru. Walau sebenarnya, berbagai dokumen resmi persyarikatan sudah sering menggarisbawahi hal ini. Misalnya dalam Statuten Muhammadiyah tahun 1912, “Memajukan hal igama kepada anggota-anggotanya.” KH Ahmad Dahlan sendiri mendorong agar supaya, “Dadiyo kyai sing kemajuan…” Artinya, gagasan ini merupakan hal yang memiliki akar sejarah yang kuat di lingkungan Persyarikatan Muhammadiyah.

Islam Berkemajuan bagi Muhammadiyah adalah misi untuk bergerak agar supaya “mempertinggi derajat dan memajukan kehidupan manusia, serta memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan kemerosotan akhlak” (RIB, 2022). Karenanya, Muhammadiyah berkomitmen bergerak menyerukan dakwah yang “menyerukan perbaikan” (ishlah) serta responsif sekaligus antisipatif terhadap perubahan zaman (tajdid). Atas dasar misi tersebut, Islam Berkemajuan memiliki karakteristik yang khas: berlandaskan pada tauhid yang kokoh, bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah, menghidupkan ijtihad (berupaya menyelesaikan masalah) dan tajdid, mengembangkan watak tengahan Islam dan mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.

Sementara itu, cara pandang ber-Islam Berkemajuan (manhaj) menegaskan bahwa dalam urusan akidah dan ibadah, hal itu harus suci dan murni. Sedangkan dalam urusan akhlak dan muamalah, memerlukan berbagai pengembangan yang kreatif sesuai dengan perubahan ruang dan waktu. Inilah yang menjadi perhatian Muhammadiyah sejak lama, kemudian dituangkan dalam pembahasan “Masalah Lima” dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Dalam memahami ajaran agama, merujuk kepada Manhaj Tarjih Muhammadiyah, menggunakan tiga pendekatan, yakni menggunakan teks, akal dan hati. Dalam menyelesaikan masalah keumatan (ijtihad) harus memahami perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi mutakhir. Model ijtihad ini, bersifat berkelanjutan.

Seluruh gerak ber-Muhammadiyah adalah dalam rangka dakwah. Ini adalah mandat suci bagi warga Muhammadiyah untuk ber-amar makruf nahi munkar. Kendati demikian, karena berkaitan dengan urusan kemanusiaan dan tradisi yang berlaku, maka berbasis kebudayaan dan mengapresiasi seni yang membawa kepada kemaslahatan. Dalam berdakwah, segenap warga Muhammadiyah harus meyadari bahwa dirinya ada di tengah keragaman. Bahkan, hubungan antar umat beragama ditempa atas dasar kerjasama dalam kebajikan, demi keadilan, kemanusiaan dan perdamaian. Semua itu harus mengarahkan kepada ketakwaan kepada Allah SWT.

Di samping gerakan dakwah, ber-Muhammadiyah berarti bergerak dengan orientasi tajdid. Sebagaimana disinggung sebelumnya, selalu berupaya responsif dan antisipatif terhadap perubahan zaman. Itu semua perlu disempurnakan dengan gerakan ilmu dan amal. Dengan demikian, akan membawa kemanfaatan yang signifikan.

B. MANIFESTASI ISLAM BERKEMAJUAN

Misi Islam Berkemajuan bagi Muhammadiyah harus dimanifestasikan dalam lima ranah perkhidmatan: keumatan, kebangsaan, kemanusiaan, global dan masa depan. Hal ini juga boleh disebut sebagai ranah perjuangan sekaligus indikator keberhasilan. Jadi, misi Islam Berkemajuan dikatakan berhasil jika memenuhi indikator, dalam ranah perkhidmatan keumatan, mampu meneguhkan ukhuwah dan memperbaiki kualitas kehidupan umat. Sementara dalam ranah kebangsaan, yakni mampu memperkuat tali dan ikatan kebangsaan Indonesia, memajukan demokrasi, meningkatkan ekonomi, mengembangkan hukum dan membangun kebudayaan.

Dalam ranah perkhidmatan kemanusiaan, indikatornya adalah mampu mengentaskan kemiskinan, menguatkan masyarakat, memberdayakan perempuan, melindungi anak-anak, menanggulangi bencana, menggapai pendidikan untuk semua dan melayani kesehatan masyarakat. Dalam perkhidmatan global, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan internasional, memenuhi hak-hak kemanusiaan, mewujudkan perdamaian, melestarikan lingkungan dan membangun peradaban. Dalam ranah perkhidmatan masa depan adalah mampu memperjuangkan masa sekarang demi mewujudkan masa depan yang lebih baik. Di samping itu, juga mampu memersiapkan generasi masa mendatang yang tangguh, cerdas dan penuh semangat juang, melalui kaderisasi yang baik.

C. MEMBUMIKAN ISLAM BERKEMAJUAN

Islam Berkemajuan ini harus didakwahkan. Lebih dari itu, harus diturunkan menjadi berbagai program dan aktivitas di seluruh wilayah-wilayah, daerah-daerah, cabang-cabang dan ranting-ranting Muhammadiyah. Karena itu, perlu ada upaya kontekstualisasi yang dinamis, kreatif dan progresif, sehingga bisa dilaksanakan secara massif dan signifikan oleh seluruh warga Persyarikatan Muhammadiyah. Dengan kata lain, perlu ada upaya pembumian Islam Berkemajuan.

Pembumian artinya adalah upaya agar obyek tertentu mendekat kepada bumi. Bumi adalah lahan di mana manusia berpijak dan melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan demikian, pembumian maknanya adalah upaya untuk menurunkan tingkatan pemikiran mengenai konsep tertentu, sehingga bisa dipahami dan dimengerti oleh semua kalangan (dari tingkat Pusat, hingga Cabang dan Ranting) dan juga menjadikan pemikiran yang lebih mudah tersebut, sebagai sebuah program kebajikan. Di samping itu, pelaksanaannya secara konkret bisa dilakukan oleh berbagai kalangan tersebut dengan keyakinan, kekuatan dan spirit yang secara relatif serupa.

D. TUJUAN POKOK PEMBUMIAN ISLAM BERKEMAJUAN

Tujuan pokok pembumian Islam Berkemajuan, tidak lain adalah untuk memberikan berbagai kemudahan bagi warga Muhammadiyah untuk bahu-membahu terlibat dalam proses pembangunan peradaban. Memang peradaban adalah hal yang begitu besar dan cenderung abstrak. Bahkan, peradaban terbangun oleh masyarakat yang berbudaya luhur. Akan tetapi, dengan adanya ikhtiar pembumian ini, diharapkan warga Muhammadiyah dalam berbagai tingkatan, mampu secara komprehensif memahami konsep besar, karakteristik, manhaj, gerakan dan ranah perhidmatan dari Islam Berkemajuan.

BAB II

KONSEP UTAMA ISLAM BERKEMAJUAN

Tidak dapat dipungkiri bahwa secara esensial Islam adalah agama yang berkemajuan. Bahkan tanpa adanya konsepsi “Islam Berkemajuan” sekalipun, Islam itu sendiri sangat mendorong pada kemajuan-kemajuan yang pada akhirnya membawa pada kemaslahatan umum. Sebagaimana yang disebutkan dalam “Risalah Islam Berkemajuan” (RIB, 2022), “Islam yang difahami dan diamalkan dengan benar akan melahirkan umat yang unggul dan peradaban yang maju. Islam adalah agama yang mempertinggi derajat manusia serta memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan kerusakan akhlak.”

Mengangkat konsep “Islam Berkemajuan” tentu bertujuan untuk menghadang pemikiran dan pemahaman akan agama yang sebaliknya. Memang secara kontekstual, dewasa ini merebak pemikiran dan pemahaman yang membawa Islam kepada keterpurukan. Pemikiran yang demikian justru membawa kemunduran bagi umat. Karena itu, pemahaman yang benar akan Islam dan dengan demikian, spirit kemajuan di dalam ajaran agama Islam, harus selalu digalakkan sebagai narasi tandingan yang berpotensi mendorong adanya penyadaran bagi umat. Muhammadiyah adalah promotor Islam Berkemajuan dan pendorong kesadaran kritis umat. Muhammadiyah berikhtiar menjalankan misi pemajuan pemikiran dan pemahaman akan ajaran agama Islam, sehingga terjadi perbaikan-perbaikan secara bertahap, sistemik dan menyeluruh.

A. LIMA CIRI KHAS ISLAM BERKEMAJUAN

Dalam rangka menyempurnakan misi pemajuan pemikiran dan pemahaman akan ajaran agama Islam, merujuk kepada Risalah Islam Berkemajuan (2022), Muhammadiyah memiliki lima ciri khas atau karakteristik (al-Khasha’ish al-Khams li al-Islam al-Taqaddumi). Pertama, berlandaskan pada Tauhid (al-Mabni ‘ala al-Tauhid). Tauhid adalah keyakinan bahwa Allah adalah tuhan yang esa, yang membebaskan manusia dari faham kemusyrikan, percampuran dan kenisbian agama. Lebih dari itu, tauhid bermuara pada pembebasan manusia dari belenggu ketidakadilan dan penghisapan antarmanusia.

Kedua, bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah (al-Ruju’ ila al-Qur’an wa al-Sunnah). Al-Qur’an adalah sumber utama keyakinan, pengetahuan, hukum, norma, moral dan inspirasi sepanjang zaman. Sunnah Rasul menggambarkan diri Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang harus dicontoh. Dalam memahami dua sumber tersebut, diperlukan pengkajian terhadap teks-teks, pemikiran yang luas, serta akal, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketiga, menghidupkan Ijtihad dan Tajdid (Ihya’ al-Ijtihad wa al-Tajdid). Ijtihad dihidupkan melalui pemanfatan akal dan ilmu pengetahuan yang dilakukan secara terus-menerus agar melahirkan pemahaman yang sesuai dengan tujuan agama dan yang sesuai dengan problem-problem yang dihadapi oleh umat manusia. Tajdid adalah upaya pemurnian akidah dan dinamisasi muamalah dalam mewujudkan cita-cita kemajuan dalam semua segi kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan kebudayaan.

Keempat, mengembangkan wasathiyah (Ta’ziz al-Wasathiyah). Wasathiyah bermakna moderasi yang menolak ekstremisme dalam beragama baik dalam bentuk sikap berlebih-lebihan (ghuluww) maupun sikap pengabaian (tafrith). Wasathiyah juga bermakna posisi tengah di antara dua kutub, yakni ultra-konservatisme dan ultra-liberalisme dalam beragama. Selaras dengan itu, wasathiyah bukan berarti sekularisme politik atau permisivisme moral, tetapi sikap seimbang (tawazun) antara kehidupan personal dan sosial, serta duniawi dan ukhrawi. Karena Islam merupakan agama wasathiyah, maka ia harus menjadi ciri yang menonjol dalam berfikir dan bersikap umat Islam.

Kelima, mewujudkan rahmat bagi seluruh alam (Tahqiq al-Rahmah li al-‘Alamin). Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Karena itu, setiap Muslim berkewajiban untuk mewujudkan kerahmatan itu dalam kehidupan nyata. Misi kerahmatan itu bukan saja penting bagi kemaslahatan umat manusia, tetapi juga bagi kemaslahatan seluruh makhluk ciptaan Allah di muka bumi ini, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, lingkungan dan sumber daya alam.

B. MANHAJ ISLAM BERKEMAJUAN

Berdasarkan dokumen Risalah Islam Berkemajuan (2022), Islam Berkemajuan memiliki paradigma berpikir atau manhaj yang jelas (Manhaj al-Islam al-Taqaddumi). Pertama, hal itu bersumber pada ajaran Islam (Mashadir al-Ta’alim al-Islamiyah). Al-Qur’an dan al-Sunnah adalah sumber utama ajaran Islam. Penggalian terhadap makna dari dua sumber itu dilakukan dengan memanfaatkan akal, warisan intelektual, dan ilmu pengetahuan tanpa terikat pada salah satu dari sekian banyak pendapat atau aliran yang telah berkembang.

Kedua, diimensi ajaran Islam (Jawanib al-Ta’alim al-Islamiyah) yang dimaksud berkaitan dengan seluruh segi kehidupan manusia, yang terdiri dari akidah, ibadah, akhlak dan muamalah (duniawi). Akidah mengandung ajaran tentang keyakinan, ibadah mengandung ajaran tentang bagaimana beribadah, akhlak berkaitan dengan prinsip-prinsip normatif yang menegaskan dan membedakan antara perbuatan yang mulia (al-karimah) dan yang rendah (al-radzilah) dalam hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, dan manusia dengan alam, sedangkan muamalah menyangkut pengelolaan dunia ini dengan sebaik-baiknya dan menggerakkan kehidupan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip agama.

Ketiga, dalam memahami ajaran agama, Muhammadiyah menggunakan tiga pendekatan (al-Thara’iq al-Tsalats), yakni bayani (menjelaskan teks), burhani (menggunakan akal) dan ‘irfani (menggunakan hati). Pendekatan tersebut digunakan secara serentak untuk memahami ajaran Islam sehingga dapat terlihat aneka persoalan melalui pandangan yang utuh, mendalam dan komprehensif.

Keempat, dalam berijtihad, Muhammadiyah menyerukan ijtihad berkelanjutan (al-Ijtihad al-Mustamir). Salah satu syarat dari kemajuan berfikir dalam Islam adalah sikap positif pada ijtihad. Sikap ini dilandasi oleh beberapa prinsip, yakni (a) berorientasi pada tajdid, (b) tidak berorientasi pada, tetapi menghargai, mazhab, (c) terbuka dan toleran terhadap perbedaan pemikiran. Berijtihad adalah sebuah keharusan karena peristiwa-peristiwa baru dalam kehidupan manusia senantiasa berkembang, sementara pada saat yang sama, teks-teks keagamaan (ayat qauliyah) telah berhenti dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ijtihad kolektif (ijtihad jama’i), yang melibatkan pakar dari berbagai bidang keahlian, menjadi pilihan utama. Para ahli baik lelaki maupun perempuan dalam berbagai bidang keilmuan berhimpun untuk memecahkan persoalan-persoalan keagamaan.

Kelima, akal dan ilmu pengetahuan (al-‘Aql wa al-‘Ulum) merupakan wahana yang sangat penting dalam memahami ajaran Islam, dan karena itu pemahaman agama tanpa melibatkan akal akan melahirkan dogmatisme yang memperkecil keunggulan ajaran agama. Ilmu pengetahuan merupakan keutamaan manusia yang wajib diusahakan. Beragama tanpa melibatkan ilmu merupakan keberagamaan yang terbelakang. Ilmu pengetahuan memiliki peran dalam memahami ajaran Islam yang begitu luas dan kaya inspirasi, sehingga semakin luas ilmu pengetahuan, semakin terbuka peluang untuk memahami kekayaan dan keunggulan ajaran Islam.

Keenam, berkaitan dengan mazhab-mazhab keagamaan (al-Madzahib al-Diniyah), Muhammadiyah memandangnya sebagai kekayaan yang sangat berharga. Mazhab-mazhab yang pernah lahir dalam sejarah sangat berharga untuk dikaji, dipertimbangkan dan diambil manfaatnya. Memilih salah satu pendapat dari mazhab apapun yang dipandang paling benar, melahirkan fatwa baru yang belum pernah ada, atau bahkan mengubah fatwa yang pernah dikeluarkan, semuanya merupakan kemungkinan yang tetap terbuka. Sikap ini berimplikasi pembebasan diri dari kungkungan sektarianisme dan fanatisisme terhadap mazhab tertentu.

Ketujuh, Muhammadiyah sangat memperhatikan pentingnya kemuliaan manusia (Hurmat al-Insan). Manusia adalah makhluk yang dimuliakan oleh Allah, diciptakan dengan struktur terbaik, dan karena itu menyandang mandat untuk menjadi hamba (‘abd) dan wakil (khalifah) Allah di muka bumi. Semua manusia diciptakan dengan fitrah yang sama dan lahir dalam keadaan setara, dan kemudian perjalanan hidup merekalah yang akan menentukan apakah mereka tetap berada dalam fitrahnya ataukah sebaliknya. Islam adalah agama yang memuliakan manusia, dan karena itu memahami ajaran agama haruslah diletakkan pada prinsip meninggikan harkat, martabat dan marwah manusia.

C. ISLAM BERKEMAJUAN SEBAGAI GERAKAN KEBAJIKAN

Berdasarkan Risalah Islam Berkemajuan (2022), Islam Berkemajuan secara lebih konkret diturunkan menjadi gerakan-gerakan kebajikan (Harakat al-Islam al-Taqaddumi). Gerakan yang dimaksud, yang pertama adalah gerakan dakwah (Harakat al-Da’wah). Umat Islam memiliki kewajiban untuk melanjutkan misi kenabian, yakni menyelamatkan manusia dari alam kegelapan menuju alam terang-benderang. Misi ini merupakan bagian dari amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Umat Islam memiliki kewajiban untuk berdakwah, mentransformasi kehidupan manusia ke arah yang lebih baik, secara persuasif dan humanis, melalui ajakan kepada kebajikan, mendorong kepada kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Dalam masyarakat yang beragam, dakwah pencerahan membangun semangat penghormatan dan kerja sama dalam kebajikan dan ketakwaan, dan bukan dalam penyimpangan dan permusuhan.

Gerakan yang kedua adalah gerakan tajdid (Harakat al-Tajdid). Tajdid adalah upaya pembaharuan dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam seiring dengan tantangan dan kebutuhan zaman. Tajdid merupakan gerakan yang berlaku sepanjang zaman dan merupakan khazanah Islam yang memiliki dasar normatif maupun historis. Pelaksanaan tajdid juga ditunjukkan dalam usaha mentransformasi pemikiran-pemikiran tersebut dalam bentuk lembaga-lembaga amal, seperti pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan ekonomi, agar mampu menjawab tantangan zaman dan menjadikan umat Islam semakin maju pada masa depan.

Gerakan yang ketiga adalah gerakan ilmu (Harakat al-‘Ilm). Ilmu berfungsi penting untuk menangkap pesan-pesan agama secara lebih tepat, mengembangkan tata kehidupan secara lebih baik, dan menciptakan hal-hal baru untuk memajukan tingkat peradaban manusia. Gerakan ilmu berfungsi untuk memerangi kebodohan dan keterbelakangan. Gerakan itu diwujudkan dalam bentuk pengembangan lembaga-lembaga pendidikan, dari pra-sekolah sampai pendidikan tinggi, forum-forum pencerahan, pusat-pusat riset dan inovasi, dan pertemuan-pertemuan untuk mempercepat peningkatan capaian ilmiah.

Gerakan yang keempat adalah gerakan amal (Harakat al-‘Amal). Islam adalah agama perbuatan (din al-‘amal), agama yang tidak berhenti pada keyakinan melainkan harus diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan. Pandangan tersebut mengantarkan pada terwujudnya gerakan amal kolektif, terorganisasi dan terstruktur dalam bentuk lembaga-lembaga amal saleh yang berorientasi pada pemecahan problem-problem kehidupan, seperti lembaga-lembaga kedermawanan, kesejahteraan, pemberdayaan, pendidikan, dan kesehatan.

D. PERKHIDMATAN ISLAM BERKEMAJUAN DALAM BERBAGAI RANAH KEHIDUPAN

Islam Berkemajuan yang terwujud dalam berbagai gerakan kebajikan, memang diikhtiarkan agar supaya berkontribusi dalam berbagai ranah kehidupan. Inilah manifestasi Islam Berkemajuan. Inilah perkhidmatan Muhammadiyah yang nyata bagi kemaslahatan umum (al-Khidmat al-Islam al-Taqaddumi). Perkhidmatan yang pertama adalah perkhidmatan di ranah keumatan (Khidmat al-Ummah). Islam Berkemajuan menuntut perkhidmatan dalam memperkokoh ukhuwah (persaudaraan) dengan menyatukan hati dan pikiran sehingga menjadi kekuatan untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Ukhuwah akan terbangun kokoh di kalangan umat jika bersama-sama menjauhkan diri dari sikap saling merendahkan dan berperasangka buruk terhadap sesama Muslim. Di samping persoalan ukhuwah, umat Islam perlu berjuang untuk meningkatkan kualitas. Kuantitas yang besar harus diimbangi dengan kualitas yang unggul. Keunggulan jumlah yang tidak disertai dengan keunggulan mutu akan memperburuk citra umat, dan akan menjadi bagian dari permasalahan yang menghambat kemajuan.

Kedua, perkhidmatan kebangsaan (al-Khidmat al-Sya’biyah). Islam Berkemajuan mengharuskan perkhidmatan kepada bangsa, yang merupakan perwujudan dari pandangan bahwa Indonesia adalah Dar al-‘Ahdi wa al-Syahadah (negara perjanjian dan kesaksian). Pandangan tersebut memiliki konsekuensi untuk secara terus-menerus mengajak semua anak bangsa dalam menggerakkan dan mengawal perjalanan bangsa menuju cita-cita luhur, yang dalam al-Qur’an digambarkan sebagai baldatun thayibatun wa rabbun ghafur (negara yang baik yang penuh ampunan Tuhan). Dengan semangat yang sama, cita-cita itu juga dirumuskan sebagai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, atau dalam ideologi Muhammadiyah disebut masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Rumusan-rumusan tentang tujuan itu tidaklah bertentangan, melainkan mengandung nilai-nilai yang sama sebagai landasan memaksimalkan peran seluruh komponen anak bangsa menuju masyarakat, bangsa dan negara yang dicita-citakan.

Ketiga, perkhidmatan kemanusiaan (al-Khidmat al-Insaniyah). Islam Berkemajuan mewajibkan perkhidmatan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan. Perkhidmatan ini diwujudkan dalam usaha-usaha untuk mengentaskan kemiskinan, menguatkan masyarakat, memberdayakan perempuan, melindungi anak, menanggulangi bencana, mendidik semuanya, dan memberikan pelayanan kesehatan. Semua bentuk perkhidmatan ini dikembangkan melalui lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan kebutuhan manusia agar tidak terperangkap dalam situasi dehumanisasi, kesengsaraan dan ketidakadilan.

Keempat, perkhidmatan global (al-Khidmat al-‘Alamiyah). Islam Berkemajuan diimplementasikan dalam bentuk perkhidmatan dalam membangun tata dunia yang adil, damai dan sejahtera. Dalam situasi dunia yang diwarnai dengan ketidakadilan, konflik dan peperangan, serta penderitaan di dunia ini, maka Islam Berkemajuan hadir untuk bersama-sama para tokoh, masyarakat dan lembaga internasional untuk menegakkan keadilan, menjamin pemenuhan hak-hak manusia, dan mewujudkan perdamaian. Perkhidmatan global juga menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap ancaman kehidupan, seperti kerusakan lingkungan dan pemanasan global. Islam Berkemajuan menuntut keterlibatan masyarakat dunia untuk mengembangkan peradaban yang maju, yang ditandai dengan ilmu pengetahuan yang luas, teknologi yang unggul, serta moralitas dan spiritualitas yang kokoh.

Kelima, perkhidmatan masa depan (al-Khidmat al-Mustaqbaliyah). Islam Berkemajuan menegaskan pentingnya perkhidmatan untuk mewujudkan masa depan kehidupan yang lebih baik. Perkhidmatan ini dilakukan dengan mempersiapkan generasi yang akan datang dengan wawasan, moral, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan hidup yang baik agar mampu menghadapi tantangan pada zamannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan semakin menentukan kehidupan manusia dan karena itu harus terus dimajukan dan dimanfaatkan sebagai instrumen bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan manusia seutuhnya pada masa mendatang.

E. GARIS BESAR PEMBUMIAN ISLAM BERKEMAJUAN

Demikianlah garis besar pembumian Islam Berkemajuan yang bukan sekedar mencakup masalah seruan moral, namun secara komprehensif terwujud dalam berbagai gerakan kebajikan (gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan ilmua dan gerakan amal) yang diupayakan secara strategis dalam lima ranah perkhidmatan (perkhidmatan keumatan, perkhidmatan kebangsaan, perkhidmatan kemanusiaan, perkhidmatan global dan perkhidmatan masa depan). Inilah hal yang diyakini oleh Muhammadiyah akan membawa kepada berbagai kemajuan, kebajikan, kemaslahatan dan tumbuhnya peradaban kemanusiaan yang luhur.

BAB III

DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

A. PENGERTIAN DAKWAH

Ada banyak sekali pengertian mengenai dakwah. Namun, secara umum dakwah secara bahasa berarti menyeru, mengajak atau memanggil manusia agar supaya beriman kepada Allah SWT. Sedangkan secara istilah adalah suatu ikhtiar baik dalam rangka membawa diri pribadi maupun sesama untuk mendekatkan diri kepada Allah, dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Muhammadiyah, terutama merujuk kepada Muqaddimah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, mengikrarkan diri sebagai “Gerakan Islam dakwah amar ma’ruf nahi munkar.” Disebut gerakan Islam, karena bergerak atas dasar tauhid (meng-Esa-kan Allah). Konsekuensi bertauhid ini adalah mengikuti jalan kenabian, terutama Nabi Muhammad SAW. Jalan kenabian ini adalah jalan lurus kebenaran yang di dalamnya mengandung ajaran-ajaran kebajikan, yang terdiri dari perintah-perintah dan larangan-larangan yang akan membawa kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Mengikuti jalan kenabian ini, berarti hidup seorang hamba sepenuhnya merupakan upaya yang sungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah).

Dengan ikhtiar ini, diharapkan seorang hamba akan tetap di jalan yang benar dan menjadi bagian dari mereka yang meyakini jalan keselamatan. Sebagaimana di dalam QS Ali Imran/3: 102, Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَ نْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”

Gerakan Islam bagi Muhammadiyah bukanlah gerakan individual, tapi gerakan berjamaah. Di samping itu, juga memperkuat dan memperbanyak anggota jamaah yang dimiliki.

Di dalam QS Ali Imran/3: 103, disebutkan bahwa:

وَا عْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ وَا ذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَآءً فَاَ لَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَ صْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖۤ اِخْوَا نًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّا رِ فَاَ نْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.”

Sebagaimana tugas mulia yang dilakukan oleh para nabi dalam memperkuat dan memperbanyak anggota jamaah yang dimiliki, gerakan Islam ini mendakwahkan amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf bermakna menyeru kepada perbuatan baik, termasuk memuliakan harkat dan martabat manusia serta memelihara alam, sedangkan nahi munkar adalah upaya untuk menghadang, melawan dan mencegah segala bentuk dehumanisasi sekaligus destruktifikasi alam. Adapun segala ikhtiar yang kita lakukan dan bagaimana takdir bermuara, sepenuhnya hal itu harus diserahkan kepada Allah semata. Seorang hamba sebagai individu, maupun jamaah secara kolektif, mesti memiliki kesadaran transenden bahwa Allah-lah pemilik hidup dan mati, sehingga timbul rasa berserah diri yang ikhlas dari dalam lubuk hati manusia. Merujuk kepada QS Ali Imran/3: 104, Allah SWT berfirman:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Sementara di ayat 100 surat yang sama, dijelaskan bahwa:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”

Istilah “…dan beriman kepada Allah” adalah bersandar dan berserah diri kepadaNya semata, setelah segala upaya yang kita lakukan. Dalam hal ini, QS Al-Insyirah/94: 7-8 menyatakan bahwa:

فَاِ ذَا فَرَغْتَ فَا نْصَبْ 

“Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain),”

وَاِ لٰى رَبِّكَ فَا رْغَبْ

“Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”

B. URGENSI DAKWAH

Urgensi dakwah sangatlah penting bukan sekedar bagi masalah kehidupan setelah mati nanti, namun juga kehidupan sehari-hari saat ini. Dakwah pada mulanya secara mendasar bertujuan memantik kesadaran kritis sasarannya (pendengar, penyaksi dan pengamal secara partisipatoris). Dengan kesadaran kritis tersebut, seseorang yang menerima dakwah akan mengaktifkan potensi inderawi, nalar dan hatinya. Mereka akan lebih mudah berpikir, melakukan refleksi kritis dan pada akhirnya merenung secara mendalam. Dengan apa yang dilakukannya tersebut, seseorang akan siap menerima inspirasi langit.

Memang tidak ada jaminan bahwa seseorang akan mendapatkan petunjuk langit, karena hanya Allah yang memiliki kuasa dan hak atas hidayah. Allah SWT berfirman:

فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِ سْلَا مِ ۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَ نَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَآءِ ۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ

“Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS Al-An’am/6: 125).

Meskipun demikian, upaya dakwah tetap harus dilakukan, karena itu adalah wujud dari kesungguhan kita dalam menghamba kepada Allah (menegakkan tauhid). Sekurang-kurangnya dengan adanya dakwah, kita memiliki peluang untuk merealisasikan perubahan menuju kepada kondisi yang lebih baik. Dalam bahasa ilmu sosial, hal ini disebut dengan transformasi. Sementara merujuk kepada tradisi Islam, hal ini disebut hijrah.

Ketika seseorang menerima hidayah Allah, maka baik akal, hati dan perilakunya akan berubah menjadi hal yang baik. Kebaikan yang dilakukan secara berjamaah dan pada akhirnya semakin meluas, merupakan modal yang penting dalam membangun kebudayaan kebajikan. Melalui pembangunan kebudayaan Islami tersebut, maka sedikit demi sedikit akan tumbuh peradaban yang luhur dan mulia. Pada saat itulah cita-cita terwujudnya baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur menjadi kenyataan.

Dengan adanya negeri yang aman, tentram, makmur, adil dan sejahtera, serta mendapatkan ampunan Tuhan, maka sebenarnya kita telah mengupayakan kemaslahatan di dalam kehidupan di dunia. Sedangkan segala amal saleh dan pahala yang ditimbulkan dari kesungguhan kita dalam berdakwah dan membangun peradaban, maka insya Allah itulah yang akan membawa kemaslahatan di kampung akhirat kelak. Dengan demikian, inilah urgensi dakwah yang sebenarnya, yakni mewujudkan kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.

C. BERBAGAI MODEL DAKWAH

Terdapat berbagai model dakwah yang selama ini secara efektif dipraktikkan dan mendapatkan sambutan yang positif. Pertama, dakwah individual (fardiah) atau disebut juga dengan dakwah perorangan. Dakwah yang demikian sangat dibutuhkan oleh siapa saja yang membutuhkan nasehat maupun inspirasi kebajikan. Dakwah model ini berlangsung secara intens dan bersifat langsung (mubasyarah). Warga Muhammadiyah tentu saja sangat akrab dengan dakwah ini, karena seperti menjadi tugas sehari-hari yang membahagiakan baik bagi dirinya secara pribadi maupun bagi sesama.

Kedua, adalah dakwah kepada khalayak umum (ammah). Dakwah ini juga dikenal dengan istilah dakwah di ruang publik. Dakwah ini biasanya didesain dengan berbagai cara dan media. Bisa melalui pengajian, pidato, bahkan rekaman video atau suara yang disiarkan melalui berbagai media. Bisa juga dakwah ini disampaikan melalui forum-forum tertentu, seperti seminar, talkshow, ketika mengajar di kelas dan bahkan kegiatan perbincangan sehari-hari yang melibatkan banyak kalangan. Dakwah ini memerlukan kemahiran dalam penyampaiannya, termasuk berkaitan dengan retorika, kemampuan psikologi panggung dan massa, drama turgi (sebagaimana yang biasa dipraktikkan para tokoh, artis atau seniman), dan tentu saja pengetahuan yang mumpuni berkaitan dengan materi yang disampaikan dalam dakwah.

Ketiga, dakwah dengan lisan dan tulisan (bi al-lisan wa al-tadwin). Dakwah dengan lisan berarti dilakukan dengan komunikasi melalui wicara, sementara dakwah melalui tulisan dilakukan melalui publikasi naskah yang inspiratif. Naskah tersebut baik dalam bentuk tulisan yang pendek, misalnya adalah kutipan yang ditampilkan melalui poster, gambar maupun infografis, maupun tulisan yang panjang, berupa artikel, makalah ilmiah, hingga buku atau jenis pengarsipan dokumen besar lainnya.

Keempat, dakwah melalui perbuatan kebajikan maupun menghadang kemunkaran (bi al-haal). Dakwah ini adalah dakwah yang bukan sekedar memantik timbulnya kesadaran kritis dari dalam diri penerimanya, namun juga melibatkan secara langsung melalui pengalaman yang nyata. Artinya, dakwah sebagai manifestasi iman yang materiil ini, lebih berpotensi memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan.

D. BERBAGAI PERSYARATAN ESENSIAL DAKWAH

Meskipun Nabi Muhammad SAW menyarankan agar kita, termasuk warga Persyarikatan Muhammadiyah, untuk berdakwah menyampaikan kebajikan walau satu ayat, namun ada berbagai persyaratan yang sangat penting untuk digunakan sebagai bekal. Menurut riwayat dari Abdullah bin Umar, Nabi bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ.

Artinya: “Dari Abdullah ibn Amr: Bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda: Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 3202).

Benarlah dakwah itu penting. Namun terdapat rambu-rambu agar supaya kita tidak memanipulasi apapun demi tujuan yang kurang baik. Termasuk, menyampaikan informasi palsu demi kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, terdapat pelajaran penting yang berkaitan dengan dakwah, yakni:

Pertama, seorang dai harus memiliki kemampuan intelektual berkaitan dengan ilmu agama, ilmu umum dan ilmu komunikasi dakwah yang baik. Kedua, mereka harus siap lahir dan batin, sehingga ikhlas dan senantiasa terjaga oleh cahaya tauhid. Kesiapan inilah yang menjamin bahwa kita tidak akan melakukan perbuatan yang justru bertentangan dengan ajaran agama, tidak akan mendahulukan kepentingan duniawi yang diliputi nafsu, dan tentu tidak manipulatif. Ketiga, memiliki kekuatan kesabaran dan kebijaksanaan yang tinggi. Hal ini penting agar kita tepat sasaran dalam berdakwah dan mampu mengukur keberhasilan dakwah yang dilakukan. Keempat, memiliki etos dan stamina yang prima. Dakwah juga memerlukan kerja keras terus-menerus tanpa kenal lelah (persistensi), sehingga kita bisa memastikan bahwa ada hasil dari dakwah yang diupayakan dan kelak menjadi hal yang bermanfaat bagi kehidupan generasi masa depan. Hal yang membuat dakwah menjadi kurang signifikan atau bahkan gagal, adalah karena dai yang bertugas kehilangan semangat atau sudah kehilangan kesehatannya.

E. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Sebenarnya, daripada sebuah materi dakwah, Islam Berkemajuan lebih merupakan konsep, panduan dan program strategis dalam rangka mewujudkan cita-cita Muhammadiyah dalam konteks kekinian. Tentu di dalamnya juga menyinggung masalah dakwah yang spesifik. Pada intinya, mengajak warga Persyarikatan Muhammadiyah dan khalayak ramai untuk turut serta membangun peradaban kemanusiaan yang gemilang. Karena itu, dakwah yang dimaksud dalam konteks ini, termasuk di antaranya adalah terlibat secara partisipatoris dan berkontribusi langsung dalam berbagai program dan agenda perkhidmatan Islam Berkemajuan. Artinya, dakwah di sini adalah sebuah misi besar yang lebih luas, lebih serius dan lebih strategis ketimbang dakwah keagamaan konvensional pada umumnya.

Merujuk pada dokumen Risalah Islam Berkemajuan (2022), misi besar Islam berkemajuan harus disampaikan dan diupayakan melalui aksi-aksi kebajikan mulai dari lingkup terkecil seperti keluarga, para sahabat, tetangga dan sanak famili, di tempat bekerja dan bahkan di Amal Usaha Muhammadiyah, hingga lingkup yang lebih luas seperti ummat dan masyarakat, bangsa dan negara, global atau internasional, kemanusiaan semesta dan bahkan lingkup yang berorientasi pada pembangunan masa depan yang cerah dan mencerahkan.

Inilah perkhidmatan Islam berkemajuan, yang terwujud melalui berbagai gerakan, seperti gerakan dakwah, gerakan tajdid, gerakan ilmu dan gerakan amal. Inilah perkhidmatan Muhammadiyah yang bertujuan utama mengupayakan kemaslahatan umum (al-Khidmat al-Islam al-Taqaddumi).

BAB IV

MASALAH DAN TANTANGAN DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Ketika berdakwah maupun menjalankan program seringkali kita menghadapi berbagai masalah dan tantangan. Tentu saja seorang pendakwah (da’i) maupun pelaksana program di persyarikatan, akan merasa berat. Meskipun demikian, berbagai hal yang dianggap merintangi tersebut tidak boleh dihindari, diabaikan dan terlebih diperbesar. Masalah dan tantangan yang ada, harus dihadapi dan diselesaikan secara strategis.

Namun, sebelum kita berupaya menyelesaikan hal-hal yang menghambat dakwah dan pelaksanaan program di persyarikatan, kita harus mengidentifikasi, menganalisis dan bahkan memikirkan hal-hal yang memungkinkan untuk menyelesaikannya. Para da’i dan pelaksana program harus memiliki bekal yang cukup dalam membaca, memahami, menganalisis dan menyelesaikan masalah dan tantangan dalam berdakwah.

A. MASALAH UMUM DAKWAH

Sekurang-kurannya terdapat dua jenis masalah dalam dakwah. Pertama adalah masalah internal, sementara yang kedua adalah masalah eksternal. Keduanya bisa datang secara bersamaan maupun bergantian, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi ketika berdakwah. Pertama, masalah internal. Masalah ini berkaitan dengan da’i atau pelaksana program sebagai subyek yang terlibat dalam dakwah. Masalah internal ini, sekurang-kurangnya dibagi menjadi empat bagian: (1) kurangnya bekal yang dimiliki secara intelektual, (2) secara moral, (3) keterampilan praktis dalam berkomunikasi, (4) dan masalah spiritual.

Masalah kapasitas intelektual yang dimiliki berkaitan dengan pengetahuan seorang da’i atau pelaksana program. Pengetahuan ini, bisa tentang ilmu-ilmu keislaman (terutama ilmu-ilmu al-Quran dan ilmu-ilmu hadits), ilmu-ilmu umum (ilmu-ilmu yang berguna untuk memahami konteks dakwah) dan juga kombinasi di antara keduanya yang diperkuat oleh wawasan mengenai integrasi ilmu pengetahuan, filsafat, berpikir kritis dan tentu saja, dalam konteks Muhammadiyah, juga tentang Kemuhammadiyahan (sejarah, ideologi, program dan seterusnya).

Bisa jadi seorang da’i atau pelaksana program memiliki kelebihan dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman. Misalnya, hafalan al-Quran dan haditsnya banyak dan kuat, serta wawasan mengenai tafsir, kalam, tasawwuf, tarikh, fikih dan ushul al-fiqh-nya luas dan mendalam. Namun, ketika tidak terbiasa dengan berbagai perspektif yang berkembang (sudut pandang) mengenai ilmu-ilmu sosial, humaniora dan seni, maka kemungkinan besar akan kesulitan dalam memahami berbagai fenomena kehidupan (sosial) yang ada.

Gagal dalam membaca konteks, tentu menghambat transformasi yang diupayakan berdasarkan pada dalil-dalil syar’i. Hal ini menyebabkan dakwah berbagai nilai kebajikan dari kitab suci dan tradisi kenabian, terhambat karena salah sasaran, keliru caranya, dan bahkan justru menciptakan kebisingan sosial dan kegaduhan. Tidak jarang memang, da’i dan pelaksana program yang hanya tahu dalil-dalil semata (karena berbekal hafalan berbagai ungkapan ayat, hadits atau kitab ilmu keislaman) pada akhirnya terlalu keras dan mudah membuat lawan bicaranya tersinggung atau sakit hati.

Masalah internal yang kedua adalah masalah moralitas. Masalah ini berkaitan dengan masalah hati dan keteladanan dalam menjalani hidup, termasuk dalam melaksanakan tugas dakwah dan pelaksanaan program persyarikatan. Kemampuan moral yang baik, menjadikan seorang agensi dakwah dan pelaksana program menjalani hidup secara lurus. Artinya, terdapat kesesuaian antara hati, akal, ucapan dan perilakunya.

Kesesuaian antara hati, akal, ucapan dan perilaku ini, membuat kita lebih percaya diri dalam menyampaikan kebajikan. Meskipun, tidak ada jaminan pula bahwa para pendengar akan berubah, hijrah atau bertransformasi menjadi hamba yang benar-benar memihak risalah kenabian. Masalah yang terakhir ini berkaitan dengan masalah spiritualitas yang dimiliki, yang akan dibahas kemudian.

Seorang da’i atau pelaksana program yang cakap, pandai dan bahkan memiliki performance yang memukau, jika tidak didukung dengan kecakapan moral, maka akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Masalah ini sederhana. Jika siapa saja yang mengatakan kebajikan tapi minus keteladanan, maka justru akan dikecam. Bahkan di dalam kitab suci, Allah mengecam perilaku yang demikian. Allah SWT berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Saff/61: 2-3).

Masalah penting lainnya adalah ketiadaan kemampuan komunikasi yang baik, benar, bijaksana, santun dan menggembirakan. Tanpa kemampuan ini, maka resiko mendapatkan resistensi dari pihak luar akan jauh lebih besar. Terlebih bahwa, tidak seluruh perkataan kebajikan menjanjikan adanya respon yang baik pula. Di dunia yang diliputi kepentingan politik, ekonomi dan hasrat duniawi lainnya, dakwah kebajikan juga kerap dianggap sebagai penghalang tujuan. Tanpa kemampuan komunikasi yang tepat dan sesuai dengan konteks lawan bicara, kemungkinan besar datangnya manipulasi wacana akan terjadi.

Karena itu, di musim politik praktis misalnya, ungkapan yang disampaikan seorang da’i atau pelaksana program persyarikatan, rentan diplintir oleh segelintir oknum demi memenuhi kepentingan politik mereka. Ini jelas berbahaya bagi kepentingan umat dan pembangunan kebudayaan yang luhur. Sementara itu, masalah internal yang terakhir adalah masalah spiritual. Hal ini tentu menyentuh masalah kejiwaan dan relung hati manusia. Hal ini juga berkaitan dengan masalah keimanan sekaligus optimisme mengenai datangnya masa depan yang lebih cerah.

Orang yang kuat iman, akan senantiasa optimis. Seandainya ujian dan cobaan datang bertubi-tubi tiada henti, ia akan tetap tabah dan sabar. Di balik ketabahan dan kesabaran inilah terdapat fondasi spiritualisme. Tanpa hal itu, da’i yang hebat sekalipun akan mudah terpatahkan hatinya dan pada akhirnya akan berhenti di tengah jalan. Hal ini juga berkaitan dengan rintangan dakwah yang dirasa terlalu berat, atau ketika beramar makruf nahi munkar berhadapan musuh yang di luar dugaan terlalu hebat, atau bisa juga berdakwah namun tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan. Tidak jarang, seorang da’i atau pelaksana program persyarikatan merasa tidak kuat, sehingga harus meninggalkan amanah yang ditanggung dengan perasaan yang kalah.

Kedua, masalah eksternal. Masalah ini berada di luar diri pribadi sebagai agen dakwah. Masalah ini bisa datang dari lingkup yang kecil, hingga yang lebih luas. Masalah dakwah, terkadang justru datang dari keluarga. Karena itu, anak maupun isteri atau suami, sebagai titipan Allah dalam mengarungi kehidupan ini, juga dianggap sebagai suatu hal yang membawa cobaan. Lingkup yang lebih besar adalah komunitas, kemudian masyarakat, negara dan bahkan dunia global. Batas-batas interaksi sosial, politik dan kebudayaan tertentu, bisa menjadikan dakwah justru tidak berjalan dengan lancar. Jarak sosial, politik dan kebudayaan membawa kepada proses saling memahami yang tidak mudah. Belum lagi bahwa masalah perbedaan suku, ras, agama, etnisitas, bahasa, warna kulit dan nasionalisme, sangat mempengaruhi efektifitas dakwah.

Masalah eksternal lainnya yang patut dipertimbangkan adalah kecintaan akan harta benda, jabatan dan kemuliaan diri yang sebenarnya bersifat sementara (fana). Hal-hal tersebut adalah di antara hal-hal yang melenakan dan membuat siapa saja terlena. Tanpa sadar, para da’i atau pelaksana program persyarikatan akan terjerumus dalam jurang nista keserakahan akan nafsu duniawi. Hal ini diperparah dengan adanya nafsu libidinalitas yang menjadikan kecenderungan terhadap lawan jenis, meluap tanpa kontrol. Jelas saja hal ini membawa kepada pelanggaran terhadap prinsip-prinsip syariah.

Para agensi dakwah yang kalah dengan berbagai faktor eksternal ini, sulit sekali menggapai keberhasilan. Seorang da’i kondang misalnya, jika ia terlalu serakah dan buta mata hati, maka bukan sekedar mencoreng nama baik Islam dan Muhammadiyah, namun juga menjadi beban bagi misi pembangunan peradaban kemanusiaan.

B. MASALAH DAKWAH KEKINIAN

Di samping masalah internal dan eksternal, dakwah juga harus berhadapan dengan perubahan konteks ruang dan waktu (zaman). Dakwah sebagai sebuah entitas tidak berhenti begitu saja ketika kontemporaritas bergulir. Artinya, dakwah harus mendinamisasi dirinya sendiri sehingga relevan dengan zaman. Dakwah dengan kata lain harus juga beradaptasi, menyesuaikan diri dan mengupayakan pembaruan (tajdid). Dalam konteks pembaruan ini, bukan berlaku pada nilai-nilai universal Islam yang tetap, tetapi pada bentuk, model, metode, cara dan implementasi di lapangan. Dengan demikian, dakwah yang tercatat sebagai bagian dari sejarah masa lalu, belum tentu relevan dengan dakwah di masa kini.

Sebagai contoh, dakwah di tengah-tengah terjadinya revolusi teknologi 4.0 harus menyatu dengan sosial media, kecerdasan buatan dan bahkan dengan kegemaran-kegemaran masyarakat baru (generasi milenial, generasi z dan alpha). Pada akhirnya, dakwah tidak lagi berjalan dari masjid ke masjid atau dari pengajian ke pengajian, namun juga dari gawai (gadget) dan aplikasi elektronik yang bisa diakses oleh masyarakat baru tersebut. Dakwah ini jelas melampaui dari apa yang dipahami sebagai dakwah lisan dan tulisan. Dakwah yang kekinian, bisa melalui platform media sosial seperti YouTube, Instagram dan bahkan TikTok. Dakwah inilah yang relatif dapat diterima oleh generasi muda. Ketika zaman berubah, maka dakwah menyesuaikan diri tanpa harus kehilangan nilai dan spirit universal yang dikandungnya.

C. TANTANGAN DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Pada dakwah Islam Berkemajuan, termasuk di dalamnya menjalankan misi dan program, sama seperti dakwah pada umumnya. Keberhasilan dakwah Islam Berkemajuan, sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengatasi berbagai masalah internal, eksternal dan perubahan zaman (trend kekinian). Kendati demikian, tantangan lain mengenai dakwah Islam Berkemajuan harus dijelaskan di sini. Karena konteks dakwah ini ada pada organisasi Muhammadiyah, maka tantangan yang harus dihadapi adalah tantangan organisasional, birokrasi dan kekompakan di antara sesama aktivis Muhammadiyah.

Tantangan penting yang harus dicatat pula adalah berkaitan dengan masalah eksternal, yakni memastikan adanya regenerasi kader dakwah yang tangguh, militan dan berkemajuan. Tanpa adanya kader yang terus-menerus diproduksi, maka dakwah tidak bisa menjamin kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya). Karena itu, sebenarnya prinsip dakwah Islam Berkemajuan adalah dakwah yang berkelanjutan dan bersifat dinamis karena pembaruan-pembaruan yang diupayakan.

BAB V

SOLUSI DAN STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Setelah diidentifikasi, terdapat dua masalah dalam dakwah. Yakni masalah internal dan eksternal. Masalah internal lebih merupakan masalah yang datang dari dalam diri pribadi seorang da’i maupun pelaksana program persyarikatan, sementara masalah eksternal adalah masalah yang datang dari luar diri. Keduanya bisa datang bergantian atau bersamaan sekaligus, sehingga membuat tugas dakwah menjadi lebih berat dan menantang.

Kendati demikian, tentu ada berbagai solusi yang bisa diupayakan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Terlebih bahwa, solusi ini tampak lebih jelas karena berbasis pada analisis terhadap masalah yang ada. Berbagai masalah tersebut diidentifikasi secara jelas, didefinisikan, dipahami, dianalisis dan kemudian dicarikan solusi yang paling memungkinkan dan dianggap relevan. Tugas ini adalah bagian dari penyusunan strategi dakwah, sebelum turun ke medan dakwah dan berdakwah secara praktis dan implementatif.

A. SOLUSI UMUM DAKWAH

Ada empat masalah internal dalam berdakwah, yakni (1) kurangnya kapasitas intelektual, (2) ketiadaan keteladanan moral, (3) keterampilan komunikasi yang lemah, (4) dan masalah spiritualitas yang tidak terasah dengan baik. Pertama, kapasitas intelektual bisa ditempa. Para da’i atau calon da’i bisa menempuh pendidikan formal maupun non-formal untuk menggenapi kapasitas intelektual yang dimiliki. Memang tidak bisa orang biasa tiba-tiba menekuni profesi sebagai dai, kecuali memiliki penguasaan ilmu-ilmu keislaman yang mumpuni. Kalaupun ada, pasti mereka adalah orang-orang yang memiliki kapasitas yang luar biasa.

Mereka yang ingin menjadi dai dan mahir berdakwah harus dipersiapkan secara sungguh-sungguh. Karena itu, mereka bisa menempuh pendidikan agama sejak dini. Misalnya, duduk di pesantren selama enam tahun atau lebih dan bahkan melanjutkan studi di perguruan tinggi Islam yang memiliki reputasi yang baik. Setelah menjadi santri selama enam tahun di pesantren, tidak jarang mereka melanjutkan pendidikan di universitas-universitas terkemuka di Timur Tengah. Hal ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk memperkuat penguasaan dan pemahaman mengenai ilmu-ilmu keislaman. Di samping itu, mereka akan lebih akrab dengan berbagai khazanah ilmu pengetahuan berbahasa Arab.

Di luar persiapan diri melalui pendidikan formal, ada pula kesempatan untuk meningkatkan kapasitas intelektual melalui pendidikan mandiri (otodidak). Berbagai tokoh Muslim tanah air yang menempuh pola belajar yang demikian adalah Buya Hamka. Beliau, adalah pekerja keras, pembelajar yang teguh dan sosok yang konsisten. Karena itu, tidak heran jika beliau menghasilkan karya monumental seperti Tafsir Al-Azhar. Mengenai kepentingan membangun kapasitas intelektual di bidang ilmu-ilmu umum, juga bisa melalui jalur formal atau non-formal. Belajar yang dilakukan bisa melalui lembaga pendidikan maupun secara otodidak. Di samping itu, proses belajar ini akan semakin baik, apabila ditunjang dengan adanya keterlibatan dengan komunitas-komunitas epistemik, studi-studi sosial dan humaniora, hingga lembaga-lembaga riset.

Yang perlu dihindari adalah belajar mandiri dengan menggunakan gawai melalui internet, tanpa bimbingan guru yang mumpuni, tanpa rekan bertukar pikiran, tanpa refleksi kritis dan tanpa pembacaan yang mendalam terhadap riset-riser mutakhir. Hal ini akan menjadikan seorang pembelajar kehilangan daya kritis dan pada akhirnya terjebak pada egosentrisme yang berbahaya. Terlebih bahwa, belajar mandiri via internet tersebut tidak dibekali dengan kemampuan bahasa asing (Arab dan Inggris) yang baik, sehingga sumber-sumber yang diakses sebagai referensi adalah sumber yang tidak jelas, tidak kredibel dan bahkan menyesatkan.

Mengenai masalah internal yang kedua, masalah moralitas, sangat berkaitan dengan masalah hati dan keteladanan dalam menjalani hidup, termasuk dalam melaksanakan tugas dakwah dan pelaksanaan program persyarikatan. Ketika seorang dai tahu dan paham ilmu agama dan ilmu-ilmu yang lainnya, maka ia harus menjadi contoh bagi orang-orang di sekitarnya. Menjadi contoh berarti melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya dan seteguh-teguhnya. Ia baik dalam shalatnya, puasanya, zakatnya, hajinya, sedekahnya dan bahkan menjadi sosok yang baik dalam berhubungan sosial (hablu min al-nas). Hal ini tidak bisa sekedar dipraktikkan sekali dua kali, tetapi perlu latihan keras terus-menerus dan bahkan sepanjang hidup (riyadhah). Latihan ini adalah upaya pendisiplinan diri, pengondisian diri dan penyucian diri (tazkiyah al-nafs).

Latihan yang konsisten dan kontinyu, tentu akan mewarnai perilaku sehari-hari kita. Ikhtiar yang sungguh-sungguh dalam perkara ini, akan membawa kepada terbangunnya akhak karimah. Dengan demikian, inilah yang membawa kepada kepercayaan diri dalam meyakini Islam sekaligus menyebarkan nilai-nilai ajarannya. Masalah penting lainnya adalah ketiadaan kemampuan komunikasi yang baik, benar, bijaksana, santun dan menggembirakan. Solusi mengenai masalah ini adalah mempelajari, mempraktikkan dan melatih diri hingga mahir dilakukan. Kemahiran yang ditempa secara konsisten, akan membawa kepada kebiasaan.

Komunikasi yang baik, berimplikasi pada cara memahami keberbedaan, kelihaian dalam membaca motif dan kepentingan lawan bicara, hingga memiliki sensitifitas rasa yang kuat. Dalam berdakwah, maka dai dan pelaksana program kebajikan harus tahu, paham dan mengerti kapan, dalam kondisi dan situasi bagaimana, serta kondisi psikologis lawan bicaranya atau pendengarnya, sehingga bisa memilih cara komunikasi terbaik yang bisa disampaikan.

Di luar soal kemahiran membaca konteks, terdapat cara komunikasi yang kemungkinan besar dapat diterima oleh berbagai kalanga. Cara komunikasi ini adalah dengan cara yang halus, santun, penuh perhatian dan bijaksana. Bahkan, dalam berdebat pun kita disarankan oleh kitab suci agar supaya menggunakan cara-cara yang baik dan bijaksana. Allah SWT berfirman:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl/16: 125)

Sebagai sebuah solusi, para dai perlu memahami berbagai cara komunikasi yang sebenarnya disarankan oleh ajaran Islam, yakni berkata yang benar, berkata yang baik, berkata yang halus, santun dan melegakan, berkata yang bijaksana dan berbobot, serta berkata yang membahagiakan dan menggembirakan. Sementara itu, masalah spiritual adalah masalah internal yang terakhir. Hal ini berkaitan dengan kejiwaan dan lubuk hati yang terdalam. Masalah ini jelas berkaitan dengan masalah keimanan sekaligus cara pandang yang positif akan masa yang akan datang. Meskipun dai kondang sekalipun, tidak kebal dari masalah spiritual ini.

Masalah spiritual bukan sekedar pasal seorang hamba harus berteguh hati meniti jalan keselamatan (Muslim), yakin dan percaya pada kekuatan Ilahi (Mukmin) dan mengkondisikan diri sehingga menjadi pribadi yang mulia (Muhsin). Hal ini, juga berkaitan dengan Otoritas Agung dan Pemiliknya, yang menentukan masa depan. Pendek kata, masalah spiritual ini berkaitan dengan masalah hidayah dan takdir. Allah SWT berfirman:

لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰٮهُمْ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَ نْفُسِكُمْ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَآءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗ وَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَ نْـتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ

“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Apa pun harta yang kamu infakkan, maka (kebaikannya) untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu berinfak melainkan karena mencari rida Allah. Dan apa pun harta yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah/2: 272).

Barangkali hanya masalah ini yang agaknya berat untuk mendapatkan solusi yang pasti, kecuali melalui keikhlasan, ketundukan dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Ketika seorang dai berdakwah atau pelaksana program persyarikatan telah menunaikan amanahnya, hasil yang dipanen tak selalu bagus. Terkadang, justru membawa ke arah yang penuh ujian dan cobaan. Para Nabi yang bergelar Ulul Azmi misalnya, adalah mereka yang mengalami kenyataan pahit. Tetapi karena kemurnian spiritual yang dimiliki, justru derajatnya diangkat ke tempat yang mulia oleh Allah SWT. Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad SAW., adalah di antara para teladan dari pembangunan kekuatan spritualitas ini.

Jadi, berkaitan dengan masalah internal terakhir ini, solusi yang memungkinkan yang bisa dipertimbangkan adalah memurnikan niat. Kita bisa merenungkan hal ini secara reflektif dari hadits berikut ini:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; barangsiapa niat hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.”

Di samping niat, juga disarankan untuk membersihkan jalan yang ditempuh, istiqomah dan teguh, serta berusaha bersabar atas segala hal yang terjadi. Kitab suci menasehati kita semua bahwa:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِا لصَّبْرِ وَا لصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah/2: Ayat 153).

Di samping penyelesaian atas masalah internal, juga atas masalah eksternal. Misalnya mengenai bagaimana mendekatkan jarak sosial, politik dan kebudayaan, yang berpangkal pada keberbedaan. Masalah ini, bisa diatasi dengan cara saling mengenal, memahami dan pada akhirnya berkolaborasi. Allah SWT berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat/49: 13).

Sementara itu, saran untuk saling berkolaborasi, juga disinggung di dalam kitab suci:

وَلِكُلٍّ وِّجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيْهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرٰتِ ۗ اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يَأْتِ بِكُمُ اللّٰهُ جَمِيْعًا ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah/2: 148).

Ketika berkhidmat untuk umat, bangsa, dunia global dan masa depan yang gemilang, tentu harus pula berhadapan dengan kompleksitas yang ada. Baik itu bersifat politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan lain sebagainya. Dakwah dalam konteks nasional misalnya, harus berhadapan dengan kepentingan banyak pihak. Berbagai kepentingan tersebut sangat beragam dan bahkan bertolakbelakang satu sama lain. Ketika berbagai kepentingan yang berbeda bertemu, terkadang ketegangan dan konflik tidak dapat dihindari. Jelas kerja perkhidmatan di dalamnya juga termasuk kerja perdamaian. Karena itu, dakwah juga berfungsi sebagai jalan penengah di antara banyak pihak yang berselisih. Dakwah adalah tali pemersatu.

Intinya adalah penyelesaian masalah ini harus diawali melalui keberanian menghadapi masalah dan kompleksitas yang dimiliki. Keberanian ini memberikan kekuatan pada batin kita, serta memupuk rasa percaya diri. Di samping itu, juga membuat senantiasa berpikir positif mengenai hasil yang diraih. Kemudian, kita juga harus tekun dan sabar dalam mengurai kompleksitas tersebut. Mengurai dalam konteks ini, berarti juga menganalisis secara komprehensif mengenai apa yang dihadapi. Hasil analisisnya menunjukkan arah dan langkah yang harus ditempuh untuk penyelesaian masalah.

Misalnya, dakwah di tengah masyarakat yang secara ekonomi terdampak oleh krisis ekonomi global, tidak bisa secara sederhana sekedar dari masjid ke masjid atau dari pengajian ke pengajian. Namun, juga perlu dielaborasi dengan berbagai pembekalan, pemberdayaan dan pemberian modal usaha. Elaborasi kreatif ini akan memberikan dampak yang baik bagi perkembangan ekonomi mikro, sekaligus menghayati betapa Islam mendorong kita untuk maju dan bangkit.

Sementara itu, masalah eksternal lainnya adalah berbagai godaan yang mampu membangkitkan keserakahan dan kecintaan yang berlebihan akan harta, tahta dan dorongan libidinalitas. Memang sudah jadi wataknya manusia itu cinta akan harta, kekuasaan dan terhadap lawan jenis. Tetapi ketika godaan apapun datang dari luar diri pribadi, sementara kita mampu membentengi diri dengan kesabaran dan kebersahajaan, insya Allah akan dengan sendirinya godaan itu dapat dikalahkan. Seorang dai yang tenar, semakin tinggi popularitasnya, semakin besar pula badai godaan yang menerpa.

Dengan demikian, kesimpulan dari solusi yang dapat diupayakan untuk menyelesaikan masalah dakwah, kembali ke diri para da’i dan pelaksana program masing-masing. Untuk masalah yang berasal dan muncul dari diri pribadi, dapat diselesaikan melalui pendisiplinan diri dengan sungguh-sungguh. Demikian pula dengan kurangnya kapasitas intelektual, bisa diselesaikan dengan semangat menjadi pembelajar.

Sedangkan masalah-masalah yang timbul dari luar diri, memerlukan keberanian untuk mengurai kompleksitasnya, sehingga diketahui bagaimana duduk persoalannya secara jelas.

B. KONTEKSTUALISASI DAKWAH KEKINIAN

Di antara berbagai masalah yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya (Bab 3), ada hal penting yang justru ketika tidak dipahami dan diantisipasi secara baik, akan menimbulkan masalah baru. Hal itu adalah kontekstualisasi dakwah. Kontekstualisasi ini bermakna menjadikan dakwah lebih bersifat kontekstual, sehingga sesuai dengan kondisi dan situasi yang berlaku. Dengan demikian, dakwah menjadi hal yang relevan di tengah-tengah masyarakat yang terus mengalami perubahan. Kontekstualisasi ini bisa juga dimaknai sebagai upaya dinamisasi. Dakwah sendiri harus bergerak dan berubah secara dinamis. Bukan dalam pengertian nilai-nilai ajaran Islam yang universal, tapi cara, metode dan bahkan kemasannya, sehingga menarik minat masyarakat.

Kita tahu bahwa masyarakat mengalami perubahan secara dinamis. Hal ini disebabkan oleh kehidupan yang berubah. Faktor-faktornya yang signifikan, antara lain adalah terjadinya globalisasi, revolusi sains dan teknologi, revolusi kebudayaan dan secara spesifik di Indonesia, terjadi revolusi perilaku politik. Globalisasi membuka ruang pertemuan dan komunikasi bangsa-bangsa. Tentu hal ini membawa kita pada kesempatan untuk saling ber-ta’aruf dan pada akhirnya ber-ta’awun, terutama dalam membangun peradaban kemanusiaan yang luhur. Namun apabila gagal dalam saling memahami dan berkolaborasi, jarak (gaps) sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan akan semakin menjauh. Akibatnya kita bisa saja bertemu, namun tidak saling menyapa.

Dalam konteks kebudayaan dan dakwah, tentu tidak saling sapa ini berbahaya. Itulah mengapa bangsa yang satu memilih posisi sebagai musuh bangsa lainnya. Sementara bangsa-bangsa lain, menjadi korban atas pertikaian mereka. Dakwah harus menjadi kekuatan pemersatu. Jika hal ini belum memungkinkan diupayakan, sekurang-kurangnya para dai harus memahami duduk persoalan dan kompleksitasnya. Sehingga, akan jelas ketika menerangkan tentang dampak-dampaknya yang terjadi di masyarakat.

Faktor lainnya adalah adanya revolusi sains dan teknologi. Sains yang berkembang pesat, mendorong lahirnya teknologi-teknologi baru. Karena itu, muncullah ilmu-ilmu baru seperti cyber technology, cyber security, big data, data science, artificial intelligence, the internet of things dan lain sebagainya. Hal yang serba baru tersebut memperkenalkan kepada kita alam yang baru, yakni cyber space atau alam sibernetik. Media yang baru ini, mendorong adanya cara hidup yang baru, manusia dengan wawasan dan kebudayaan yang baru pula.

Dakwah jelas dipengaruhi dan mempengaruhi media baru tersebut. Dakwah yang gagap menghadapi adanya instrumen yang serba baru ini, tentu akan mengalami disfungsi. Karena itu, dakwah memerlukan upaya dinamisasi dan dengan demikian, pembaruan. Faktor selanjutnya adalah revolusi kebudayaan. Hal ini awalnya diprediksi oleh para ilmuwan sosial bahwa semakin maju sebuah bangsa, maka semakin meninggalkan agama. Sekularisme menjadi postulat yang dikampanyekan di berbagai mimbar akademik. Namun, postulat ini tidak benar. Kenyataannya, semakin maju sains dan teknologi, manusia semakin lekat dengan agama dan keagamaan.

Yang menjadi masalah adalah, jika kedekatan terhadap agama ini menimbulkan rasa iri, dengki dan ketakutan yang tidak masuk akal, maka dalam konteks Islam dan kehidupan Muslim, memicu adanya Islamophobia. Di sisi lain, ada pula berbagai komunitas beragama yang berlebihan dalam mengapresiasi apa yang diyakininya tersebut. Maka, kemudian, muncullah berbagai ideologi dan gerakan keislaman yang justru bersifat transnasional, ultra konservatif dan radikal. Bahkan, ada pula yang bertransformasi menjadi gerombolan teroris.

Dakwah harus mampu mengantisipasi itu semua. Dakwah harus secara kreatif diarahkan kepada kelompok sekular dan radikal sekaligus, sehingga mereka punya kesempatan untuk bergeser ke tengah. Dakwah dalam konteks ini, sangat berat. Sebabnya adalah dakwah itu sendiri memiliki target untuk merubah ideologi yang dianut oleh sebagian masyarakat. Masalahnya adalah perubahan ideologi berkaitan erat dengan perubahan keimanan. Maka, bagaimana seorang hamba bertransformasi memihak keimanan yang moderat (Islam wasathiyyah) sangat tergantung kepada hidayah yang datang kepadanya pula. Meskipun demikian, dakwah tetap harus dilakukan dengan penuh semangat.

Faktor yang terakhir yang mendorong terjadinya perubahan kehidupan adalah revolusi perilaku politik. Di setiap musim politik praktis, masyarakat kita terbelah; terfragmentasi. Biasanya, fragmentasi ini mengarah kepada adanya pilihan politik tertentu. Dalam konteks pemilu, di tahun 2019 lalu, kita terpecah-belah menjadi kelompok yang mendukung calon presiden tertentu. Di tahun 2024 nanti, kemungkinan besar fragmentasi ini akan terjadi lagi. Agama dalam konteks politik praktis, diperlakukan sekedar sebagai instrumen merebut kekuasaan. Agama dijadikan senjata untuk meraih kursi jabatan. Agama, dijual dengan harga murah, demi masalah duniawi yang sebenarnya fana.

Karena itu, dakwah, harus berorientasi pada pencerahan kemanusiaan. Dakwah harus memperjelas karut marut yang terjadi. Dakwah menjadi instrumen yang membangkitkan kesadaran kritis masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakat mampu secara jernih bahwa urusan politik adalah urusan duniawi. Mengenai perkara yang sepenuhnya diserahkan kepada kita oleh Nabi – engkau memahami urusan duniamu sendiri – dakwah harus menjadi kekuatan yang mampu memobilisasi wawasan publik, sehingga masyarakat sama-sama memiliki tujuan yang bermuara pada kepentingan mewujudkan kemaslahatan.

Dakwah di samping sebagai sarana penyebaran ajaran Islam yang mulia, juga sarana penyelesaian masalah kehidupan yang bersifat dinamis. Dakwah harus diletakkan sebagai instrumen perubahan sosial menuju kepada kehidupan manusia yang lebih masalahat. Inilah makna kontekstualisasi yang sebenarnya, bahwa dakwah mesti sesuai dengan konteks kekinian dan kedisinian.

C. STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN

Setelah mendudukkan berbagai masalah dakwah, mendiagnosa akar masalahnya, menganalisisnya dan memikirkan berbagai solusi yang memungkinkan, penting kiranya merancang dan mengajukan strategi dakwah. Secara lebih khusus, dakwah yang dimaksud adalah dakwah Islam Berkemajuan. Artinya, dakwah yang pada akhirnya membawa kepada kemaslahatan dan kemajuan sekaligus.

Strategi yang memungkinkan agar dakwah Islam Berkemajuan menyebar pesat dan memperbesar peluang terjadinya transformasi sosial adalah dengan melalui empat hal: (1) memanfaatkan segala potensi dan sumberdaya yang ada, (2) melibatkan semua pihak yang berkepentingan, (3) mengeksekusi melalui berbagai saluran dan jaringan yang dimiliki, (4) mengupayakan kontekstualisasi dengan cara yang kreatif dan inovatif.

Pertama, memanfaatkan segala potensi dan sumberdaya yang ada. Secara internal di Muhammadiyah, seluruh majelis dan lembaga dari tingkat pusat hingga ranting, harus bersinergi. Sinergi ini artinya saling membantu, berkolaborasi, berkomunikasi secara aktif, intensif dan progresif, serta saling berlomba dalam kebajikan dalam dakwah Islam Berkemajuan di berbagai bidang yang ditekuni masing-masing. Hal ini, juga termasuk bersinergi secara khusus dengan para sarjana potensial di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, sehingga berbagai hal yang diperlukan dalam dakwah Islam Berkemajuan, bisa dikaji secara akademik ilmiah. Tentu ini sangat membantu karena PTM bisa memberikan berbagai saran dan masukan yang berarti.

Kedua, melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, sehingga di samping persaudaraan semakin luas dan kuat, misi dakwah Islam Berkemajuan berjalan lancar. Hal ini tentu, bisa dilakukan bersama dengan para tokoh politik, sosial, kebudayaan, para saudagar, para profesional, pejabat kenegaraan dan lain sebagainya. Strategi ini harus dibangun melalui fondasi pemahaman keagamaan yang “luas dan luwes”, sehingga merasa menyenangkan untuk bekerjasama dengan berbagai kelompok lain.

Ketiga, strategi dakwah Islam Berkemajuan ini, perlu eksekusi melalui berbagai saluran dan jaringan yang dimiliki. Artinya, dakwah bisa dilakukan dari masjid ke masjid, dari pengajian ke pengajian, dan dari kajian akademik ke kajian akademik. Di samping itu, bisa juga melalui berbagai even politik, ekonomi, kesenian, kebudayaan dan lain sebagainya. Bahkan, jika Muhammadiyah punya jaringan di birokrasi pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), dakwah Islam Berkemajuan bisa dilakukan dengan cara yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat, baik itu berupa kebijakan, keputusan, maupun pertimbangan resmi negara. Hal lain yang berkaitan dengan saluran dakwah ini adalah melalui berbagai platform media sosial, website dan berbagai sarana mutakhir lainnya yang lahir dari perkembangan sains dan teknologi (termasuk melalui media Metaverse).

Keempat, sebagaimana sudah disinggung pada penjelasan sebelumnya, yakni mengupayakan kontekstualisasi dengan cara yang kreatif dan inovatif. Dalam memainkan strategi ini, tentu Muhammadiyah perlu bukan hanya melibatkan para ahli di bidang ilmu-ilmu kekinian, namun juga generasi milenial, generasi z dan generasi alpha baru, sehingga kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi bisa diantisipasi dengan baik. Barangkali inilah ijtihad yang bersifat kolektif, interdisipliner dan berkemajuan sekaligus. Berbagai pihak turut andil dalam mengupayakan dinamisasi dakwah Islam Berkemajuan. Membuat dinamis berarti mengupayakan agar relevan dengan perubahan zaman yang terjadi, sehingga senantiasa up to date. Strategi dakwah ini perlu diperinci lagi (di-breakdown), sehingga secara praktis dan implementatif akan membantu para agensi dakwah kita. Berbagai penjelasan pada bagian berikutnya, akan membahas tentang hal-hal tersebut.

BAB VI

DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI JAWA TIMUR

A. MASYARAKAT DAN KEAGAMAAN DI JAWA TIMUR

Sebagai lahan dakwah Islam Berkemajuan, Jawa Timur memiliki struktur masyarakat yang lekat dengan budaya dan khususnya agama. Dalam kontkes kebudayaan, masyarakat Jawa Timur yang dalam statistik beragama Islam mencapai 97,21 persen, ternyata masih menyisakan pertanyaan penting tentang kategori Islam yang didata oleh BPS tersebut. Islam sendiri, secara empirik, lekat dengan kebudayaan setempat. Praktik beragama Islam jelas tidak seragam. Itu sebabnya banyak kita jumpai organisasi Islam dan aliran-aliran Islam. Tentu keragaman ini adalah rahmat. Keragaman Islam tersebut pun tak bisa lepas dari cara pandang budaya atau bahkan pandagan hidup masing-masing penduduk yang memegang teguh kebudayaan warisan nenek moyang.

Dalam konteks kebudayaan, tipologi masyarakat Jawa Timur masih berkait erat dengan budaya Mataraman, Arekan, Pandalungan, dan Madura. Meskipun masih bisa dikategorikan ke dalam kelompok yang lebih spesifik lagi, namun empat budaya tersebut masih kuat mengakar dalam konteks pandangan hidup masyarakat yang diwariskan dalam praktik keseharian. Berdasarkan survei BPS tahun 2020, persentase jumlah warga yang tertinggi di Jawa Timur adalah Mataraman yaitu sebanyak 34,62 persen. Artinya, secara kebudayaan masyarakat Mataraman ini mendominasi secara kuantitatif kebudayaan di Jawa Timur. Juga, cara pandang mereka berpotensi menjadi cara pandang yang mendominasi Jawa Timur.

Tanpa mengabaikan tiga kategori kebudyaan lainnya, dapat dipahami bahwa penerimaan terhadap ajaran tertentu, kegiatan tertentu, dan cara pandang tertentu, budaya Mataraman harus menjadi perhatian penting dalam strategi dakwah Muhammadiyah di Jawa Timur. Selanjutnya, karakter tiga kategori budaya lainnya juga menjadi penting untuk diperhatikan dalam strategi dakwah. Islam ala Muhammadiyah tentu saja membawa nilai-nilai yang dapat mempengaruhi kebudayaan baik itu kebudayaan Mataraman, Arekan, Pandalungan, dan Madura. Karena itu sangat penting untuk didesain sebuah konsep strategi dakwah yang ramah kebudayaan. Konsep strategi dakwah yang baik tentu akan memperhatikan kemaslahatan bersama dibanding dengan kekakuan prinsip “salah-benar“. Oleh sebab itu, mempelajari kebudayaan masing-masing area di Jawa Tiimur untuk menentukan strategi dakwah menjadi sangat signifikan dalam pengembangan Muhammadiyah.

Lini lain yang berpengaruh adalah keislaman penduduk Jawa Timur. Tidak diragukan lagi bahwa penduduk Jawa Timur memang mayoritas beragama Islam. Menurut survei BPS (2020), penduduk Jawa Timur yang memeluk Islam sebanyak 39,9 juta jiwa (lihat gambar 1). Jumlah ini baru disusul dengan pemeluk agama lainnya yaitu Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Aliran Kepercayaan, dan Konghucu. Makna dari data statistik ini menunjukkan bagaimana Islam memang benar-benar menjadi agama mayoritas. Sayangnya, data ini belum merilis kategori Islam para pemeluk termasuk di dalamnya adalah berapa persen Islam lini Berkemajuan, Islam Nusantara, dan Islam “abangan”, misalnya. Padahal, jelas data menunjukkan prosentase 90 persen yang berarti menuntut penggalian lebih jauh apakah 90 persen itu sebuah entitas yang tunggal, Islam yang tunggal atau justru varian Islamnya beragam. Kekurangan ini perlu digali oleh Muhammadiyah untuk menyusun strategi dakwah yang salih li kulli makan wa zaman, sebuah dakwah yang ramah budaya dan semangat zaman.

Gambar 1. Prosentasi agama masyarakat di Jawa Timur sumber: BPS Jawa Timur

Makna lain dari statistik terhadap Muhammadiyah adalah apakah dakwah selama ini sudah mampu memberi pengaruh pada masyarakat? Kalau iya, seberapa besar pengaruh tersebut pada masyarakat Jawa Timur? Dua pertanyaan sederhana ini dapat menuntun kita pada semacam mini longue durée dakwah Muhammadiyah. Sejak kapan atau seberapa lama kita berdawah dan bagaimana dampaknya? Kalau selama satu abad kita sudah berhasil membangun banyak Amal Usaha, dengan kuantifikasi jumlah warga Muhammadiyah yang membesar, apakah hal tersebut sudah mengubah cara pandang mereka atau menjadikan warga lain masuk dalam organisasi? Jangan-jangan kita semakin banyak dalam kuantitas AUM namun tidak banyak berhasil dalam mengajak warga lain. Dan peningkatan jumlah warga persyarikatan memang siklus dari faktor keturunan saja. Mungkin pemikiran seperti ini juga penting untuk dipertimbangkan.

B. PSIKOLOGI SOSIAL MASYARAKAT DI JAWA TIMUR

Perihal masyarakat Jawa Timur lainnya adalah psiko sosial penduduknya. Mengukur psikososial secara kualitatif tentu memerlukan energi besar dan waktu lama. Namun kita bisa memahami psikososial dari aspek kebudayaan dan agama yang dianut penduduknya. Pada bagian sebelumnya sudah diuraikan tentang proporsi budaya dan agama masyarakat Jawa Timur. Namun, perihal lain yang perlu kita perhatikan dalam konteks psiko sosial ini adalah sisi proporsi kematangan dalam konteks umur.

Data statistik menunjukkan bagaimana proporsi warga yang tergolong generasi Z menjadi paling banyak di Jawa Timur. Sebagaimana hasil survei statistik, Generasi Z ini memiliki persentase 24,80 disusul dengan generasi Milenial yang hanya sedikit di bawahnya yaitu 24,32 saja, dan berikutnya adalah generasi X, Baby Boomer, Post Gen Z, dan pre Boomer. Makna dari hasil survey statistic ini sangat penting untuk menyusun strategi dakwah. Tiga generasi yaitu Generasi Z, Milenial, dan Generasi X menjadi kunci dari psiko sosial masyarakat Jawa Timur. Hal ini dapat dipertimbangkan dalam dakwah tentang bagaimana desain dakwah dapat diterima oleh masing-masing generasi dengan mempertimbangkan unsur budaya dan tipe keislaman mereka.

Gambar 2. Presentase warga Jawa Timur berdasar kategori umur sumber: timesindonesia.co.id

Strategi dakwah Muhammadiyah tampaknya juga sangat penting untuk mempertimbangkan segmentasi sasaran dakwah. Dalam sekup yang lebih luas lagi, data umur pada gambar 2 tidak sekadar menampilkan struktur generasi saja melainkan mengindikasikan faktor psikologi masyarakat sesuai umur dan sensibilitas atau selera mereka. Kita tidak bisa mengelak bahwa selera generasi milenial dengan generasi X dan Z memiliki perbedaan di mana cara memeperoleh informasi yang diyakini berbeda. Misalnya, generasi milenial lebih cenderung untuk memperoleh informasi dari internet dibanding generasi X. Belum lagi masalah lain seperti sikap mereka terhadap hal baru yang bisa saja resisten terhadap hal baru atau bahkan tingkat acceptance dan kritisisme lebih kuat. Faktor-faktor tersebut harus menjadi pertimbangan penting persyarikatan untuk mendesain lagi strategi dakwah yang sesuai dengan konteks psiko sosial warga Jawa Timur.

C. POLITIK DAN EKONOMI DI JAWA TIMUR

Selain data tentang masyarakat, kebudayaan, dan psikologi sosial warga Jawa Timur, lini penting yang mempengaruhi hajat hidup masyarakat adalah ekonomi dan politik. Dua lini ini justru galib dianggap sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Lini pertama yaitu politik memainkan peran strategis dalam desain makro tentang berbagai bidang termasuk ekonomi. Sebab, beberapa keputusan strategis memang tidak lepas dari peran politik yang berkembang di Jawa Timur. Adapun lini ekonomi sebenarnya juga kerap mempengaruhi dinamika politik di Jawa Timur. Dua lini ini tentu saja sangat amat penting untuk dipetakan dan dipertimbangkan dalam usaha desain dakwah yang kontekstual dan apropriatif di Jawa Timur.

Mengenai ihwal politik, Jawa Timur memiliki peta perpolitikan yang tidak bisa lepas dari peta kecenderungan kebudayaan masyarakat. Kategori budaya Mataraman, Arekan, Pandalungan, dan Madura memiliki relasi cukup signifikan. Hal yang mungkin dapat memudahkan gambarab peta politik Jawa Timur adalah perolehan suara partai politik. Dalam hal ini, kita bisa lihat pada hasil pemilu 2019 di mana setidaknya masyarakat dengan budaya mataraman dengan pilihan partai politik PDI-P masih menjadi favorit. Memang, tidak lantas pemetaan partai politik punya hubungan erat dengan budaya setempat, namun ada kecenderungan itu. Sebagian masyarakat mataraman juga masih memfavoritkan partai politik PKB khususnya mereka yang ada diseputar Jatim Utara (lihat gambar 3).

Gambar 3. Peta Pemerolehan Suara Partai Politik di Jawa Timur.

Makna dari data tentang peta politik di Jawa Timur ini menggambarkan secara terang bahwa memang preferensi masyarakat Jawa Timur terhadap partai politik masih cenderung ke arah PDI-P dan disusul partai PKB. Partai lainnya cenderung jauh di bawah kedua partai tersebut. Fakta yang berbasis pada data ini dapat menjadi pertimbangan bagi gerak dakwah Muhammadiyah ke depan, khususnya di ranah politik.

Sementara itu, perihal ekonomi masyarakat Jawa Timur yang diklaim relatif stabil, kita masih perlu memperhatikan berbagai aspek ekonomi yang begitu luas dalam struktur sosial ekonomi masyarakat. Perihal ini diklaim mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Jawa Timur dengan pertumbuhan berbagai sektor seperti ekspor-impor, pembiayaan, perbankan, investasi, perdagangan umum hasil pertanian dan kelautan, inflasi-deflasi, koperasi dan pariwisata. Dari berbagai sektor yang ada, Persyarikatan perlu lebih strategis lagi untuk merumuskan desain dakwah di pelbagai lini sektor. Muhammadiyah tentu saja sudah memiliki beberapa lini pengembangan usaha yang cukup mapan. Namun pergerakan masih terbatas tidak pada banyak sektor. Untuk itu, perlu langkah strategis lagi untuk mendesain penguatan lini ekonomi diberbagai sektor.

BAB VII

STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI JAWA TIMUR

Untuk membumikan Islam Berkemajuan, Muhammadiyah Jawa Timur perlu menerjemahkan dan mengkontekstualisasikan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam berbagai dimensi kehidupan baik dalam bidang politik, pemerintahan, ekonomi, budaya, dan bidang-bidang lainnya. Dakwah Islam berkemajuan mendasarkan diri untuk melanjutkan misi kenabian sebagaimana yang telah dicontohnya oleh Nabi Muhammad SAW dan para nabi sebelumnya. Untuk meraih predikat khairu ummah (umat terbaik) tentu bukan sesuatu yang taken for granted atau secara otomatis. Akan tetapi ada prasyarat yang harus dipenuhi yaitu melakukan amar ma’ruf (humanisasi dan edukasi), nahi mungkar (liberasi/pembebasan), tu’minuna billah (transedensi/spiritualisasi). Jika prasyarat tersebut dapat dipenuhi oleh Muhammadiyah, maka menjadi umat terbaik dapat menjadi kenyataan. Hal ini sebagaimana yang disinggung dalam Surat Ali ‘Imran ayat 110 di bawah ini:

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.”

Dalam ayat tersebut secara jelas memerintahkan kepada umat Islam, termasuk Muhammadiyah di dalamnya, untuk melaksanakan misi kenabian, yaitu amar ma’ruf, nahi munkar dan tu’minuna billah dalam berbagai bidang kehidupan di kalangan masyarakat Jawa Timur. Di bawah ini akan diuraikan secara singkat tentang strategi dakwah Islam berkemajuan kepada berbagai kalangan masyarakat di Jawa Timur. Dengan harapan, gagasan dan praktik Islam berkemajuan dapat diimplentasikan dalam kehidupan sehari-hari baik secara individual, kelompok dan masyarakat di Jawa Timur.

Dalam memetode dakwah terangkum dalam Al-Qur’an surat An-Nahl (16) ayat 125:

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

“Berangkat dari spirit ayat di atas, Muhammadiyah mengeskternalisasikan atau menyebarkan semangat dan nilai-nilai Islam berkemajuan kepada masyarakat Jawa Timur dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Mengajak kepada semua kalangan menuju kepada (kebaikan di) jalan tuhan dengan hikmah/kebijakansaan, nasehat yang baik serta mengajak dialog yang terbaik untuk mencari kemaslahatan bersama yang diridhoi oleh Allah SWT.”

A. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI ARENA POLITIK

Politik merupakan bidang yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui proses politik, sirkulasi kepemimpinan formal baik di tingkat desa, kabupaten atau kota, provinsi dan level nasional ditentukan. Peran partai politik sangat penting dalam menentukan para calon pemimpin formal baik pada ranah legislatif dan eksekutif. Ketika mereka telah terpilih, merekalah yang akan membuat berbagai kebijakan publik dalam berbagai bidang, termasuk menyangkut dengan bidang yang selama ini menjadi lahan dakwah utama Muhammadiyah. Sehingga realitas politik ini perlu menjadi kesadaran bagi setiap pemimpin Muhammadiyah di setiap tingkat kepemimpinan.

Muhammadiyah memiliki tanggungjawab untuk memperjuangkan kemaslahatan publik bagi semua anak bangsa. Hal ini sesuai dengan salah satu poin dalam Matan keyakinan dan cita-cita Muhammadiyah hasil dari Keputusan Tanwir Muhammadiyah di Ponorogo tahun 1969; “Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT: “Baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur”. Para pemimpin Muhammadiyah perlu membangun komunikasi baik secara struktural dan kultural dengan para elit politik, di setiap tingkatan. Mempererat silaturahmi dalam rangka menyampaikan misi dakwah Islam Muhammadiyah kepada para pemimpin dengan harapan mereka juga memiliki kesepahaman dengan agenda Muhammadiyah untuk memberikan kemaslahatan bagi publik secara luas. Dengan silaturahmi dan komunikasi yang luwes, Muhammadiyah diharapkan mampu memberikan masukan dan saran yang kontruktif bagi para pemimpin baik di tingkat legislative maupun eksektutif yang menjalankan pemerintahan. Lebih lanjut, mereka juga bisa diajak mendukung dan bekerjasama dalam mendukung agenda keumatan dan kemanusiaan yang dijalankan oleh Muhammadiyah.

B. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN BIROKRAT

Salah satu pilar penting dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayan terhadap publik adalah birokrasi pemerintahan. Para birokrat di berbagai tingkatan baik di level desa, kecamatan, kabupaten hingga pusat mereka adalah abdi negara atau pegawai negeri sipil. Muhammadiyah sangat menyadari bahwa peran birokrasi yang bersih dan professional merupakan pilar penting bagi majunya sebuah pemerintahan negara. Oleh karena itu Muhammadiyah mempunyai kepentingan untuk mendorong tata kelola birokrasi yang baik, bersih dan profesional melalui dakwah Islam berkemajuan di lingkungan birokrasi.

Pimpinan Muhammadiyah di setiap tingkatan perlu memahami posisi strategisnya kaum birokrat yang mengelola dan mengatur jalannya birokrasi di setiap tingkat pemerintahan. Muhammadiyah memiliki amal usaha dalam berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, kesehatan dan lainnya. Dalam praktiknya Muhammadiyah akan sering berinteraksi dengan birokrasi pemerintah. Dengan adanya birokrasi yang bersih, baik dan melayani akan sangat bermanfaat bukan hanya bagi Muhammadiyah tapi juga masyarakat secara luas.

Muhammadiyah perlu membangun silaturahmi dan komunikasi yang produktif dengan para elit birokrat, apalagi para birokrat yang sangat sering bersinggungan dengan bidang amal usaha Muhammadiyah. Dengan komunikasi yang baik dengan para birokrat akan memudahkan Muhammadiyah untuk juga berdakwah dalam birokrasi yang mempunyai peran penting dalam pelayanan publik. Dakwah yang dilakukan Muhammadiyah bisa secara personal dan kultural dengan para pimpinan birokrasi pemerintahan. Para pimpinan Muhammadiyah setiap tingkatan perlu memiliki kesadaran akan pentingnya dakwah mendekati pemimpin birokrasi sebagai bagian strategi dakwah di kalangan birokrat. Maka pimpinan Muhammadiyah perlu secara supel, lentur dan percaya diri berinteraksi dengan para birokrat di setiap tingkatan dengan harapan mereka ikut membantu dan bahkan bergabung dalam dakwah Muhammadiyah.

C. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN PELAKU EKONOMI

Dalam sirah Nabawi dijelaskan bahwa dalam berdakwah nabi didukung oleh para sahabat yang memiiki latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Ada sahabat yang sederhana dan ada pula sahabat yang dikenal sebagai pedagang dan kaya raya. Beberapa sahabat nabi yang dikenal saudagar antara lain Abdurahman bin Auf, Utsman Bin Affan, dan Zubair bin Awwam. Ketiga orang sahabat ini menjadi pendukung nabi bukan hanya secara secara moral dan psikologi akan tetapi juga secara material. Dengan kekuatan harta benda mereka paara sahabat yang berasal dari ekonomi atas tersebut mendukung dan bahkan menyertai perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu menyebarkan dakwah Islam pada masa awal.

Dalam konteks Muhammadiyah Jawa Timur, perlu juga mengambil ibrah (pelajaran) dari sejarah perjuangan dakwah Islam pada masa awal. Peran agensi ekonomi, khususnya pada saudagar sahabat dan sahabat saudagar Nabi Muhammad SAW sangat strategis dalam membantu dakwah baik ketika di Mekkah maupun di Madinah. Dan ini sangat sesuai dengan sejarah awal kelahiran Muhammadiyah yang juga tumbuh dan berkembang didukung jejaring para saudagar atau entrepreneur yang berada di kota Yogyakarta, Surakarta dan Pekalongan. Seiring dengan perkembangan Muhammadiyah juga berkembang ke luar Jawa yang juga didukung oleh para saudagar. Dengan kekuatan jejaring sosial dan modal finansial yang mereka miliki, mereka saling menopang dan membantu perkembangan gerakan dakwah Muhammadiyah.

Berangkat dari realitas historis di atas, Muhammadiyah Jawa Timur perlu memperkuat dakwah Islam berkemajuan di kalangan para pelaku ekonomi, saudagar dan entrepreneur di lingkungan Muhammadiyah dan juga di luar Muhammadiyah. Untuk para saudagar, pengusaha dan entrepreneur yang berasal dari keluarga/lingkungan Muhammadiyah maka perlu melakukan penguatan dan konsolidasi secara intensif. Mengajak mereka untuk bersama-sama membantu dan terlibat dalam dakwah Muhammadiyah, khususnya dalam bidang ekonomi dan bisnis. Perlu menghidupkan forum-forum silaturahmi sebagai sarana untuk membangun kesadaran kolektif diantara para saudagar/pengusaha yang berasal dari keluarga/lingkungan Muhammadiyah. Salah satu forum yang bisa dimanfaatkan adalah dengan menfasilitasi secara aktif jaringan saudagar Muhammadiyah bukan hanya ditingkan wilayah tapi juga di tingkat daerah. Forum tersebut bukan hanya sebagai wahana untuk mendiskusikan kolaborasi bisnis akan tetapi juga sebagai ruang memperkuat komitmen untuk mendukung dakwah Muhammadiyah.

Bagi pelaku ekonomi, saudagar atau pengusaha muslim yang bukan berasal dari keluarga atau di luar lingkungan Muhammadiyah, persyarikatan mempunyai kewajiban berdakwah kepada mereka. Para pimpinan persyarikatan dapat membangun komunikasi dan silaturahmi kepada mereka, berjumpa dan berdialog dengan mereka. Muhammadiyah juga dapat mengundang dalam kegiatan-kegiatan pengajian Muhammadiyah untuk dapat berbagi pengalaman mereka. Dengan memberi ruang bagi mereka, mereka akan merasa dihargai. Mereka juga dapat diundang secara khusus dalam forum terbatas Muhammadiyah dan pelaku ekonomi, dengan harapan mereka semakin mengenal tentang apa itu Muhammadiyah. Intensitas perjumpaan dan dialog dengan para pebisnis, saudagar serta entrepenur Muhammadiyah dapat belajar dari mereka dan sebaliknya mereka juga bisa lebih mengenal dan tertarik untuk bekerjasama, bahkan mendukung dan bergabung dalam gerakan dakwah Muhammadiyah. Kalau tidak bergabung minimal mereka ikut membantu dan menjadi mitra Muhammadiyah dalam menjalankan dakwah.

D. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN PROFESIONAL

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2017), profesional dimaknai sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan profesi atau memerlukan kepandaian khusus dalam menjalankan pekerjaan yang mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Lebih lanjut dipahami bahwa kaum profesional adalah sekelompok orang yang menawarkan jasa atau layanan sesuai protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya, dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Dalam menjalankan profesinya mereka dipandu oleh etika profesional yang mencakup prinsip perilaku untuk para profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun idealistis. Suatu etika profesional ditetapkan oleh organisasi profesi bagi para anggotanya yang secara sukarela menerima prinsip perilaku profesional.

Identitas kaum professional sering dinisbatkan kepada sekelompok profesi seperti dokter, insiyur, pengacara, notaris, bankir, pekerja di kantor atau perusahan besar baik nasional maupun multinasional yang sering disebut sebagai white collar worker (karyawan kerah putih) atau sejenisnya. Muhammadiyah perlu memahami realitas kontemporer kelompok kelas professional yang memiliki budaya pekerjaan yang khas. Mereka adalah orang-orang yang memiliki pendidikan tertentu secara ketat dan memiliki keahlian spesifik secara professional. Gagasan dakwah terhadap kelompok ini telah lama dikemukakan Kuntowijoyo, intelektual Muhammadiyah, tentang perlu dakwah di kalangan kaum professional. Ia mendorong Muhammadiyah untuk membentuk organisasi-organisasi professional di lingkungan Muhammadiyah, seperti ikatan dokter Muhammadiyah, ikatan insiyur Muhammadiyah, ikatan dosen Muhammadiyah, ikatan pengacara Muhammadiyah dan lainnya.

Dengan membentuk organisasi-organisi profesi di lingkungan Muhammadiyah, harapannya akan dapat merangkul kaum professional untuk masuk dan bersentuhan dengan Muhammadiyah. Mereka bisa jadi berasal dari kader Muhammadiyah dan keluarga Muhammadiyah. Atau bahkan mereka yang bukan berasal dari keluarga Muhammadiyah. Melalui organisasi-organisasi profesi tersebut akan dapat menarik kaum profesional bergabung dalam wadah pengajian atau forum yang diinisiasi oleh kader yang menjadi penggerak di lingkungan kaum professional, baik secara kultural maupun struktural.

Dakwah terhadap kaum professional ini sangat penting, khususnya di kawasan urban/perkotaan. Muhammadiyah perlu mendorong kader-kader yang berkiprah dalam dunia professional menginisiasi perkumpulan-perkumpulan untuk menyebarkan dakwah islam berkemajuan ala Muhammadiyah. Misalnya di Jakarta telah lahir pengajian yang bertransformasi menjadi Pimpinan Ranting istimewa Muhammadiyah di kawasan bisnis Jakarta. Sebuah ranting yang mayoritas anggotanya adalah para pekerja professional yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman sebagai pusat bisnis, keuangan dan komersial di DKI Jakarta. Pengajian atau ranting yang awalnya diinisiasi oleh kader Muhammadiyah dan kemudian mengajak kolega atau teman sesama pekerja kantoran yang berasal dari kawasan perkantoran tersebut. Dan sekarang telah berkembang menjadi Ranting istimewa Muhammadiyah berdasarkan profesi mereka.

E. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN INFLUENCER

Revolusi teknologi digital sangat berdampak bagi berbagai dimensi kehidupan manusia. Perkembangan internet mendorong perubahan cara berfikir, bersikap dan bertindak umat manusia di berbagai belahan dunia, tidak kecuali Indonesia. Teknologi internet melahirkan sosial media, seperti facebook, twitter, Whatsapp, Telegram, Instagram dan aplikasi media sosial lainnya. Hanya dengan gadget atau handphone orang-orang bisa berselancar dan berinteraksi dengan orang lain atau mencari berbagai macam informasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Dalam perkembangannya budaya digital ini melahirkan sekelompok orang yang disebut sebagai influencer. Mereka adalah sekelompok orang yang secara intens menggunakan media sosial sebagai sarana untuk memperesentasikan diri mereka dan juga menyampaikan pesan-pesan tertentu sesuai dengan pikiran, gagasan dan pengalaman mereka dalam berbagai peristiwa. Mereka secara aktif menggunakan media sosial untuk memberikan komentar atau respon dalam berbagai isu-isu tertentu. Bukan hanya itu dalam media sosial tersebut mereka memiliki teman dan follower atau pengikut yang sangat banyak. Bahkan dari follower yang sangat banyak tersebut mereka dapat mengkonversi menjadi sumber penghasilan.

Para influencer ini berasal dari beraneka ragam latar belakang, ada yang berasal dari anak muda, musisi, akademisi, ustadz, politisi, aktor, olahragawan, orang biasa dan lain sebagainya. Pandangan dan komentar mereka melalui status media sosial banyak difollow (diikuti) oleh para netizen. Mereka memliki pengikut juga penggemar yang banyak, meski tentu juga memiliki orang yang tidak cocok atau bahkan pembeci terhadap para influencer tersebut. Terlepas itu mereka memiliki pengaruh mempengaruhi cara pandang netizen dan publik secara umum. Ketika mereka menyampaikan pesan-pesan kebaikan, maka akan banyak diketahui dan juga diikuti oleh para followernya.

Dakwah Muhammadiyah juga perlu untuk memetakan dan juga membangun komunikasi dengan para influencer di media sosial. Muhammadiyah perlu mengajak kaum muda dan juga kader-kader Muhammadiyah yang telah menjadi influencer dan potensial menjadi influencer di sosial media untuk bersinergi menyebarkan luaskan dakwah Islam berkemajuan ala Muhammadiyah. Melalui kader-kader Muda Muhammadiyah itulah pikiran tokoh-tokoh Muhammadiyah disampaikan kepada publik. Atau bahkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang potensial perlu juga dijadikan influencer di media sosial dengan ceramah-ceramah mereka disebarkan melalui akun sosial media. Sehingga publik bisa terus mengikuti informasi dan juga ajaran-jaran Islam ala Muhammadiyah melalui tokoh-tokoh dan generasi muda Muhammadiyah di sosial media.

Selain mendorong lahirnya influencer di lingkungan Muhammadiyah, Persyarikatan perlu juga membangun komunikasi dengan para influencer media sosial di luar Muhammadiyah yang potensial untuk bisa diajak kolaborasi dalam menyebarkan gagasan dan praktik dakwah islam berkemajuan ala Muhammadiyah. Persyaraikatan perlu secara berkala mengajak dialog dan mengundang mereka dalam kegiatan-kegiatan Muhammadiyah. Sehingga mereka merasa dihargai dan bersemangat untuk mengabarkan kerja-kerja dakwah Muhammadiyah dalam berbagai bidang dan juga praktik baik di lingkungan Muhammadiyah di media sosial. Syukur-syukur mereka tergerak hatinya untuk bergabung dalam gerakan dakwah di Muhammadiyah.

F. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN AKTIVIS MASYARAKAT SIPIL

Aktivis masyarakat sipil (civil society) sering diidentikkan sebagai kelompok orang yang concern terhadap isu-isu Hak Azasi Manusia (HAM) dan Demokrasi dengan segala macam turunannya untuk keadilan dan kebaikan publik. Para aktivis masyarakat sipil ini biasanya tergabung dalam berbagai lembaga yang beragam jenisnya, ada yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat, lembaga/pusat kajian, perguruan tinggi atau organisasi kemasyarakat. Secara konkret, mereka ada yang tergabung dalam LSM misal seperti LSM Anti Korupsi (seperti Institute for Corruption Watch dan Malang Corruption Watch), bergerak di bidang hukum seperti YLBHI dan jejaring LBH-nya, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan GreenPeace yang bergerak dalam isu lingkungan, Perludem yang bergerak dalam bidang demokrasi dan politik pemilihan, Maarif Institute yang bergerak dalam bidang keagamaan dan budaya, Migran Care dalam bidang buruh migran dan lainnya. Di atas contoh beberapa organisasi dimana para aktivis masyarakat sipil berkiprah.

Para aktivis masyarakat sipil ini dikenal fokus terhadap isu dan problematika publik yang mereka geluti. Mereka memiliki kelebihan dalam membangun wacana dan praktik untuk mempertahankan posisi otonom masyarakat di hadapkan pada kekuasanan dominan negara dan pasar. Bukan rahasia lagi, terkadang negara dengan kekuasaan politiknya yang dominan dan juga pasar dengan kekuatan ekonomi yang sangat kuat menggerus posisi dan peran masyarakat sipil, termasuk Muhammadiyah di dalamnya. Maka Muhammadiyah yang juga bagian dari masyarakat sipil perlu untuk membangun komunikasi strategis dengan para aktivis masyarakat sipil yang memiliki irisan kepentingan yang sama yaitu untuk membangun kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang demokratis, adil, makmur dan kebaikan untuk semua kalangan.

Muhammadiyah perlu melakukan dakwah Islam Berkemajuan dengan para aktivis masyarakat sipil yang memiliki spirit yang sama yaitu amar ma’ruf (humanisasi) dan nahi munkar (liberasi/pembebasan dan pemberdayaan) di dalam masyarakat. Kesamaan keprihatinan terhadap problematika di ruang publik menjadi pintu masuk Muhammadiyah untuk mengajak para aktivis masyarakat sipil duduk bersama, berdialog, berbagi pengetahuan dan strategi penyelesaian terkait problematika masyarakat, khususnya masyarakat yang lemah dan dilemahkan (mustadh’afin). Dengan interaksi dan kolaborasi yang intens tersebut, pegiat Muhammadiyah baik secara langsung maupun tidak langsung tentang nilai-nilai Islam ala Muhammadiyah kepada mereka.

G. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI KALANGAN AKAR RUMPUT DAN KAUM MUSTADHAFIN

Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf dan nahi munkar, Muhammadiyah berkomitmen untuk terus mengembangkan pandangan dan misi Islam yang berkemajuan sebagaimana spirit awal kelahirannya. Pandangan Islam berkemajuan yang diperkenalkan oleh pendiri Muhammadiyah telah melahirkan ideologi kemajuan, yang dikenal luas sebagai tajdid Islam dan juga reformasi sosial untuk pencerahan. Pencerahan (tanwir) sebagai wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan hidup umat manusia.

Muhammadiyah sejak awal kemunculannya telah menunjukkan keprihatinan dan keberpihakannya kepada kaum akar rumput (grassroot), yaitu masyarakat yang berada pada struktur sosial paling bawah. Mereka juga sering disebut sebagai kawula alit atau wong cilik. Hal ini bisa dilihat KHA Dahlan mengajak para murid-muridnya untuk menyantuni fakir, miskin dan anak jalanan. Dakwah kepada kaum akar rumput yang kurang beruntung tersebut merupakan hasil dari pemahaman KHA Dahlan yang mendalam terhadap surat Al Ma’un. Bahwa orang yang beragama dikatakan mendustakan agama bila mereka tidak memiliki kepedulian dan tergerak hati mereka untuk membantu meringankan beban kaum fakir, miskin dan anak-anak terlantar. Spirit ajaran KHA Dahlan inilah yang kemudian dikenal sebagai teologi Al-Ma’un.

Selain itu, KHA Dahlan juga menginisisasi pendirian madrasah dan sekolah yang bisa diakses oleh masyarakat luas yang notabenenya mereka adalah kaum akar rumput. Pada masa kolonial tidak semua orang bisa mengakses pendidikan, hanya mereka yang berasal dari kalangan bangsawan yang bisa memperoleh pendidikan. Melalui pendirian madrasah atau sekolah Muhammadiyah, memungkinkan banyak warga biasa atau kalangan akar rumput dapat mengenyam pendidikan. Melalui lembaga-lembaga pendidikan itulah internalisasi Islam berkemajuan dikenalkan kepada para peserta didik. Semakin banyaknya sekolah Muhammadiyah berdiri, maka semakin tersebar luasnya paham Islam berkemajuan ala Muhammadiyah kepada masyarakat luas di kalangan grassroot.

Dalam konteks sekarang, dakwah Islam berkemajuan perlu terus disebarkan kepada masyarakat luas. Khususnya di kalangan menengah bawah yang jumlahnya lebih banyak dari pada kalangan elit. Perlu strategi yang relavan dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan masyarakat di tingkat bawah dan menengah. Bukan hanya sekedar dakwah di atas mimbar saja, tapi juga perlu memperkuat dengan dakwah digital. Yaitu memanfaatkan teknologi digital seperti media sosial mutakhir, seperti youtube, facebook, Whatsapp dan lainnya sebagai sarana menyebarkan nilai-nilai Islam berkemajuan dalam berbagai bidang. Melalui media sosial, kontek-konten yang berisikan pesan-pesan keislaman ala Islam berkemajaun bisa dapat disebarluaskan. Tentu Muhammadiyah melalui lembaga dan majelis-nya perlu mempersiapkan materi-materi yang mutakhir dan kontekstual yang dihadapi masyarakat di level bawah.

Muhammadiyah telah mempunyai kepedulian terhadap kaum Mustadh’afin yaitu orang-orang yang dilemahkan oleh kondisi objektif atau pun oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan ekonomi politik. Muhammadiyah perlu melakukan kajian-kajian terkait masyarakat yang dilemahkan ini di provinsi Jawa Timur. Setelah melakukan pemetaan terhadap realitas ketertindasan kelompok-kelompok masyarakat tersebut, maka tahap selanjutnya adalah menjelaskan mengapa kondisi tersebut terjadi. Pembacaan terhadap persoalan tersebut akan memberikan pilihan strategi dan juga tawaran solusi Muhammadiyah membantu kelompok masyarakat yang mengalami ketertindasan atau korban dari sebuah proses ekonomi politik tersebut.

Salah satu contoh, problematika tambang yang terjadi di beberapa daerah jawa Timur yang menyebabkan terjadinya ketegangan dan bahkan konflik diantara kelompok masyarakat. Beberapa kelompok kecil orang-orang yang memiliki akses ekonomi dan politik berhadapan dengan masyarakat desa yang terdampak dengan adanya proyek pertambangan. Beberapa kasus dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi isu daerah dan bahkan hingga menjadi isu nasional. Muhammadiyah melalui majelis dan lembaga yang terkait problematika ini harus mengambil peran untuk menjadi bagian dari penyelesaian masalah. Muhammadiyah dengan kekuatan komunikasi dengan berbagai pihak, baik di level struktural atau pun kultural perlu untuk mendorong pemerintah sangat memperhatikan terhadapi dampak yang diakibatkan terutama bagi masyarakat kecil yang menjadi korban dan berada pada posisi sangat lemah dihadapkan dengan pihak-pihak pemiliki modal dan akses kekuasaan.

H. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DALAM FORUM PENGAJIAN

Pengajian merupakan aktivitas yang sangat penting dalam gerakan dakwah Islam, baik itu di lingkungan Muhammadiyah maupun umat Islam secara umum. Dalam konteks Muhammadiyah pengajian merupakan syarat penting bagi berdirinya atau adanya ranting, struktur terbawah di lingkungan Muhammadiyah. Melalui forum pengajian tersebut para pimpinan, jamaah atau pun simpatisan Muhammadiyah menadapatkan berbagai macam pengetahuan dan informasi, baik itu terkait pengetahuan ke-Islaman, kemuhammadiyahan, keorganisasian maupun informasi penting lainnya. Singkatnya pengajian menjadi forum yang paling sering dilakukan di tingkat akar rumput.

Pengajian dilaksanakan hampir di setiap tingkatan pimpinan di lingkungan Muhammadiyah. Melalui forum pengajian, para pimpinan dan aktivis Muhammadiyah dapat terus memperkenalkan apa itu Islam Berkemajuan. Melalui pengajian-pengajian tersebut, para aktivis Muhammadiyah dapat mengkontekstualisasikan Islam berkemajuan dengan permasalahan kontemporer. Sehingga gagasan Islam berkemajuan dapat dijadikan acuan dalam membaca dan juga menawarkan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh jamaah Muhammadiyah.

Selain di lingkungan Muhammadiyah, para aktivis Muhammadiyah yang aktif sebagai penggerak pengajian (baik itu sebagai pembicara atau peserta) di berbagai kelompok (internal dan eksternal Muhammadiyah) dapat secara pelan-pelan memperkenalkan spirit, pemikiran dan juga contoh-contoh praktik dari Islam berkemajuan. Sebagai harapan, peserta pengajian semakin memahami dan tertarik untuk mendukung dan juga bergabung bersama dalam rangka merealisasikan gerakan Islam berkemajuan sebagai gerakan Islam yang memberi manfaat bagi semua kalangan, baik itu warga Muhammadiyah, orang Islam secara umum dan juga warga negara Indonesia lainnya.

Tak kalah pentingnya, para aktivis Muhammadiyah harus memulai dari diri mereka sendiri (ibda’ binafsik), karena akhlak para pimpinan dan aktivis Muhammadiyah menjadi perhatian atau contoh bagi jamaah atau masyarakat yang mengikuti pengajian. Tindak tanduk atau akhlak mereka itulah yang dijadikan sebagai ukuran. Bila mereka menunjukkan akhlakul karimah maka secara tidak langsung mereka menjadi duta bagi realisasi Islam yang memiliki ciri maju atau berkemajuan. Tapi sebaliknya, bila mereka tidak dapat menunjukkan diri sebagai teladan, maka gerakan islam berkemajuan akan berkembang.

I. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI MASJID

Muhammadiyah memandang peran penting dan strategis masjid sebagai pusat gerakan dakwah Islam berkemajuan di akar rumput. Bagi persyarikatan Muhammadiyah, masjid bukan hanya sekedar tempat ibadah dan dakwah tapi juga sebagai ruang interaksi pimpinan, anggota, jamaah, simpatisan dan masyarakat secara umum. Masjid juga sebagai ruang bagi penyebaran ilmu pengetahuan Islam dan kemuhammadiyahan, singkatnya masjid sebagai pusat ibadah, gerakan dakwah sekaligus juga sebagai madrasatul ‘ilmu dan bahkan juga pemberdayaan masyarakat. Upaya mengabungkan beberapa fungsi masjid tersebut harus terus dilakukan untuk memberi manfaat yang lebih besar bagi warga Muhammadiyah dan umat Islam.

Perlu upaya revitalisasi peran dan fungsi masjid-masjid yang berada di bawah naungan persyarikatan Muhammadiyah untuk menjadi ujung tombak penyebaran risalah Islam Berkemajuan. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk melakukan revitalisasi masjid-masjid Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah melalui majelis dan lembaga terkait perlu melakukan konsolidasi terhadap masjid-masjid di lingkungan Muhammadiyah. Selain itu juga perlu untuk terus melakukan penguatan kapasitas pengelola dan lembaga takmir masjid di seluruh Jawa Timur. Kedua, mendorong masjid-masjid Muhammadiyah untuk mengabungkan empat fungsi utama masjid; pusat ibadah, gerakan dakwah, pendidikan dan juga pemberdayaan warga persyarikatan dan umat. Ketiga, memperkuat kaderisasi pengelola/takmis masjid dengan melibatkan generasi muda untuk menjaga kesinambungan dakwah Islam berkemajuan di lingkungan masjid-masjid Muhammadiyah. Keempat, menyelenggarakan Musyawarah Masjid Muhammadiyah se-Jawa Timur sebagai ruang konsolidasi, berbagi pengalaman dan juga ruang membangun kesadaran kolektif diantara para takmir/pengelola masjid-masjid di lingkungan Muhammadiyah.

Melalui masjid-masjid Muhammadiyah, pengetahuan Islam Berkemajuan ala Muhammadiyah harus terus disebarkan oleh para pimpinan, aktivis, dan mubaligh Muhammadiyah. Melalui pengajian, ceramah, kultum di masjid-masjid Muhammadiyah, para aktivis Muhammadiyah menjelaskan apa itu Islam berkemajuan dan bagaimana contoh merealisasikannya dalam kehidupan nyata. Upaya memperkenal dan memahamkan tentang Islam (yang) Berkemajuan dalam paham Muhammadiyah harus terus dilakukan oleh semua kalangan, khususnya adalah para pegiat Masjid di lingkungan Muhammadiyah. Mengapa demikian? Karena mereka-lah para duta Muhammadiyah terdepan yang langsung berinteraksi dan bersinggungan secara langsung dengan para jamaah, simpatisan dan warga masyarakat secara luas.

BAB VIII

STRATEGI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DI MEDIA SOSIAL

Di Bab 5 telah dijelaskan mengenai strategi dakwah Islam Berkemajuan. Strategi tersebut menunjukkan bahwa ada empat hal penting yang perlu dipertimbangkan dan pada akhirnya digunakan secara optimal. Empat hal tersebut yakni: pertama, memanfaatkan segala potensi dan sumber daya yang ada; kedua, melibatkan semua pihak yang berkepentingan; ketiga, mengeksekusi melaui berbagai saluran dan jaringan yang dimiliki; dan keempat, mengupayakan kontekstualisasi dengan cara yang kreatif dan inovatif. Sesuai dengan perkembangan konteks kehidupan, terutama karena adanya globalisasi, revolusi kebudayaan, revolusi perilaku politik dan revolusi teknologi 4.0, penting kiranya menyusun pula secara lebih detil tentang strategi dakwah Islam Berkemajuan di media sosial.

A. DAKWAH DAN THE INTERNET OF THINGS

Pengertian dakwah sangat mudah dimengerti. Yakni, menyampaikan kebajikan kepada sesama. Sebaliknya, bagi para analis, pengamat maupun praktisi dakwah, the Internet of Things (IoT) adalah hal yang baru. IoT secara sederhana bermakna konsep yang memainkan peran internet sehingga kemanfaatannya semakin besar bagi kehidupan manusia. Cara kerja IoT adalah menghubungkan internet dengan benda-benda atau mesin-mesin yang membantu pekerjaan manusia. Hal ini melibatkan adanya saling berbagi data untuk membuat fungsi berbagai benda dan mesin tersebut semakin optimal. Keistimewaan IoT adalah mampu mengendalikan berbagai benda dan mesin secara jarak jauh baik itu melalui ponsel pintar, maupun komputer.

Mungkin dakwah yang secara langsung berhubungan dengan IoT belum ada. Terlebih bahwa, media belajar seperti misalnya yang melibatkan teknologi IoT juga belum ramai digunakan. Kita tahu bahwa di negara-negara maju, media pembelajaran yang memanfaatkan Virtual Reality (realitas virtual) dan Augmented Reality (realitas virtual yang dikombinasikan dengan realitas sebenarnya) sudah digunakan. Keduanya merupakan alat (biasanya dalam bentuk kaca mata canggih) yang mampu memvisualisasikan data IoT. Ketika menggunakan kaca mata canggih tersebut, kita seolah-olah hidup di dunia virtual. Bahkan bisa melakukan aktivitas belajar dan mengajar. Yang menarik, Universitas Siber Muhammadiyah sudah memiliki dan menggunakan sistem canggih ini. Dalam konteks dakwah, sekali lagi, jelas belum berjalan menuju ke arah ini. Namun, penting kita pikirkan secara kreatif dan inovatif mengenai bagaimana dakwah di masa yang akan datang. Barangkali kajian-kajian dan pengajian-pengajian bisa dilaksanakan dengan audience dari berbagai tempat di dunia, meskipun secara virtual berada di satu tempat dan kemudian di sana kita bisa saling berbagi wawasan, ilmu pengetahuan dan juga nilai-nilai Islam yang mulia. Dus, dalam konteks ini, dakwah sangat memungkinkan dilakukan.

B. DAKWAH DAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE

Artificial Intelligence (AI) adalah kecerdasan buatan yang biasanya diprogram pada komputer dan internet. Fungsinya adalah memecahkan berbagai persoalan kognitif yang berkaitan dengan kecerdasan manusia seperti misalnya membaca pola, memperkenalkan pola, proses pembelajaran dan lain sebagainya. Pada intinya, AI bisa menggantikan apa yang sebelumnya harus dilakukan oleh alam pikiran manusia secara kognitif. Kognitif itu sendiri adalah proses mental yang berkaitan dengan aktivitas pengamatan secara detil, berbahasa, mengingat, mepersepsi, memecahkan masalah, mengupayakan kreativitas dan memainkan pola tertentu dalam berpikir. Sebagai contoh, mengenal suara tertentu, mepersepsi objek secara visual, mengambil keputusan, menerjemahkan bahasa dan lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, AI mampu mengenali wajah kita (face recognition) sehingga bisa dimanfaatkan sebagai instrumen pembuka kode ponsel. Bahkan, AI juga berlaku pada berbagai program yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan komputer. AI juga digunakan pada robot pintar, video pengamatan khusus, kendaraan otomatis tanpa supir dan lain sebagainya.

AI pada program analisis media sosial misalnya, bisa memetakan pola kecenderungan penggunaan media tersebut. AI mampu membuat kategorisasi mengenai usia, gender, kesukaan, hobi, konten yang diminati, musik yang didengarkan, video yang ditonton, bagaimana persebarannya dan seterusnya. Tentu hasil analisis ini memudahkan para dai dan pelaksana program persyarikatan untuk memahami trend yang berlaku dalam konteks masyarakat tertentu. Dakwah, mau tidak mau, harus menyesuaikan dengan trend tersebut agar dapat diterima oleh segmen pendengar atau pemerhati tertentu yang spesifik. Atau, sekurang-kurangnya dakwah bisa memanfaatkan hasil analisis sebagai informasi, gagasan kebajikan atau hal lain yang bermanfaat yang dielaborasi dengan berbagai ajaran dan pemikiran keislaman. Bahkan dalam konteks mencari informasi yang berkaitan dengan hukum, fatwa dan referensi tentang kasus tertentu melalui kata kunci tertentu, AI bisa sangat bermanfaat. Para dai bisa dengan mudah membaca berbagai versi informasi mengenai hukum Islam secara akurat dan efisien.

C. DAKWAH DAN ALGORITMA MEDIA SOSIAL

Algoritma media sosial adalah cara menyortir postingan di media sosial berdasarkan relevansinya. Sortiran ini jelas membantu peringkat hasil pencarian. Misalnya kata kunci yang diketik adalah “Islam Berkemajuan” maka konten tertentu akan dimunculkan dan kemunculan itu diutamakan yang paling relevan dengan kata kunci tersebut. Peringkat yang tertinggi dari hasil pencarian tersebut besar kemungkinan merupakan konten yang paling banyak dicari orang. Manfaat adanya algoritma ini adalah memudahkan para pembuat maupun para pencari konten menemukan konten yang diinginkan.

Penguasaan mengenai cara kerja algoritma media sosial ini membantu para dai untuk menyebarkan konten dakwahnya sekaligus membantu para pencari konten untuk lebih mudah menangkap konten dakwah ini. Misalnya dakwah melalui Facebook. Platform ini ingin mengintensifkan keterlibatan para pengguna. Facebook dirancang untuk memudahkan mengakses postingan yang merangsang emosi, bukan promosi. Sedangkan platform media sosial lainnya memiliki cara yang unik dan khas masing-masing untuk mempertemukan dan memprioritaskan antara “konten” dengan pengguna platform tersebut.

D. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN CONTENT CREATOR KEBAJIKAN

Content Creator adalah pembuat konten. Konten yang dihasilkannya bisa berupa tulisan, gambar, foto, musik, video, dan lain sebagainya. Berbagai konten tersebut kemudian disebarkan melalui berbagai platform media sosial. Pembuat konten ini juga disebut dengan berbagai julukan, sesuai dengan platform yang dipakainya. Kalau menggunakan Blog, maka pembuat kontennya disebut Blogger. Vlogger untuk pembuat video. YouTuber untuk pembuat konten di YouTube, dan lain sebagainya. Berbagai kemampuan yang harus dimiliki oleh pembuat konten adalah kemampuan komunikasi, menulis, menggunakan alat pembuat konten seperti Microsoft Word, Photo Editor, Video Editor dan lain sebagainya. Pembuat konten juga harus memiliki kecakapan dalam riset dan analisis, karena dituntut untuk membuat konten yang kreatif, baru, segar, inspiratif dan trending. Konten yang baik biasanya orisinil, punya judul yang menyihir minat pembaca, pendengar atau penonton, mampu memberikan jawaban atas persoalan publik, akurat dalam menggunakan informasi, memiliki visualisasi (seperti foto atau video) yang menarik dan jelas, dan mampu menciptakan suasana saling berkomunikasi yang baik dengan pencari konten (engagement).

Dalam konteks ini, dakwah adalah konten dan para dai adalah pembuat konten kebajikan. Ketika konten dakwah tertentu trending (viral), jelas dianggap telah diakses oleh banyak pencari konten (viewers). Bahkan, platform media sosial kita berpotensi untuk diikuti oleh banyak orang (followers atau subscribers). Dengan akses yang banyak tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa konten dakwah kita mampu menginspirasi orang lain. Pada puncaknya, konten tersebut dijadikan sebagai langkah awal untuk mengupayakan perubahan menuju kepada kondisi dan situasi kehidupan yang lebih baik, produktif dan berkemajuan. Karena itu, tugas dakwah dalam konteks media sosial adalah tugas pembuatan konten kebajikan.

E. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN ANALISIS MEDIA SOSIAL

Dakwah adalah upaya aktif, sementara media sosial adalah sarananya. Sarana tersebut perlu juga dianalisis, terutama berkaitan dengan pertanyaan apakah dakwah berjalan lancar, efektif dan berdampak besar. Sumber analisis dalam hal ini adalah data. Pertama, data bisa dikumpulkan dari profil pengikut (followers atau subscribers). Kita bisa mengidentifikasi apakah profil para pengikut kita menunjukkan bahwa mereka sudah sesuai target dakwah. Bahkan kita juga bisa mengumpulkan informasi mengenai rentang usia, gender, lokasi geografis dan waktu aktif mereka ketika menggunakan media sosial. Kedua, data juga dapat diambil dari jangkauan dan impresi (reach and impression). Hal ini menyangkut tentang berapa kali sebuah konten muncul di media sosial, siapa pula yang mengakses dan apakah ada yang membagikannya. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tertarik dengan topik dakwah yang kita ajukan.

Ketiga, data yang perlu dianalisis adalah keterlibatan netizen. Artinya kita mempertimbangkan berapa banyak pengguna yang berinteraksi dengan konten kita, berapa banyak yang menyukai, berkomentar, membagikannya dan seterusnya. Hal ini memberikan informasi kepada kita tentang seberapa berkualitas dan menarik konten yang kita posting. Keempat adalah tentang seberapa sering akun dakwah kita disebutkan oleh netizen, baik melalui tag, mention, hastag dan lain sebagainya. Ini bisa menjadi indikator adanya sentimen tertentu baik itu yang positif, negatif atau netral. Terhadap keempat jenis data yang bisa dianalisis tersebut kita tidak perlu melakukannya secara manual. Kita bisa melihat fitur khusus, seperti misalnya Facebook Insight, Instagram Insight dan YouTube Analytics.

Melalui analisis media sosial ini, kita bisa mengetahui tentang konten apa yang digemari oleh netizen, rentang usia berapa yang mengaksesnya, bagaimana gendernya, lokasinya di mana, apakah mereka menyukainya, apakah mereka secara aktif berinteraksi dan memberikan komentar, seberapa banyak konten kita dibagikan dan seterusnya. Analisis ini tentu sangat membantu ketika kita berdakwah, mendesain konten dakwah dan memahami algoritma masing-masing platform media sosial yang kita manfaatkan untuk dakwah. Sebaik apapun yang kita pikirkan mengenai isi dan substansi Islam Berkemajuan, jika hal itu tidak dikemas sesuai dengan analisis ilmiah yang ada, maka tidak akan viral dan kemungkinan kecil akan memberikan dampak pada masyarakat.

F. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN DESAIN GRAFIS

Sebenarnya, isi dan substansi Islam Berkemajuan perlu divisualisasikan, baik itu menggunakan gambar maupun video. Bidang yang bisa mengemas konten Islam Berkemajuan dengan baik adalah desain grafis. Untuk dapat menguasai desain grafis dengan style yang khas, kita harus memiliki niat yang kuat sebagai desainer. Jelas ini bagian dari proses dakwah. Kedua, kita perlu banyak belajar dari berbagai desain yang inspiratif. Kita tidak perlu menjiplaknya, karena kita bisa membuat yang lebih baik dari hal itu. Bukan hasil akhirnya yang kita perlu pelajari tapi bagaimana proses berpikirnya, sehingga menghasilkan desain yang baik. Kemudian, kita bisa mencipta ulang desain dengan ciri khas yang kita miliki sendiri. Dalam mendesain kita harus mahir menggunakan berbagai software yang umum digunakan untuk mendesain. Jika desain kita bagus, cantik dan menarik, tentu membuat dakwah semakin menyenangkan dan menggembirakan.

G. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN MANAJEMEN MEDIA SOSIAL

Manajemen media sosial untuk kepentingan dakwah adalah hal yang krusial. Hal ini secara relatif bisa digunakan untuk menganalisis keberhasilan dakwah yang diupayakan. Dengan manajemen media sosial yang baik kita bisa memahami para audiens, seperti misalnya apa yang menjadi kegemaran mereka, jam berapa mereka berinteraksi dengan konten kita dan lain sebagainya. Manajemen media sosial mencakup aktivitas misalnya membuat dan menyebarkan konten. Menganalisis keterlibatan publik terutama mengenai apa yang mereka gemari dan mereka butuhkan. Perlu juga mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan influencer. Kita juga bisa mengatur mengenai waktu penyebaran konten. Pada akhirnya, mereka yang menekuni manajemen media sosial ini membuat laporan analisis dari media sosial yang digunakan. Berkaitan dengan dakwah Islam Berkemajuan, maka seberapa signifikan dakwah kita berkontribusi bagi publik, biasa dianalisis secara lebih baik. Tugas lainnya yang bisa dilakukan oleh seorang manajer media sosial adalah menangani masalah marketing, membuat strategi peningkatan progress media sosial, menjadi editor konten atau copywriter dan bahkan menjadi pembuat desain atau narahubung yang melayani publik.

Manajer media sosial harus mampu mengidentifikasi target dakwah. Lalu, ia harus melakukan riset sehingga bisa mengidentifikasi, media sosial apa yang mendapatkan jangkauan audiens tertarget secara signifikan. Selanjutnya, ia juga mesti mengupayakan evaluasi data dari media sosial yang dijalankan. Di samping itu, ia harus mengamati berbagai tren termutakhir, topik yang sedang viral dan perkembangan apa saja yang beredar di media sosial. Berdasarkan itu semua, ia membuat konten yang nanti akan diposting di media sosial, menayangkan konten di waktu-waktu yang ditentukan (sesuai dengan riset yang telah dilakukan) dan melayani interaksi dengan publik. Dengan demikian, seorang manajer media sosial, terutama ia bekerja dalam naungan dakwah Islam Berkemajuan, selain memiliki kemampuan dakwah, juga memiliki kemampuan analisis, komunikasi yang baik, kreativitas, sabar dan tekun dalam melayani audiens, membuat dan mendesain konten, merancang strategi dan mengupayakan penyelesaian masalah pada proses dakwah melalui media sosial. Ia juga harus mengetahui perkembangan mutakhir mengenai teknologi dan media sosial. Dengan manajemen yang baik dan seorang manajer pembelajar yang tekun, dakwah Islam Berkemajuan melalui media sosial memiliki peluang yang besar untuk viral, trending dan bermanfaat secara luas dan signifikan.

H. DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN DAN BUZZER KEBAJIKAN

Buzzer secara bahasa bermakna berdengung. Namun, secara fungsional hal ini bermakna “dengungan suara para pendukung wacana tertentu di ruang virtual publik.” Dalam konteks dakwah, buzzer adalah para jamaah yang kerap mengucapkan kata “amin” secara serentak dan menunjukkan adanya dukungan. Di media sosial, konten-konten dakwah kebajikan juga memerlukan buzzer. Artinya, buzzer kebajikan pula. Dengan buzzer tersebut, maka ruang virtual publik di mana siapa saja memiliki hak untuk berbicara dan berpendapat bisa didominasi dengan dukungan terhadap kebajikan. Hal ini kemudian bisa menimbulkan pengaruh yang positif pula, karena kebajikan yang dipromosikan memiliki gaung, resonansi atau dengungan yang kuat.

Secara teknis, dalam dakwah yang melibatkan buzzer ini, konten dakwah yang dikampanyekan bertujuan menjadi trending topic (hal yang viral). Hal ini tentu memerlukan tangan dingin pembuat konten. Konten yang diciptakan harus kreatif, inspiratif dan berkemajuan. Terlebih bahwa ia memiliki kemampuan jurnalistik, sehingga secara tata aturan etis jurnalistik, konten yang dibuat dapat meyakinkan publik. Buzzer yang berperan harus memiliki tim tersendiri dan solid. Di samping itu, harus pula memiliki jaringan yang banyak dan militan.

I. EKSEKUSI DAKWAH ISLAM BERKEMAJUAN MELALUI MEDIA SOSIAL

Dakwah Islam Berkemajuan bisa dilakukan melalui media sosial. Sebelum proses dakwah dilakukan, perlu kiranya mempersiapkan segala hal yang diperlukan. Misalnya, adanya seorang dai, sarana dan prasarana yang mendukung, berbagai alat dan teknologi yang bisa dimanfaatkan, seorang analisis media sosial, seorang konten kreator, desainer grafis dan manager media sosial, serta seorang koordinator tim buzzer dakwah kebajikan. Mereka semua harus bekerjasama secara solid demi tersampaikannya konten dakwah yang memiliki kesempatan menjadi trending topic, viral dan pada akhirnya memiliki pengaruh yang signifikan bagi terbangunnya kemaslahatan publik. Mereka memahami apa yang akan didakwahkan, siapa sasarannya, bagaimana kategorinya, bagaimana trend yang berlaku, bagaimana desain, style dan visualisasinya, bagaimana menciptakan viralitas, bagaimana mengatur waktu posting, bagaimana meningkatkan keterlibatan publik dan lain sebagainya.

Dakwah Islam berkemajuan bisa dilakukan melalui WhatsApp (menekankan kejelasan, pendek dan instruktif), Facebook (menekankan kisah, naratif dan didukung visualisasi melalui gambar), Twitter (menekankan narasi pendek yang persuasif, didukung visualisasi dan link website untuk membaca konten dakwah yang lebih detil), YouTube (visualisasi video; short, untuk versi dengan durasi pendek, kurang dari satu menit), Instagram (narasi pendek, visualisasi gambar dan video), TikTok (visualisasi video pendek dan musik yang atraktif atau menarik minat dan emosi audience) dan Website keislaman (tulisan yang enak dibaca, jelas, mudah diikuti, inspiratif dan berkemajuan, diperkuat oleh visualisasi gambar, musik atau video).

MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR DAN ISU-ISU STRATEGIS KEUMATAN, KEMASYARAKATAN, DAN KEMANUSIAAN

A. KEUMATAN

1. Konflik Bernuansa Agama

Dalam lima tahun ini, muncul beberapa ketegangan, konflik, dan bahkan kekerasan baik yang terjadi antarsesama pemeluk agama maupun antaragama. Tentu konflik tersebut bukan baru karena tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi peristiwa serupa. Yang menjadi korban konflik tersebut seringkali adalah kelompok minoritas, baik itu minoritas kelompok yang seagama ataupun berbeda agama. Dalam konteks wilayah Jawa Timur yang banyak muncul adalah konflik yang melibatkan sesama kelompok keagamaan. Bahkan terjadi pengrusakan plang atau papan nama Muhammadiyah di desa Tampo, Cluring, Banyuwangi (Republika, 02/2022) . Contoh ini menunjukkan bahwa di internal Islam sendiri masih ada sikap intoleransi akibat perbedaan paham.

Baru-baru ini juga terjadi pembatalan sebuah event bernama hijrah fest yang konon bernuansa Islam juga. Pembatalan event tersebut, salah satunya, dikarenakan ada dugaan tentang paham dari bagian organizer yang bertentangan dengan ideologi negara. Peristiwa ini cukup mengejutkan di mana jaminan penyelenggaraan sebuah acara yang sebelumnya diijinkan kemudian batal karena tekanan satu dua kelompok. Tampak tidak ada jaminan dari penyelenggara negara untuk kebebeasan berkumpul dan berserikat bagi warganya di ruang publik yang secara hukum dijamin undang-undang. Sayangnya, kemungkinan besar peristiwa-peristiwa semacam itu tidak masuk menjadi pertimbangan dalam perumusa indeks demokrasi di Jawa Timur. Sulit melacak detil item-item tentang peristiwa yang masuk dalam indeks demokrasi yang seharusnya terbuka untuk publik. Gambar 1 di bawah ini menunjukkan bagaimana indeks demokrasi membaik, namun banyak fakta yang justru menunjukkan perihal yang tidak demokratis di ruang publik.

Gambar 1. Klaim capaian Indeks Demokrasi di Jawa Timur yang meningkat (Sumber: BPS Jawa Timur)

Situasi ini diperparah dengan kondisi global dunia Islam, khususnya di kawasan Timur Tengah. Konflik politik antarnegara berpenduduk Islam disebabkan mereka menjadikan agama sebagai alat untuk mencari dukungan. Ketegangan dan konflik di sebagian kawasan tersebut juga terkait dengan hubungan Sunni-Syi’ah. Berbagai informasi, gambar, dan cerita yang tersebar di jejaring media sosial pun menambah kebencian di kalangan sesama muslim Indonesia yang berbeda pandangan keislaman. Melalui informasi yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan akhirnya dijadikan dasar untuk saling membenci dan menghujat kelompok lain. Singkatnya, ketegangan, konflik, bahkan peperangan yang terjadi kawasan Timur Tengah justru direduplikasi di Indonesia, khususnya Jawa Timur. Kasus pengusiran syiah Sampang di Madura masih berimplikasi hingga kini.

Melihat kasus di atas, Muhammadiyah perlu menjadi pelopor terwujudnya ummatan wasathan, middle path atau umat tengahan. Melalui dakwah pencerahannya, Muhammadiyah mempunyai tanggungjawab untuk menyebarkan dan mempraktikkan budaya beragama yang toleran (tasamuh) dan moderat (tawasuth), baik di lingkungan persyarikatan, internal umat Islam, serta umat beragama lain. Muhammadiyah juga harus menjaga warganya agar tidak terpesona dengan gerakan keagamaan yang ekstrim, suka mengkafirkan sesama muslim, atau bahkan memaksakan kehendak dengan menggunakan kekerasan. Selain itu, Muhammadiyah juga harus membangun komunikasi dan kerjasama dengan berbagai kelompok intern umat Islam dan antar umat beragama. Hal ini penting untuk mengatasi problematika keumatan dan kemanusiaan secara umum.

2. Migrasi Jamaah dan Tantangan Dakwah

Gejala perpindahan (migrasi) sebagian warga Muhammadiyah menjadi isu penting dalam beberapa dekade terakhir. Migrasi jamaah Muhammadiyah ke organisasi berbasis keislaman lain, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA), gerakan Salafi, dan lainnya perlu menjadi perhatian pimpinan Persyarikatan. Bahkan di beberapa daerah terdapat migrasi jamaah Muhammadiyah ke kelompok-kelompok yang bisa diidentifikasi radikal-reaksioner, seperti halnya Front Pembela Islam (FPI). Fakta ini penting menjadi refleksi pimpinan Muhammadiyah. Pertanyaan pentingnya adalah bagaimana paham agama Islam menurut Muhammadiyah menyikapi paham-paham lain sehingga warga Persyarikatan tidak mudah terpesona? juga bagaimana instrument kaderisasi di organisasi otonom (Ortom) dan Persyarikatan merespon tantangan tersebut?

Gerakan-gerakan salafi dalam berbagai ekspresi, baik yang moderat atau radikal-reaksioner, selalu menggelorakan spirit kembali pada al-Qur’an dan Sunnah. Gerakan tersebut juga intens di dunia maya terutama media sosial. Doktrin gerakan salafi ini jelas berhimpitan dengan semangat al-ruju’ ila al-Qur’an wa al-sunnah al-maqbulah yang didengungkan Muhammadiyah. Lebih jauh, praktik keberagamaan sebagian warga Muhammadiyah terkadang juga terlalu kering dari nilai-nilai spiritualitas. Padahal Islam di Indonesia umumnya bersifat “berbunga” (flowering Islam). Ekspresi Islam di Indonesia juga banyak diwarnai budaya dan adat istiadat lokal. Sementara mubaligh Muhammadiyah seringkali menggunakan pendekatan teologis-normatif dalam memahami praktik keagamaan umat. Dampaknya, ekspresi Islam yang “berbunga” itu seringkali dipandang sebagai bertentangan dengan jiwa tauhid Islam.

Seringkali, tema utama dakwah mubaligh Muhammadiyah pun cenderung mengedepankan ihwal takhayul, bid’ah, dan churafat (TBC). Akibatnya, Muhammadiyah dinilai sebagai gerakan Islam yang anti kebudayaan. Semestinya, Muhammadiyah bisa menghadirkan kebudayaan alternatif yang benar-benar “berkemajuan” untuk menggantikan kebudayaan lama yang cenderung sinkretik dan berbau klenik. Praktik keberagamaan sebagian warga Muhammadiyah yang anti kebudayaan juga bisa menjadi penyebab terjadinya migrasi jamaah Muhammadiyah ke kelompok yang berfaham lain. Karena itu, model dakwah Muhammadiyah perlu mencerminkan rumusan dakwah kultural yang ditetapkan dalam muktamar ke-44 di Jakarta pada 2000 silam. Bahkan dalam muktamar ke-47 di Makassar pada 2015 dan ke-48 tahun 2022 di Solo, Muhammadiyah sangat menekankan pentingnya dakwah berbasis komunitas. Sebelum masuk ke komunitas tertentu, pengetahuan tentangnya pun idealnya penting dimiliki. Komunitas yang beragam jelas membutuhkan strategi dakwah yang berbeda. Strategi ini penting dakwah Muhammadiyah bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Berbagai komunitas pasti merindukan dakwah pencerahan Muhammadiyah. Inilah tantangan dakwah Muhammadiyah era kini.

Selain itu, Muhammadiyah juga harus menginternalisasi materi-materi penguatan ideologi Muhammadiyah agar kader tidak hijrah/migrasi. Materi-materi ini bisa menjadi inspirasi penguatan ideologi dari ranting sampai cabang dan daerah. Bila dimungkinkan, penting rasanya pemantapan ideologi ini mudah akses dan tepat sasaran, tidak hanya mengena pada perwakilan atau utusan namun menyasar ke banyak kelompok kader. Dalam pada itu, cabang terdekat yang sudah tertata harus bisa mengakomodir menjadi bapak asuh bagi cabang-cabang kecil.

3. Penguatan Tata Kelola dan Jejaring Masjid Muhammadiyah

Galib diketahui, masjid adalah pusat dakwah Islam dan tentu saja Muhammadiyah tidak lepas dari masjid. Namun, dalam beberapa hal dapat ditemukan dengan mudah bagaimana sebuah masjid yang notabene dikelola Muhammadiyah kekurangan kader ulama atau ta‘mir, kesulitan generasi penerus, belum memiliki rencana-rencana program yang tersistem karena hanya menjalankan rutinitas, dan bahkan kurang menarik jamaah. Dengan kata lain, jangan-jangan generasi baru mulai meninggalkan masjid karena tidak ada kemenarikan di masjid. Ada juga masalah yang kerap muncul sebagai keluh kesah yaitu berkurangnya jamaah shalat lima waktu dari waktu ke waktu. Pun, banyak masjid yang mulai sulit mencari ta’mir atau khotib atau imam. Beberapa masalah tersebut kiranya penting untuk diperhatikan dan dipecahkan secara sistematis.

Konon, perumusan konsep ta’mir dalam struktur kepengurusan telah dipelopori oleh Muhammadiyah berkaitan dengan pengurangan sentralitas pada imam atau kyai saja. Tradisi ini sekarang telah berhasil menciptakan keorganisasian masjid yang membentuk nilai dan praktik musyawarah melalui ta’mir. Sayangnya, tidak banyak ta’mir yang cenderung pasif, menggantungkan suasana masjid pada rutinitas dan bahkan kurang kreatif memunculkan kegiatan da’wah yang menarik banyak jamaah. Jangan-jangan, masalah ta’mir ini sebenarnya berpangkal pada “ide kreatif“, “inspirasi“, “tata kelola“, “kerjasama“ yang kurang maksimal!

Data dari Kementrian Agama (Kemenag) per Mei 2022 menunjukkan jumlah masjid 290.161 masjid yang tersebar di 34 provinsi. Provinsi dengan jumlah masjid terbanyak adalah Jawa Barat, yakni mencapai 59.243 masjid. Disusul wilayah Jawa Tengah sejumlah 50.691 masjid, dan Jawa Timur sejumlah 49.869 masjid. Sedangkan total Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) masjid dan musholla Muhammadiyah sejumlah 20.198 per tahun 2021. Tentu bukan jumlah yang sedikit.

Angka-angka tersebut tentu menjadi perhatian khusus tentang sejauh mana kuantitas masjid tersebut sebanding dengan kualitas pengelolaannya untuk kepentingan umat khususnya dalam urusan pemberdayaan ekonomi sosial umat. Tidak jarang ditemui masjid yang berdiri besar dan megah di tengah pemukiman yang miskin, meskipun Islam sarat dengan ajaran kesetiakawanan sosial. Selain itu, masih banyak masjid yang bangga dengan jumlah kas dengan nominal banyak namun programnya hanya untuk pembangungan fisik masjid saja, namun belum nyata hadir terlibat aktif dalam penyelesaian persoalan sosial-ekonomi masyarakat sekitarnya, misal kasus maraknya masyarakat yang terjerat pinjaman online (bentuk modernisasi dari rentenir) hingga turunan kasus-kasus lainnya.

Sebagai pelopor gerakan Islam berkemajuan, mungkinkah Muhammadiyah mendesain sebuah tata kelola keorganisasian masjid dan memperhatikan secara khusus masjid-masjid (karena lokus ini sangat inti dan prinsipil)? Tata kelola yang dimaksud di sini adalah bagaimana Muhammadiyah mendesain sebuah sistem dalam pengelolaan masjid atau bahkan semacam panduan dalam mengelola masjid. Pada konteks ini perlu penerbitan panduan tata kelola masjid versi Muhammadiyah, terutama penerbitan digital. Tentu saja, panduan ini akan memperhatikan beberapa masalah yang sedang dialami banyak masjid sebagaimana telah disebut sebelumnya. Bila telah tersusun sebuah sistem tata kelola masjid, tersusun sebuah panduan, kiranya penting untuk memberikan semacam training kepada para pengelola atau ta’mir masjid-masjid Muhammadiyah. Dengan model training ini, diharapkan juga akan ada jejaring antarpeserta training baik berjenjang atau bergelombang untuk berkerjasama dan saling mendukung, saling menguatkan kegiatan masjid-masjid mereka. Kiranya ini bisa membantu menyemarakkan masjid dan saling bekerjasama untuk mendukung semarak antarmasjid di area Jawa Timur. Belum lagi, penguatan ketrampilan tertentu dalam berdakwah bagi pengurus masjid seperti ketrampilan digital penting dimiliki sebagai upaya kemenarikan masjid bagi generasi dan masyarakat saat ini.

4. Literasi Digital Kemuhammadiyahan

Saat ini manusia hidup dalam dunia dan budaya digital yang serba mudah dan cepat terutama pasca pandemi covid-19. Bahkan, budaya digital yang menyebar lewat televisi, internet, radio, gadget atau ponsel dan sejenisnya dapat dengan mudah memengaruhi alam pikiran dan orientasi tindakan yang menjadikan manusia seperti insan modular. Kita juga sadar betul bahwa pengetahuan kita berasal dari informasi-informasi yang menyebar di banyak sumber. Media sosial juga tidak bisa ditampik telah menjadi sumber kuat dalam informasi yang kita peroleh. Fakta dari pentingnya budaya digital ini dibuktikan dengan jumlah pengguna internet di Jawa Timur tahun 2020 yang mencapai 23,4 juta orang.

Seringkali orang juga mencari sesuatu atau menanyakan sesuatu terutama persoalan agama pada mesin pencari google. Sebelum era internet, banyak orang bertanya pada ulama di podium, majelis tertentu, di koran, majalah, radio, dan televisi. Saat ini, banyak penganut agama langsung bertanya tentang masalah yang dihadapi pada sumber sumber internet melalui google.

Di rimba raya internet, dapatkah kita dengan mudah memperoleh jawaban atas masalah tertentu yang sesuai dengan ajaran Muhammadiyah? Belum tentu. Sumber-sumber tentang tanya jawab persoalan Islam secara praktik kemuhammadiyahan tidak begitu mudah dicari. Yang sering muncul dan tampil di halaman utama google ketika bertanya sesuatu justru adalah ajaran-ajaran dan praktik keagamaan atau keislaman lain. Dalam merespons ini, tentu Muhammadiyah perlu lebih memperbanyak produksi konten-konten ajaran Islam ala Muhammadiyah.

Di Muhammadiyah Jawa Timur, penetrasi kanal media online yang sudah dirintis sebagai upaya penetrasi sumber rujukan Islam ala Muhammadiyah diantaranya; PWMU.CO, klikmu.com, dan beberapa media rintisan kader-kader Muhammdiyah Jawa Timur efektif memberikan alternatif baru rujukan bagi warga persyarikatan dan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan Alexa rank (Alexa.com) bahwa per tanggal 30 Juli 2022 menunjukkan ada tiga web Muhammadiyah yang berada di deretan tertinggi di Indonesia yakni Muhammadiyah.or.id peringkat (2172), PWMU.CO peringkat 5889 dan suaramuhammadiyah.or.id peringkat 7061, IBTimes.id peringkat 8044, schmu.id peringakt 36905, dan Klikmu.co peringkat 40987. Namun, jika dibandingkan dengan web organisasi lainnya, Muhammadiyah masih tertinggal jauh, sehingga masih butuh usaha yang lebih keras lagi untuk mengisi kekosongan ruang-ruang informasi via dunia cyber dengan paham Islam ala Muhammadiyah.

Produksi konten-konten tentang Muhammadiyah masih belum banyak dan mudah ditemui di dunia digital khususnya internet. Untuk itu, perlu kiranya memproduksi dan mereproduksi konten-konten yang memuat ajaran, sistem, cara-cara, praktik-praktik, dan seterusnya tentang Muhammadiyah. Beberapa sumber baik itu website dan kanal yang sudah ada masih tampak belum menghadirkan secara menarik informasi mengenai jawaban Muhammadiyah tentang persoalan umat. Sebagai contoh, Himpunan Putusan Tarjih yang tersebar di internet masih dominan berupa bundel buku utuh PDF yang monoton. Belum banyak yang memuat HPT tematik dengan penulisan dan pengemasan yang ramah baca di internet. Persoalan lain tentang ihwal Kemuhammadiyahan juga perlu dikemas secara lebih ramah baca dan ramah cari di internet sebab tantangan dakwah saat ini tak jauh dari selera publik yang cenderung bertanya pada internet dibanding dengan ulama, tokoh, atau saluran tatap muka lainnya. Penting juga dilakukan pelatihan digitalisasi konten materi Kemuhammadiyahan yang dievaluasi oleh Majelis Tarjih dan Tajdid. Pelatihan ini akan memiliki implikasi yang signifikan apabila peserta terpilih mampu mendesain dan menggerakkan konten-konten untuk diinternalisasi oleh jamaah persyarikatan.

5. Penguatan Wasathiyah Islam

Wasathiyah Islam ini bukan sekadar narasi elit atau wacana yang hidup di menara gading. Tentu kita sering mendengar bahwa Muhammadiyah terus menggelorakan diri sebagai bagian dari ummatan wasathan yang merujuk QS Al-Baqarah/2: 143. Kontekstualisasi dari teks atau nash ini dapat kita lihat dalam praktik berislam di Indonesia yang notabene moderat, ramah, dan santun.

Akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini muncul fenomena perilaku beragama yang cenderung kaku dan keras. Padahal, praktik kekerasan seringkali justru memicu konflik, bukan malah sebaliknya mengajak orang lain untuk simpati dan mengikuti keyakinan kita.

Ummatan wasathan sebagai basis dari penciri kita untuk Islam wasathiyah perlu terus dikuatkan dan ditanamkan dalam dakwah. Sikap sejatinya ini sudah diajarkan dan dipraktikkan sejak Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan lebih dari seabad lalu. Bagaimana berkomunikasi dengan orang atau kelompok yang berbeda, bagaimana menyapa mereka, bagaimana bermusyawarah, bertetangga, dan bersilaturrahim dengan orang yang berbeda bahkan beda keyakinan sesungguhnya sudah banyak dicontohkan.

Cara pandang keagamaan yang menyalahkan orang dan kelompok yang berbeda salah tentu tidak positif bagi kepentingan ukhuwah internal umat Islam maupun bagi persatuan bangsa, lebih-lebih dalam kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia yang majemuk. Di sinilah pentingnya cara beragama yang benar-benar moderat secara autentik di tubuh umat Islam maupun agama lain untuk tidak jatuh pada posisi dan sikap ekstrem. Bila beragama dibangun di atas wasathiyah Islam maka menghadapi perbedaan paham dan golongan maupun dalam menyikap keadaan yang tidak sejalan dengan pandangannya, seyogianya ditunjukkan dengan sikap yang tawasuth atau tengahan, sehingga melahirkan moderasi yang moderat, bukan moderasi yang ekstrem.

Berangkat dari realitas tersebut, Muhammadiyah mengajak umat Islam, khususnya warga Persyarikatan untuk membangun sikap beragama yang moderat dalam spirit wasathiyah Islam yang autentik. Cara pandang beragama yang tengahan (wasathiyah) dengan mengedepankan paham dan sikap yang adil, ihsan, arif, damai, dan menebar rahmat baik dalam menyikapi perbedaan maupun membangun kehidupan beragama. Setiap kelompok yang berbeda saling menghargai dan menjaga persatuan. Cara pandang yang menumbuhkan cara berfikir kritis, menghargai kelompok lain, dan toleransi (tasamuh) dalam melihat perbedaan dengan semangat persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah). Memandang perbedaan adalah sunnatullah yang harus dihargai dan menjadi hikmah bagi kehidupan. Menunjukkan sikap wasathiyah atau moderat dengan pandangan dan sikap yang autentik sehingga menghadirkan autentisitas wasathiyah Islam dalam beragama. Mengajak berbagai kelompok umat Islam untuk mencari titik persamaan (kalimatun sawa) daripada memperuncing perbedaan untuk kemaslahatan umat Islam dan mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Karenanya Muhammadiyah menyampaikan pesan dan solusi. Pertama, semua umat atau kelompok agama khususnya di kalangan umat Islam agar mengedepankan wasathiyah Islam yang autentik dan tidak beragama secara ekstrem. Kedua, kelompok agama yang mengusung moderasi beragama atau beragama yang moderat agar di satu pihak menghargai prinsip beragama, di pihak lain memperjuangkan moderasi dengan pandangan dan cara yang moderat. Ketiga, Muhammadiyah mendorong agar mainstreaming moderasi agama harus dilakukan dengan cara yang moderat sehingga melibatkan banyak pihak kelompok keagamaan dan tidak hanya satu pihak. Keempat, negara agar bersikap moderat atau adil dan objektif dalam memperlakukan dan menyikapi umat beragama serta tidak dijadikan alat menekan atau mendiskriminasi kelompok agama tertentu atas nama moderasi beragama.

B. KEMASYARAKATAN

1. Memperkuat Keadilan Hukum

Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana pondasi Undang-Undang Dasar 1945, penyelenggaraan dan penyelenggara negara berdasarkan atas hukum. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Pelaksanaan hukum secara teguh, lurus, konsisten, dan adil merupakan keniscayaan yang menjamin terpenuhinya hak dan keadilan hukum bagi seluruh warga negara. Hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas disertai kriminalisasi yang dicari-cari kesalahan terhadap warga bangsa tanpa dadar dan bukti hukum yang kuat.

Cita-cita mewujudkan Indonesia sebagai negara yang adil, sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945, masih jauh dari kenyataan. Undang-undang dan peraturan tidak sedikit yang bertentangan dengan aspirasi terbesar rakyat serta tidak berpihak kepada rakyat. Banyak sekali kasus di mana hukum berpihak kepada kelompok yang mampu memiliki akses kepada aparatur hukum, khususnya pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian. Bahkan, ada fenomena di mana hukum dikalahkan oleh kepentingan politik, bisnis, dan kekuasaan.

Selain meningkatkan literasi, kesadaran, dan kepatuhan masyarakat, hal yang sangat penting adalah penguatan akhlak dan komitmen para aparatur hukum. Diperlukan berapa perubahan undang-undang daerah atau peraturan daerah untuk menghilangkan ketimpangan masalah hukum. Peraturan daerah harus turut menjadi perhatian Muhammadiyah untuk menjaga keadilan dan mewujudkannya. Dalam pada itu, kepentingan publik berbasis keadilan dalam setiap penetapan peraturan daerah perlu menjadi perhatian Muhammadiyah agar terwujud masyarakat yang adil dan utama.

Dalam pada itu, penguatan lembaga bantuan hukum Muhammadiyah juga menjadi penting untuk pendampingan masalah-masalah yang dihadapi oleh persyarikatan. Penguatan ini perlu dipertimbangkan secara sistematis karena masalah hukum sering mendera persyarikatan baik di level ranting, cabang, daerah, dan bahkan wilayah.

2. Memperkuat Ketahanan Keluarga

Isu ini menjadi isu nasional yang telah dibahas dalam Muktamar ke-48 di Solo. Memang, keluarga merupakan pranata sosial, pendidikan, dan agama yang sangat penting. Keluarga adalah lembaga di mana anak-anak memahami nilai-nilai budaya, agama, pengetahuan, dan akhlak yang utama. Kekuatan dan ketahanan keluarga menentukan kekuatan, kemajuan, kesejahteraan, dan masa depan umat dan bangsa.

Pada saat ini kedudukan dan fungsi keluarga sebagai lembaga pendidikan sosial, dasar pendidikan, dan pemerolehan agama mengalami pergeseran dan pelemahan. Terdapat gejala di mana sebagian anggota masyarakat memilih tidak berkeluarga. Karena berbagai faktor maka sistem dan struktur keluarga berubah dari extended family menjadi nuclear family. Angka perceraian cenderung meningkat, khususnya di kalangan keluarga muda. Kekerasan dalam rumah tangga juga semakin sering terjadi. Persoalan pernikahan dini dan pernikahan tidak tercatat (di KUA) juga menjadi fenomena di masyarakat dan minim jangkauan pendidikan dan pencerdasan, sehingga memunculkan masalah baru baik ekonomi maupun kesehatan. Seluruh faktor ini dapat kita lihat, misalnya, dalam hasil survei indeks pembagungan manusia di Jawa Timur yang masih perlu mendapat perhatian. Dalam gambar 2, terdapat klaim bahwa indeks tersebut konsisten naik, namun dengan fakta harapan hidup 71,74 tahun, lama sekolah 8,03 tahun, dan pengeluaran rerata per tahun 11 jutaan, praktik keseharian dalam keluarga masih cenderung memiliki banyak masalah. Artinya tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan masih belum terpenuhi.

Gambar 2. Indeks pembangunan manusia di Jawa Timur yang masih memerlukan perhatian lebih

Berdasarkan data survei yang tentu saja tidak sampai pada detil fakta keseharian keluarga tersebut, kita harus mengakui bahwa di level Pendidikan saja, harapan lama sekolah masih faktanya hanya 8,03 tahun. Oleh sebab itu, penguatan ketahanan keluarga merupakan agenda kebangsaan yang penting dan strategis untuk membangun generasi dan bangsa yang kuat. Ketahanan keluarga adalah kondisi di mana terjalin kedamaian, hubungan yang harmonis dan penuh kasih sayang di antara anggota keluarga, pemenuhan kesejahteraan material dan spiritual, jasmani dan rohani, serta pendidikan yang utama. Pemerintah, organisasi sosial keagamaan, dan semua pihak perlu memberikan perhatian yang lebih seksama terhadap ketahanan keluarga melalui pembinaan agama, pendidikan, konsultasi keluarga, advokasi, dan pendampingan sosial. Muhammadiyah, dalam hal ini, dapat membantu masyarakat untuk menciptakan ketahanan dan kebahagiaan dalam keluarga.

3. Penataan Ruang Publik yang Inklusif dan Adil

Yang dimaksud ruang publik di sini adalah ranah kehidupan sosial dalam bentuk ruang/tempat/arena/ untuk kepentingan publik. Setiap orang atau semua warga negara dijamin aksesnya untuk memanfaatkan ruang publik. Ruang publik ini tidak sama dengan konsep “publik”, yaitu individu yang berkumpul atau dalam kerumunan orang. Konsep ruang publik ini fokus pada lembaga/institusi sebagai media berpartisipasi masyarakat. Ruang publik ini biasa disebut badan publik yang pemanfaatannya tunduk pada aturan konstitusi dan hukum. Ruang publik tidak hanya berbentuk bagunan fisik tetapi juga berupa media massa (cetak dan elektronik), seperti surat kabar, majalah, radio, televisi adalah media dari ruang publik. Ruang publik dapat digunakan untuk berkumpul, berdiskusi, dan berekspresi secara bebas dalam melayani kepentingan umum, termasuk untuk bisnis, birokrasi, politik, dsb.

Ruang publik juga merupakan akses publik yang memiliki berbagai fungsi di antaranya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal, ekonomi, tempat ibadah, pemakaman, olahraga, taman, dan kegiatan masyarakat. Pada dasarnya setiap warga negara berhak untuk mendapatkan dan menggunakan akses ruang publik dengan cara yang sesuai ketentuan undang-undang dan peraturan. Kasus penolakan terhadap subuah event Hijrah Fest 2022 di Surabaya waktu lalu sebenarnya juga berkait dengan perihal ruang publik yang inklusif dan adil. Penolakan kelompok tertentu terhadap acara festival dengan salah satu alasan berseberangan dengan ideologi negara tanpa proses peradilan tentu patut menjadi perhatian. Ruang publik yang semestinya terbuka untuk berdialog dan inklusif terhadap kelompok apapun sepanjang sesuai dengan perundangan semestinya diciptakan untuk kehidupan bersama.

Seiring perkembangan jumlah penduduk, industri, dan perubahan sosial, kepemilikan, ketersediaan, dan akses ruang publik menimbulkan berbagai masalah, seperti ter- jadinya praktik monopoli oleh perusahaan, pengembang perumahan, individu, dan kelompok tertentu. Selain itu, terdapat juga penyalahgunaan tata ruang yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, sumber daya hayati, dan bencana alam utamanya banjir, tanah longsor, dan krisis air bersih dan kekeringan. Ruang publik yang tidak tertata dengan baik menimbulkan masalah segregasi sosial akibat dari eksklusivisme alih fungsi lahan seperti untuk perumahan bagi kalangan elite, untuk kelompok agama tertentu, serta termasuk fenomena pemakaman eksklusif yang tidak dapat diakses publik.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah seharusnya menegakkan aturan tata ruang yang adil untuk menjamin terpenuhinya hak publik masyarakat untuk menghindari terjadinya konflik sosial, pelanggaran HAM, dan kerusakan lingkungan hidup. Penataan perumahan dan ruang publik yang inklusif lintas agama, suku, dan menghargai keberagaman masyarakat, termasuk warga difabel akan membawa kemaslahatan dan kesatuan bangsa. Jika regulasi hari ini dirasa tidak cukup berdaya melindungi ruang hidup, maka diperlukan undang-undang tata ruang yang baru dan peraturan perundangan yang memungkinkan penataan ruang publik yang adil dan inklusif.

4. Pengelolaan Ketahanan Healthy Aging

Healthy aging (menjadi lansia), menurut organisasi Kesehatan dunia (WHO), merupakan proses pengembangan dan mempertahankan kemampuan fungsional atau kesehatan fisik, sosial dan mental. Ketahanan healthy aging dapat membuat tetap sejahtera di usia yang lebih tua, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup seiring bertambahnya usia. Untuk itu, konsep healthy aging harus terus disebarluaskan, bukan hanya bagi kelompok lansia (senior) saja, namun juga bagi masyarakat kelompok usia dewasa (pre-senior) agar dapat mempersiapkan usia tua yang tetap sehat.

Di Indonesia, persentase penduduk lansia angkanya terus meningkat. Diproyeksikan, populasi penduduk lansia akan mencapai hampir seperlima dari total penduduk Indonesia pada tahun 2045. Penuaan yang dialami kelompok lansia perlu menjadi perhatian tersendiri, karena kelompok ini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengidap penyakit tidak menular kronis yang mematikan, seperti hipertensi, anemia, diabetes mellitus, penyakit jantung, arthritis, stroke, serta obesitas. Ditambah lagi, pola makan yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan peningkatan prevalensi kondisi kronis di antara populasi lanjut usia.

Oleh karena itu, pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat perlu melakukan mitigasi demografi dengan berbagai program yang memungkinkan warga senior tetap aktif dan produktif melalui berbagai kegiatan sosial, keagamaan, kebudayaan, ekonomi, pariwisata, dan kegiatan lainnya. Layanan pendidikan nonformal dan kesehatan bagi kelompok usia lanjut maupun dewasa akan sangat menentukan kesejahteraan dan kemajuan bangsa dan negara. Muhammadiyah perlu ikut serta membangun ketahanan healthy aging dan mendorong perhatian yang serius oleh para pemangku kebijakan untuk mewujudkan hidup yang lebih berkualitas dan sejahtera. Selain masalah pokok tentang kebutuhan dasar, pemukiman yang layak, jaminan Kesehatan, dan bahkan urusan pemakaman kerap menjadi persoalan meskipun hal ini jumlahnya tidak banyak.

5. Penguatan Pendidikan Non-Formal

Seperti diketahui, pendidikan nonformal bertujuan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan individual dan juga untuk memenuhi tujuan-tujuan sosial sesuai dengan misi pembangunan nasional. Tujuan tersebut termasuk di dalamnya misi pemberantasan buta aksara, pemberdayaan kaum perempuan, pemberdayaan masyarakat daerah-daerah tertinggal, daerah pedalaman, suku terasing, daerah perbatasan dan dipulau-pulau luar. Kesertaan menjadi warga belajar pada pendidikan nonformal yang dimaksudkan untuk memenuhi tujuan individual lazimnya atas pilihan sukarela, yaitu mengikuti suatu program atas kehendak dan pilihannya sendiri. Sedangkan kesertaan sebagai warga belajar pada program pendidikan nonformal yang tergolong bertujuan sosial umumnya atas dasar suatu kewajiban sosial guna menyukseskan cita-cita bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pendidikan nonformal lahir dari pemikiran tentang konsep learning society dan konsep lifelong learning. Learning society lahir dan berkembang sejalan dengan lahirnya peradaban dan pemahaman tentang nilai-nilai pengalaman (pendidikan), nilai-nilai pengetahuan, dan nilai-nilai kehidupan sebagai landasan hidup dan kehidupan individu, keluarga dan masyarakat. Pada proses itulah masyarakat saling mengenal saling belajar saling berkomunikasi dan saling menghargai diantara sesamanya.

Karena pendidikan nonformal mampu menyatukan proses learning society dan lifelong learning kedalam sebuah sistem yang terstruktur terorganisir dan menjadi standar dalam pemahaman dan penyampaian pengetahuan, keterampilan atau pengalaman dari individu yang satu ke individu yang lain atau dari masyarakat yang satu ke masyarakat lainnya di luar konteks pendidikan formal.

Beberapa dasar dari pentingnya pendidikan nonformal tersebut dapat kita tarik dalam konteks Persyarikatan. Bila Persyarikatan sudah memiliki kekuatan mapan atas pendidikan formal seperti sekolah tingkat dasar sampai perguruan tinggi, maka apakah hal tersebut juga hadir dalam Pendidikan nonformal? Tujuan Pendidikan nonformal ini tentu tak lagi mementingkan ijazah melainkan ketrampilan yang menjadi tujuan utama. Peserta Pendidikan nonformal digembelng untuk memiliki dan menguasai ketrampilan tertentu sesuai dengan tujuannya. Contoh dari Pendidikan nonformal ini beragam dari misalnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Day Care, Sanggar Seni (Kriya, lukis, musik), pelatihan komputer, data science, digital marketing, perawatan manula, sampai pelatihan potong rambut dan potong kuku dan seterusnya.

Karena tujuan dari Pendidikan nonformal ini berorientasi pada ketrampilan yang siap untuk kerja, maka potensi peserta didik lebih banyak mereka yang mungkin kurang minat atau kurang mampu menempuh Pendidikan formal yang relatif lebih lama dan mahal. Persyarikatan tampaknya perlu mempertimbangkan masaalah kebutuhan masyarakat ini secara lebih serius. Tentu saja perihal ini bukan sekadar peluang namun lebih jauh adalah kepentingan sosial untuk membantu masyarakat utamanya generasi muda memenuhi minat dan bakatnya serta berpotensi memberikan peluang kerja.

6. Jihad Ekonomi

Ancaman resesi ekonomi tahun 2022 ini hingga beberapa tahun kedepan sudah nyata dirasakan sejak beberapa harga barang pokok seperti minyak goreng dan BBM naik. Tentu ini memunculkan kekuatiran bagi banyak masyarakat Muslim. Harus diakui bahwa kekuatan ekonomi umat Islam masih jauh tertinggal dibandingkan kelompok-kelompok sosial tertentu. Kelompok ini menguasai jaringan bisnis dan ekonomi baik kecil, menengah, maupun besar. Memang ada jaringan ekonomi bisnis di kalangan umat, tetapi dibandingkan dengan kelompok mapan tersebut, umat masih sangat jauh jaraknya. Bahkan sebagian kecil dari kelompok mereka menguasai konglomerasi bisnis di seluruh wilayah Indonesia dan dunia. Jaringan ekonomi mereka juga tergolong tertata rapi sehingga menjadi kekuatan yang menentukan ekonomi dunia.

Bagaimana dengan kekuatan ekonomi umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah? Jawabnya, tentu masih tertinggal dengan kelompok yang mapan tersebut. Umat seyogianya belajar bagaimana membengun kekuatan ekonomi dari pihsk yang kredibel dan kompeten serta berpengalaman itu. Berangkat dari realitas tersebut, maka kesadaran untuk membangun semangat kewirausahaan serta kemandirian ekonomi harus dibangun. Kekuatan ekonomi harus menjadi isu strategis di kalangan pimpinan dan warga Muhammadiyah. Kekuatan ekonomi sangat penting jika Muhammadiyah ingin mandiri, bebas dari segala kepentingan pihak luar. Apalagi secara historis Muhammadiyah periode awal banyak digerakkan kelompok saudagar yang sekaligus mubaligh andal. Pada konteks inilah wacana Jihad Ekonomi penting digelorakan agar virus entrepreneur mewabah di kalangan aktivis Muhammadiyah. Bahkan penting dimulai Jihad Ekonomi dari Muhammadiyah. Dengan kemandirian ekonomi maka Persyarikatan bisa berbuat lebih banyak untuk umat, berdikari, percaya diri dan egaliter ketika berkomunikasi dengan penguasa dan partai-partai politik.

Berangkat posisi strategis bidang tersebut, maka terobosan mengenai Jihad Ekonomi di lingkungan Muhammadiyah mutlak dijalankan. Jihad Ekonomi yang dimaksud adalah usaha yang sungguh dan berkelanjutan untuk membangun kekuatan ekonomi Persyarikatan di setiap level pimpinan. Jihad Ekonomi harus diterjemahkan menjadi kebijakan ekonomi Muhammadiyah yang lebih konkret dengan berbagai program pengembangan ekonomi berbasis Persyarikatan. Dalam kaitan ini, Muhammadiyah Jatim di antaranya memiliki kisah sukses melalui Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM), yakni PT Data Matahari Utama (DMU). Namun tentu saja lini ekonomi ini sangat luas sehingga perlu adanya strategi yang kooperatif yang melibatkan pihak-pihak strategis dengan desain yang terstuktur. Jihad ekonomi masih perlu dikembangkan dan digiatkan di berbagai lini karena masalah ini menyangkut hajat hidup persyarikatan dan masyarakat secara luas.

7. Jihad politik

Saat didirikan tahun 1912, Muhammadiyah berorientasi dalam ranah dakwah, pendidikan dan pelayanan sosial. Dalam proses pergerakannya di masa kemerdekaan, keterlibatan Muhammadiyah dengan politik praktis mengalami pasang surut hingga muncul keputusan Muktamar Ujung Pandang tahun 1971 untuk tidak terikat dengan partai politik. Namun, lagi-lagi Muhammadiyah menghadapi dilema untuk memosisikan diri dalam ranah politik praktis terutama berkaitan dengan partai politik. Yang menarik dalam perjalanan tersebut adalah jihad politik Muhammadiyah (Jipolmu) yang dinilai bisa diandalkan sebagai strategi persyarikatan dalam jihad politik. Meskipun belum menampakkan hasil yang memuaskan, jipolmu ini mampu membuktikan diri dengan mengantarkan salah satu kader Muhammadiyah ke kursi DPR RI.

Keberhasilan ini tentu dipengaruhi oleh banyak faktor baik yang tersirat maupun tersurat. Demikian juga dengan kegagalan demi kegagalan yang juga dipengaruhi banyak faktor. Pengalaman tersebut tentu saja menjadi ibrah yang sangat penting dan relevan dalam konteks posisi Muhammadiyah untuk berjihad politik. Bagaimana mempelajari kegagalan dan keberhasilan tersebut dengan detil dinamikanya dan dimana sesungguhnya kekuatan dan kelemahan menjadi penting ddiperhatikan. Tentu saja, seyogyanya kekuatan dan kelemahan itu diarsip dengan data yang baik (tidak hanya lisan) sehingga dapat dipelajari dengan cermat untuk konteks jihad berikutnya dan bahkan generasi berikutnya. Bila tidak ada catatan dan arsip yang detil mengenai keberhasilan dan kegagalan jipolmu, maka penyusunan desain dan strategi berjihad berikutnya berpotensi mengulang kegagalan.

Jihad politik juga perlu mempertimbangkan konteks kecenderungan pemilih di setiap area di kabupaten yang memang berbeda-beda. Hasil dari pemilu 2019 dan penelitian juga perlu dipertimbangkan sebagai langkah strategis ke depannya. Dalam gambar 3 di bawah ini, tampak jelas kecenderungan mana yang menjadi preferensi dari para pemilih yang juga memiliki kecenderungan kebudayaan seperti Mataraman, Arek, Madura, Osing, dan Tengger. Apakah pemilih notabene cenderung pada kesamaan ideologi dengan Muhammadiyah atau justru sebaliknya? Bila jawabannya tidak, berarti jihad politik Muhammadiyah perlu mendesain strategi yang lebih jitu dan upaya lebih keras lagi untuk memiliki akses lebih ke politik.

Gambar 3. Peta budaya dan kecenderungan pemilih Jawa Timur (Sumber: KPU Jatim sebagai koleksi pribadi)

Dalam masalah jihad politik ini, tampaknya sangat diperlukan penataan dan strategi yang cair sesuai degan sifat politik yang sebenarnya cair dengan konsentrasi utama kemenangan atau keberhasilan. Para praktisi, akademisi, dan stake holder berkait lainnya perlu bersama-sama merumuskan desain jihad politik Muhammadiyah yang lebih taktis untuk mencapai tujuannya.

Yang tidak kalah penting lagi, pengawalan terhadap keberhasilan harus tetap dilakukan agar jihad politik tetap berjalan dalam koridor gerak persyarikatan. Evaluasi semestinya juga penting dilakukan untuk melihat dan mempelajari sejauh mana efektifitas dan kontribusi kepada persyarikatan bila telah mampu menempati posisi strategis di bidang politik. Pengembangan gerakan Jipolmu yang sudah ada perlu dikembangkan tidak hanya pada level wilayah melainkan juga perlu digerakkan hingga level daerah, cabang dan ranting.

8. Kekerasan dalam Dunia Pendidikan

Belakangan ini diberitakan banyak kasus kekerasan dalam dunia pendirikan, bahkan pendidikan Islam yang khas yaitu pesantren. Sebagaimana rilis hasil investigasi tentang kekerasan di dunia Pendidikan belakangan ini (lihat gambar 4), terdapat 703 kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan berbasis agama dan asrama. Tentu ini patut menjadi perhatian serius dalam persyarikatan.

Gambar 4. Kasus kekerasan di lingkungan pendidikan di Jawa Timur

Kekerasan, dalam metafora yang luas, bisa mencakup beragam perlakuan yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun psikologis. Efek kekerasan terhadap peserta didik seringkali permanen. Dalam jangka panjang, efek psikologis mungkin yang paling mengkhawatirkan karena bisa memengaruhi perilaku seseorang ketika dewasa bahkan di masa tuanya. Beberapa kasus kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan dan mencuat dalam beberapa bulan terakhir di Indonesia ini mengindikasikan adanya tindak kekerasan yang melibatkan hampir semua stakeholders sekolah, yaitu guru, pegawai, siswa, dan bahkan orangtua.

Sebagai organisasi yang memiliki jejaring dan tatanan kuat di bidang pendidikan, Muhammadiyah perlu memperhatikan kasus kekerasan khususnya yang terjadi pada peserta didik di berbagai level dari dasar, menengah, sampai perguruan tinggi. Kasus-kasus yang mencuat belakangan ini dari kekerasan fisik, perundungan (bullying), hingga kekerasan seksual harus diantisipasi dan diberantas terutama di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Untuk menuju ke sana, seyogianya strategi tertentu perlu dibentuk dan dijadikan komitmen bersama agar pendidikan di Muhammadiyah bebas dari tindak dan perilaku kekerasan.

Fakta yang sudah hadir dan berkembang di lingkungan kita terutama di era internet ini jelas menunjukkan adanya sensibilitas baru masyarakat. Model pendidikan yang melazimkan kekerasan semestinya harus dibongkar dan disesuaikan dengan konteks zaman saat ini agar berkesesuaian dengan jiwa peserta didik. Semangat zaman yang terus berkembang dan berubah harus menjadi faktor penting dalam penyusunan strategi penyelenggaraan pendidikan yang humanis dan mengedepankan well being untuk menghapus praktik kekerasan di dunia pendidikan. Muhammadiyah juga perlu mendorong program-program pemerintah daerah yang menjauhkan praktik kekerasan dan mengedepankan praktik well being dalam pendidikan.

C. KEMANUSIAAN

1. Budaya Hidup Bersih

Islam mengajarkan kebersihan dan keindahan kepada umatnya. Secara normatif, ajaran ini banyak ditemui ayat dan hadits. Intinya, Islam memerintahkan setiap muslim baik secara pribadi maupun kolektif untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Tentu bukan tanpa alasan perintah tersebut diajarkan. Karena secara ilmiah itu telah dibuktikan bahwa kebersihan sangat berhubungan dengan kesehatan. Tetapi secara empirik kita masih sering menjumpai pribadi, kelompok, rumah, sekolah, dan masjid, yang kotor, kumuh, dan tidak terawat. Bahkan sekolah yang seharusnya menjadi laboratorium untuk membangun budaya bersih sehat, dan hijau, juga tak kalah kotornya. Hal itu menunjukkan bahwa kebersihan, keindahan, dan kerapian belum menjadi cara perhatian utama warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya.

Berangkat dari realitas itulah maka kebersihan dan kerapian harus menjadi bagian dari kehidupan umat. Lebih lanjut kedisiplinan, termasuk menaati peraturan, merupakan salah satu karakter masyarakat beradab. Dengan demikian, ajaran menjaga kebersihan kerapian, keindahan, dan kedisiplinan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, kantor, sekolah, dan amal usaha Muhammadiyah lainnya. Warga Muhammadiyah harus menjadi pelopor sekaligus teladan bagi masyarakat lainnya. Membangun kesadaran menjaga kebersihan harus terus digelorakan. Untuk mencapai itu semua ada beberapa hal yang bisa dilakukan, seperti membuang sampah di tempatnya dan penyelenggaraan lomba kebersihan antar AUM. Upaya meningkatkan kebersihan juga memerlukan sistem serta teknologi tepat guna sehingga mampu mengatasi problem kebersihan lingkungan tersebut, misalnya melalui teknologi daur ulang. Dengan membiasakan hidup bersih, sehat, dan hijau, akan terwujud budaya yang baik terhadap alam sekitar.

Sebagai respons atas masalah kebersihan yang tak lepas dari isu sampah ini, tampaknya pengelolaan sampah yang ramah lingkungan perlu menjadi perhatian persyarikatan. Pemisahan sampah plastik, sampah kaca/keramik, dan sampah organik menjadi sangat amat urgen bagi masyarakat. Pengelolaan sampah yang menjadi hilir dari budaya hidup bersih harus diupayakan. Dorongan pengelolaan sampah juga perlu disoundingkan kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi pengelolaan sebagai bagian dari budaya hidup bersih.

2. Kerusakan Lingkungan

Isu kerusakan lingkungan menjadi perhatian global saat ini karena menyangkut masa depan bumi yang berumur semakin tua. Isu ini juga lekat dengan kasus di sekitar Jawa Timur yang perlu mendapat perhatian. Berdasarkan laporan LBH Surabaya, terdapat 87 kasus pencemaran lingkungan dengan kategori pencemaran sungai menempati 31 kasus. Jumlah ini disusul oleh pencemaran saluran irigasi sebanyak 17 kasus; pencemaran sampah domestik 14 kasus; pencemaran udara 13 kasus; dan pencemaran limbah B3, 12 kasus. Masalah ini juga diperparah dengan kasus seperti alih fungsi lahan di kota Batu belakangan ini dan beberapa daerah lainnya. Pertumbuhan pemukiman yang mengalihfungsikan lahan pertanian juga menyisakan masalah kerusakan lingkungan baru karena pengelolaan sampah, saluran air, saluran limbah dan slokan tidak memenuhi standar yang layak. Belum lagi masalah penebangan hutan

Kerusakan lingkungan di Jawa Timur tercatat mencapai Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak kerusakan lingkungan, baik di daratan maupun lautan. Kerusakan lingkungan disebabkan oleh banyak hal mulai dari penambangan liar, pencemaran air, pembalakan hutan, pembakaran hutan, limbah industri, pemburuan hewan yang dilindungi, dan pengemboman terumbu karang. Salah satu bencana nasional yang terjadi setiap tahun adalah asap. Bencana asap disebabkan pembakaran lahan hutan secara liar. Ironisnya, pemerintah sepertinya tidak berdaya menghadapi perusahaan pembakar hutan. Padahal dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan luar biasa. Bencana asap terjadi dimana-mana. Bahkan bencana asap telah menyebar ke negara jiran, Malaysia, Singapura, dan lainnya. Sudah tak terhitung berapa kerugian yang disebabkan bencana asap. Bahkan bencana asap telah memakan korban jiwa.

Kasus pembakaran hutan secara sengaja oleh perusahaan-perusahan nakal membuat kerusakan lingkungan yang luar biasa parah. Pembakaran hutan yang terjadi secara massif menyebabkan berbagai macam spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan punah. Pembakaran hutan secara liar mengakibatkan polusi udara hingga tingkat sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Bencana asap juga menyebabkan terganggunya jadwal penerbangan. Demikian juga dengan pemanasan global pasti akan semakin cepat karena adanya bencana asap. Pembakaran hutan secara liar jelas merupakan salah satu bentuk kejahatan lingkungan.

Penambangan secara liar juga menyebabkan terjadinya kerusakan alam. Hal itu jelas membahayakan keberlangsungan ekosistem makhluk hidup. Kasus paling mutakhir adalah penambangan liar di Lumajang. Penambangan tersebut bukan hanya menyebabkan terjadinya kerusakan pantai dan sawah sebagai sumber penghasilan warga. Lebih dari itu, penambangan liar menimbulkan kerusakan sosial dan memicu konflik sumberdaya alam. Puncaknya konflik tersebut menyebabkan terjadinya pembunuhan dan penyiksaan warga yang menentang penambangan yang merusak alam tersebut. Dalam konteks Indonesia kasus-kasus kerusakan alam, ditengari mempunyai kaitan dengan kerakusan pemodal menumpuk keuntungan, kolusi dan korupsi pemerintah dan aparat, serta lemahnya penegakan hukum.

Islam menyerukan umatnya untuk menjaga, memelihara, dan hidup berdampingan secara harmoni dengan alam. Perlu ada komitmen setiap pribadi untuk memanfaatkan alam dan tetap menjaganya. Hal itu penting untuk keberlanjutan anak keturunan dan makhluk hidup secara luas. Secara konseptual Muhammaidiyah telah memiliki karya menarik mengenai Teologi Lingkungan hasil ijtihad Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Karya ini bisa menjadi pijakan untuk beramar ma’ruf nahi munkar dalam melestarikan lingkungan dari kehancuran. Harus disadari, Muhammadiyah mempunyai tanggungjawab bersama komponen bangsa lainnya untuk menjaga lingkungan serta menuntut pemerintah mencegah kerusakan lingkungaan berlanjut dan bertambah luas. Pemerintah harus menegakkan hukum bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan lingkungan.

3. Pengurangan Resiko Bencana dan Dampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim dengan segala dampaknya yang masif merupakan kenyataan yang tidak terhindarkan baik di ting- kat global maupun nasional dan lokal. Risiko-risiko yang pernah dikhawatirkan sudah terjadi, dalam keamanan pangan (food security), relasi konfliktual kuasa antarnegara (political security) akibat berebut sumber daya kesejahte- raan, dan juga keamanan lingkungan hidup (environmental security) —beberapa negara dan pulau terancam tenggelam dan migrasi akibat krisis iklim baik yang dilakukan oleh ma- nusia maupun nonmanusia (hewan). Ancaman lingkungan dari gerak antropogenik manusia juga dapat menyebabkan berbagai macam kasus penyebaran penyakit zoonosis yang disebabkan rusaknya habitat asli di mana virus bersarang, misalkan, akibat deforestasi.

Di tengah gejolak perang Ukraina saat ini, krisis pangan membayangi jagat raya karena produksi dan distribusi pangan terdampak secara sistemik. Perang memperluas dampak krisis iklim dan keamanan pangan. Perubahan iklim memang jadi alasan utama menyebabkan gangguan cuaca seperti kekeringan yang membuat produksi berkurang dan ini dibutuhkan regulasi yang kuat yang bersifat multilateral dengan komitmen super kuat untuk mewujudkan ambisi penurunan suhu udara di bawah 1,5%. Di tengah samudra kegalauan, ada banyak harapan pada forum-forum global seperti COP21 untuk kembali mendorong pentingnya alian- si global untuk menyelamatkan planet bumi melalui komit- men global. Negosiasi iklim ke-21 dari Konvensi Kerangka Kerja PBB Untuk Perubahan iklim (UNFCCC) di Paris tahun 2015 merupakan pertemuan bersejarah dengan hasil ke- sepakatan yang mengikat (legally binding) sejak Protokol Kyoto yang lahir pada pertemuan COP. Kesepakatan Paris bertujuan untuk menghentikan suhu pemanasan bumi tidak lebih dari 2 derajat celcius. Untuk itu, setiap negara perlu memasukkan komitmen mengenai berapa banyak emisi karbondioksida yang akan dikurangi. Kesepakatan Paris didukung 195 negara termasuk dua negara produsen emisi karbon terbesar di dunia, yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok. Kesepakatan ini perlu dimaterialisasikan dengan lebih cepat, lebih tangguh, dan lebih baik karena ada jutaan kaum muda menuntut pimpinan negara-negara menga- mankan masa depan mereka secara berkeadilan. Banyak solusi sudah ditunjukkan melalui beragam kajian seperti bagaimana dalam waktu dekat ini ada transisi energi terba- rukan, lapangan kerja hijau, serta pendanaan dan investasi untuk sektor-sektor yang memperkuat pembangunan ber- kelanjutan.

Negara-negara dan seluruh kekuatan bangsa-bangsa penting mengembangkan paradigma “membangun tanpa merusak” demi penyelamatan bumi dan planet satu-satu- nya tempat manusia dan makhluk ciptaan Tuhan hidup. Untuk keseimbangan mitigasi ini bagi kepentingan dalam negeri, salah satu agenda penting adalah membangun/ revitalisasi kembali pangan lokal untuk jaminan layanan kesehatan lebih adil serta mendistribusikan sumber kese- jahteraan dan keadilan. Gerakan pangan dan mengonsumsi makanan lokal, dengan penguatan dukungan kebijakan dan dukungan pasar. Lumbung kompos dibangun dan diperba- nyak untuk mendukung lumbung pangan dapat digerak- kan secara masif dan sistematis. Isu pangan dan iklim yang sangat terkait dalam kehidupan (livelihood) pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Perubahan Iklim untuk melindungi pesisir dan pulau-pulau kecil yang tenggelam dan mengevaluasi proyek pembangun/kebijakan yang merampas ruang laut (reklamasi, tambang, industri pariwisata, dll) yang meru- pakan ruang hidup masyarakat pesisir mendukung wilayah kelola rakyat (WKR) di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.

Persoalan signifikan lainnya adalah perlunya pertimbangan pengurangan resiko bencana dengan mengadakan hidrometrologi penguatan mitigasi mulai dari kurikulum bencana, pelatihan, dan pendampingan. Hal ini diharapkan agar resiko bencana dapat secara efektif dan efisien dikurangi.

Exit mobile version