Profesor Kencing Berdiri, Anak BRIN Kencing Berlari

Pengadilan Negeri
M Rizal Fadillah

Profesor Kencing Berdiri, Anak BRIN Kencing Berlari oleh M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan

PWMU.CO– Sebaiknya BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) dibubarkan karena di samping kebijakan tidak benar dengan menggabungkan berbagai lembaga penelitian menjadi hanya satu, juga institusi penelitian negara ini telah dimasuki oleh kepentingan politik termasuk politik keagamaan.

Ketua Dewan Pengarah BRIN tidak lain adalah Ketum partai politik. Dewan Pengarah memiliki kewenangan mengambil kebijakan strategis.

Kini kekacauan BRIN ditambah lagi dengan sumber daya manusia yang berpikir dangkal dan bersikap intoleran. Contohnya Thomas Djamaluddin. Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN ini tidak bisa menghargai perbedaan pandangan keilmuan lalu menista dengan penuh prasangka. Muhammadiyah yang menetapkan lebih dulu 1 Syawal 1444H berbeda dengan keputusan pemerintah disebut tidak taat pemerintah.

Profesor Thomas Djamaluddin sebagai ilmuwan semestinya menghargai perbedaan pandangan keilmuan. Ini bukan soal Muhammadiyah taat atau tidak taat pada pemerintah melainkan metode yang berbeda antara hisab dan imkanur rukyat.

Thomas harus tahu bahwa di lingkungan Muhammadiyah juga banyak profesor yang turut berkontribusi untuk menetapkan 1 Syawal 1444 H berdasarkan hisab tersebut. Paham atau ahli di bidang astronomi pula.

Soal permohonan penggunaan fasilitas sebenarnya tidak perlu dimasalahkan. Ini tidak berlebihan dan bukan pula mengemis. Fasilitas itu dimohon untuk digunakan karena hal tersebut adalah hak dari warga negara yang memiliki kesamaan kedudukan di depan hukum dan pemerintahan. Justru pemerintah yang tidak boleh bersikap diskriminatif.

Soal kemampuan tentu Muhammadiyah itu bisa dan dapat memakai lahan amal usaha sendiri. Insyaallah tidaklah kekurangan. Masalahnya adalah bahwa permohonan itu menjadi hak dan perwujudan dari asas persamaan perlakuan untuk seluruh warga negara. Agama bukan milik rezim.

Thomas dangkal berpikir dan tampaknya menjadi penganut rezimentasi beragama. Agama yang ditentukan oleh rezim dan absolut harus diikuti. Sikap seperti ini merupakan pelanggaran HAM. Pemerintah sering berteriak bahwa Indonesia bukan negara agama, eh ternyata negara justru mengklaim dapat menentukan paham keagamaan. Ambivalen namanya.

Sayang Thomas Djamaluddin mantan Kepala LAPAN tersebut ternyata ikut berkubang di ruang sempit dan kabur seperti itu.

Kemudian berlakulah peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Anak buah Thomas yang juga peneliti BRIN Andi Pangerang Hasanuddin secara kasar menista Muhammadiyah dan secara emosional menarasikan ancaman bunuh. Nalar peneliti yang merosot turun ke dengkul. Kader Muhammadiyah menilai ada unsur pidana dari ocehan peneliti yang sembrono tersebut.

Pilihan ringan adalah segera pecat Thomas Djamaluddin dan Andi Pangerang Hasanuddin dari BRIN. Lebih strategis tentu dengan membubarkan BRIN yang ternyata tidak lebih baik dibandingkan saat lembaga penelitian negara ini masih tersebar pada bidang-bidang yang spesifik.

Kembalikan dan murnikan riset agar berbasis ilmu dan pengetahuan bukan kepentingan politik. Bebaskan segera orang-orang politik dari jabatan dalam struktur lembaga riset. Perbarui sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya dengan pembaharuan yang lebih kualitatif.

Khusus kepada Thomas Djamaluddin baiknya lebih mendalami ilmu agama agar pandangan keilmuannya tidak myopsis. Belajarlah moderasi beragama.

Pemerintah juga jangan hanya bisa berteriak radikalisme dan intoleransi bila nyatanya banyak aparat penyelenggara negara, termasuk peneliti, yang radikal dan intoleran. Arahkan moderasi beragama kepada segmen ini sebelum menunjuk ke arah yang lain.

Thomas Djamaluddin tidak seorang diri, ada banyak penganut rezimentasi beragama. Mereka berlindung di ketiak kekuasaan untuk menjadikan paham keagamaannya didukung dan menyatu dengan rezim. Mengenyampingkan paham keagamaan lainnya. Bahkan berupaya untuk menghukumnya.

Kezaliman model baru seperti ini tidak boleh ditoleransi. Apalagi dilindungi atau dilegalisasi.
Thomas dan Andi kencinglah lebih manusiawi, jangan sambil berdiri lalu berlari-lari. Menyebarkan najis dan bau pesing ke mana-mana. Itu namanya bunuh diri. Akan di-bully berhari-hari. Disebabkan kebodohannya sendiri.

Bandung, 25 April 2023

Editor Sugeng Purwanto

Exit mobile version